Luna bersandar di tubuh Ardika, seulas senyum manis mengembang di wajah cantiknyaArdika sama sekali tidak pandang bulu.Selama ada orang yang menindasnya, Ardika pasti akan melindunginya tanpa ragu. Biarpun pria itu adalah Tuan Muda Kedua Keluarga Septio Provinsi Aste, Ardika juga melayangkan tamparan pada pria itu begitu saja.Sebaliknya, Oscar yang tadinya berlagak hebat, kini sudah berubah menjadi layaknya seorang pengecut.Wajah Levin sampai miring sejenak akibat tamparan itu. Setelah tertegun cukup lama, dia baru sedikit tersadar kembali."Kamu memukulku?"Dia masih sedikit linglung, seolah-olah getaran dalam jiwanya jauh lebih terasa dibandingkan rasa sakit di wajahnya akibat satu tamparan itu.Ardika meliriknya dengan acuh tak acuh dan berkata, "Kenapa? Apa sejak kecil hingga dewasa kamu nggak pernah ditampar? Merasakan sensasi baru, begitu?""Bagaimana kalau aku memberimu satu tamparan lagi, membiarkanmu merasakan sensasi baru itu sepuasnya.""Aku nggak peduli kamu menyentuh w
"Ardika, serangga rendahan sepertimu bahkan nggak berhak muncul di hadapan Tuan Muda Levin!""Berani-beraninya kamu menampar Tuan Muda Levin dan memprovokasinya!""Tindakanmu ini sama saja dengan mencelakai dirimu sendiri, istrimu, serta seluruh keluargamu!""Sekarang kusarankan sebaiknya kamu segera berlutut dan bersujud meminta maaf di hadapan Tuan Muda Levin, memohon pengampunan darinya!"Saat ini, Oscar kembali bersikap angkuh, seakan-akan dia adalah orang yang paling hebat di dunia.Bagi yang tidak tahu, mungkin akan mengira dia benar-benar hebat.Setelah mendengar ucapan Oscar, Jelita, Zendaya dan lainnya segera melontarkan kata-kata penuh amarah pada Ardika, memutus hubungan dengan pria itu.Mereka juga takut Levin salah mengira merek bersekongkol dengan Ardika, lalu meluapkan amarah pada mereka sekali lagi.Saat ini, ekspresi Luna sudah tampak sedikit cemas.Dia bisa melihat dengan jelas Levin benar-benar sudah marah.Sebelumnya, hanya karena telah mengucapkan kata-kata yang pr
"Astaga, astaga, Ardika! Berani-beraninya orang yang hanya bisa mengandalkan istri sepertimu memukulku tepat di hadapan Tuan Muda Levin! Kamu benar-benar nggak menganggap serius Tuan Muda Levin!"Oscar merangkak bangkit dari lantai. Tanpa memedulikan bekas darah di sudut bibirnya, dia berteriak dengan kerasa saking kesalnya.Ya, dia benar-benar kesal setengah mati.Ditampar oleh Levin, dia masih bisa terima. Bagaimanapun juga, Levin merupakan Tuan Muda Kedua Keluarga Septio.Namun, sekarang dia malah ditampar oleh Ardika yang hanya merupakan seorang menantu benalu.Memangnya wajahnya bisa ditampar oleh siapa saja?Tanpa melirik Oscar sama sekali, Ardika berkata dengan dingin, "Sebelumnya sudah kubilang, sebaiknya kamu berdoa agar nggak melihat sisi pemberaniku.""Sekarang bagaimana rasanya?"Oscar benar-benar kesal setengah mati, dia berteriak marah dengan gigi terkatup, "Eh, Ardika, berlagak hebat saja kamu! Nanti Tuan Muda Levin pasti akan memberimu pelajaran!""Ardika, berani-berani
Mendengar ucapan Levin dengan niat membunuh yang kuat itu, ekspresi semua orang langsung berubah drastis.Tidak ada seorang pun yang menyangka masalah akan menjadi seperti ini.Malam ini, akan ada orang yang kehilangan nyawa!Saat ini, Oscar, Jelita dan yang lainnya memelototi Ardika dengan penuh kebencian.Sorot mata mereka seakan-akan ingin menelan Ardika hidup-hidup!Karena seorang pecundang yang hanya bisa mengandalkan istri itu memprovokasi Levin terus-menerus, situasi menjadi seperti ini, bahkan mereka sampai ikut terseret dalam masalah.Saking ketakutannya, raut wajah Luna juga berubah menjadi pucat pasi. Dia mencengkeram tangan Ardika dengan kuat."Sayang, jangan takut."Ardika menggandeng tangan istrinya dengan lembut, lalu menatap Levin dengan acuh tak acuh dan berkata, "Aku beri kamu satu kesempatan untuk menarik kembali kata-katamu tadi."Semua orang membelalak kaget, menatapnya dengan tatapan tidak percaya.Eh ... eh ... eh ... idiot ini!Dalam situasi seperti sekarang ini
Namun, dalam situasi seperti ini, selain meminta bantuan Liander, Luna juga tidak punya cara lain lagi.Walaupun Liander juga sama arogannya, tetapi paling tidak pria itu lebih dewasa dan tenang.Paling tidak, Liander bisa menghentikan Levin untuk membunuh orang, agar tidak perlu menghadapi kasus hukum pembunuhan, bukan?"Ardika, jaga dirimu baik-baik."Dengan diliputi perasaan cemas, Luna mengikuti Oscar dan yang lainnya keluar dari bar.Setelah melihat istrinya keluar, Ardika baru mengalihkan pandangannya ke arah Levin dan berkata dengan tenang, "Dengan mempertimbangkan kamu nggak mempersulit istriku, boleh dibilang masih punya sedikit batasan.""Aku sudah memutuskan untuk 'sedikit' memaafkan kelancanganmu, membiarkanmu tetap hidup."Levin tertegun sejenak, lalu tertawa dingin."Eh, Ardika, awalnya aku mengira kamu sengaja menyuruh istrimu untuk pergi karena berencana untuk berlutut memohon pengampunan padaku. Aku mengira kamu nggak ingin memperlihatkan sisi pecundangmu pada istrimu.
"Plak ...."Suara tamparan nyaring itu menggema di seluruh bar.Baik para anak buah Levin maupun para preman yang mengikuti tuan muda itu, semuanya ketakutan setengah mati.Kemudian, mereka semua langsung menundukkan kepala mereka dengan patuh.Saat seorang kakak sedang mendisiplinkan adiknya, mereka bahkan tidak berani melihat.Sambil menutupi wajahnya, Levin tercengang selama beberapa saat baru tersadar kembali. Kemudian, dia berteriak dengan marah, "Liander, sebenarnya apa maksudmu?!""Jelas-jelas adikmu sudah dipukul orang, kamu bukan hanya menghentikanku untuk membalas dendam, tapi malah memukulku!""Apakah kamu mau memaksaku untuk memutuskan hubungan denganmu?!"Mata Levin tampak memerah.Sejak kecil hingga dewasa, hubungannya dengan Liander sangat baik, mereka tidak terlibat dalam konflik persaudaraan seperti yang terjadi dalam keluarga-keluarga terkemuka lainnya.Saat dia masih kecil, dia berkelahi dengan orang lain, Liander pasti akan membelanya tanpa ragu.Hari ini, kakaknya
Bahkan.Semua orang merasa tadi Ardika sudah cukup bersabar menghadapi Levin.Kalau mereka adalah Ardika, melihat seorang pelayan berlagak hebat, pasti akan langsung melayangkan tamparan ke wajah pelayan itu sampai pelayan itu mati."Mengapa ... mengapa ...."Levin masih belum sepenuhnya tersadar, dia bergumam pada dirinya sendiri, ekspresinya tampak linglung.Dia benar-benar tidak mengerti mengapa Ardika bisa tiba-tiba berubah menjadi majikan Keluarga Septio."Kamu nggak perlu bertanya mengapa, kamu hanya perlu tahu kamu juga merupakan pelayan Kak Ardika!"Liander melontarkan beberapa patah kata itu dengan dingin, lalu menoleh, membungkukkan badannya di hadapan Ardika dan berkata, "Kak Ardika, Levin si bajingan itu memang sudah terlalu dimanjakan oleh keluarga kami. Dia nggak tahu diri, sampai-sampai berani menyinggung Kak Ardika.""Setelah menerima panggilan telepon dari Nona Luna, aku bergegas kemari.""Sebagai seorang kakak, aku mewakilinya meminta maaf pada Kak Ardika. Aku berhara
Levin sudah tergeletak tak berdaya di lantai seperti seekor anjing mati.Saat ini, dia benar-benar sudah mengaku kalah sepenuhnya.Dia bukan hanya tidak merasa tidak terima, dia bahkan merasakan sensasi bahagia seperti baru saja menghindari ajalnya.Dia mengerti kalau Ardika ingin menghabisinya, bahkan lebih mudah daripada menghabisi seekor semut.Hari ini nyawanya bisa terselamatkan karena sebelumnya dia tidak mempersulit Luna.Dia berusaha keras merangkak dengan kedua lengan dan kakinya, mendekati dan berlutut di hadapan Ardika.Setelah menggoyang-goyangkan kepalanya yang terasa pusing, Levin berkata, "Kak Ardika, terima kasih karena telah mengampuni nyawaku! Mulai hari ini, aku juga merupakan pelayanmu!"Walaupun dia suka menjadi preman, tetapi dia tidak bodoh.Sebagai pewaris Keluarga Septio Provinsi Aste, kakaknya malah bersedia menjadi pelayan Ardika, pasti sudah mendapatkan persetujuan dari pengambil keputusan Keluarga Septio.Selain itu, keputusan tersebut dianggap bisa membawa
Ardika tidak menyadari keberadaan para nona dan tuan muda yang datang untuk menyaksikan pertunjukan itu.Biarpun dia menyadari keberadaan mereka, dia juga tidak akan memedulikan serangga-serangga yang hanya bisa bersembunyi dalam kegelapan itu.Dengan langkah mantap, dia berjalan memasuki pintu utama Hainiken yang terbuka lebar itu. Seorang pelayan yang membawa sebuah nampan berjalan menghampirinya."Tuan, untuk sementara waktu ini Hainiken berhenti beroperasi. Tuan datang kemari ada keperluan apa, ya?""Aku datang mencari Timnu."Ardika melirik pelayan yang rambutnya diikat satu dan kulitnya putih mulus itu sekilas, lalu mengambil segelas minuman yang telah dilengkapi dengan sedotan kertas di nampan pelayan tersebut."Ternyata Tuan Ardika, ya."Pelayan itu membungkukkan badannya, lalu mengulurkan lengan panjangnya dan berkata, "Pak Timnu berada di lantai tiga bawah tanah. Silakan lewat sini, aku akan membawa Tuan ke bawah."Ardika mengangguk, lalu berjalan menuju ke arah lift dengan l
Saat Ardika sampai di gerbang kompleks vila Gunung Halfi, Levin sudah menunggu di sana."Kak Ardika, maaf aku nggak melakukan tugasku dengan baik, orang yang kukirim nggak melindungi Futari dengan baik."Begitu melihat Ardika, Levin segera meminta maaf."Siapa sangka Lisman keluar dari Hainiken. Dia membawa anak buahnya secara pribadi untuk menangkap Futari. Orang-orang yang kukirim untuk melindungi Futari bukan tandingannya.""Berdasarkan informasi dari orang-orangku, beberapa orang yang mengikuti Lisman itu juga ahli bela diri yang memiliki kemampuan hampir setara dengan Lisman. Mereka bahkan mengenal salah seorang di antara orang-orang itu, orang tersebut juga masuk dalam daftar buron internasional."Ardika sedikit mengerutkan keningnya. "Sesuai dugaanku, Hainiken nggak sesederhana kelihatannya. Mereka bahkan menampung cukup banyak pelaku kriminal besar.""Kak Ardika, itulah sebabnya kamu harus berhati-hati!"Levin berkata dengan cemas, "Timnu jelas-jelas bisa langsung mengirim oran
"Pergi sana!"Seiring dengan terdengarnya teriakan penuh amarah Rosa, sebuah bantal menghantam pintu kamar yang tertutup dengan keras.Ardika hanya tersenyum. Kemudian, dia berbalik dan kembali ke kamar utama miliknya.Dia membiarkan Rosa tidur di sebuah kamar tamu yang terletak di paling pojok.Biarpun hanya tempat tinggal sementara, kamar utama juga harus menjadi miliknya dan Luna saja."Tok ... tok ... tok ...."Pagi-pagi keesokan harinya, Ardika masih tidur, tetapi pintu kamarnya sudah digedor orang."Siapa? Apa ini panggilan bangun pagi atau semacamnya?"Ardika mengira Rosa yang berulah. Dia membuka pintu kamarnya dengan kesal."Guru, Nona Rosa masih sedang tidur."Ternyata orang yang berdiri di depan pintu adalah Windono. Rambut pria yang satu ini tampak berantakan, matanya juga memerah, sehingga membuatnya makin terlihat seperti pria mesum.Ardika mengerutkan keningnya dan berkata, "Ada apa?""Guru, ada staf manajemen vila yang datang, katanya bibimu ribut-ribut di depan gerbang
"Cih! Dasar sialan!"Melihat Ardika seakan-akan hendak melepaskan pakaian, Rosa langsung meraih bantal, lalu melemparkannya ke arah Ardika sambil berteriak dengan keras, "Kalau begitu, untuk apa kamu jauh-jauh menculikku kemari?!"Tidak tahu mengapa, dalam lubuk hatinya dia benar-benar merasa agak kecewa.Harus diakui, tadi saat Ardika membawanya pergi secara paksa tepat di hadapan Wilgo, dia benar-benar sudah panik."Jangan bilang kamu benar-benar merasa aku ingin melakukan sesuatu terhadapmu?"Ardika langsung menyingkirkan bantal yang terbang ke arahnya itu dengan pukulan santai, lalu bersandar di pintu, menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap wanita itu dengan tatapan mempermainkan. "Aku hanya ingin membuat ayahmu kesal saja. Ya, kalau bisa membuatnya mati kesal. Dengan begitu, dendamku karena sebelumnya dia ingin membunuhku sudah terbalaskan.""Kamu ... dasar sialan!"Rosa kembali mengumpat dengan kesal. Kemudian, dia tertawa dingin dan berkata, "Lupakan saja pemikir
"Ardika, apa yang ingin kamu lakukan?"Wilgo berbicara dengan nada bicara acuh tak acuh.Bagaimanapun juga, dia sudah berpengalaman. Saat ini, dia masih bisa tetap tenang.Ardika tersenyum dan berkata, "Pak Wilgo, jelas-jelas kamu sudah tahu, kenapa kamu masih sengaja bertanya? Tadi kamu ingin membunuhku, bukan?""Ardika, jangan sembarangan!"Ekspresi Rosa langsung berubah drastis. Dia buru-buru berkata, "Ayahku hanya meminta mereka untuk memberimu pelajaran, nggak berniat untuk membunuhmu."Dia tahu Ardika adalah tipe orang yang tidak takut pada apa pun.Mungkin saja kalau bocah ini sudah diliputi niat membunuh yang kuat, bocah ini benar-benar berani menghabisi ayahnya.Ardika tersenyum pada Rosa dan berkata, "Rosa, tenang saja. Sudah kubilang, dengan mempertimbangkanmu, aku akan membiarkannya tetap hidup. Aku nggak akan menghabisinya.""Biarpun tadi dia ingin membunuhku, tapi dengan mempertimbangkan dia adalah ayah mertuaku, aku akan memaafkannya."Wajah cantik Rosa langsung memerah,
Walaupun tahu Ardika sangat kuat, bagaimanapun juga hanya dengan memberikan arahan beberapa patah kata saja, Ardika sudah bisa membantu Werdi mengalahkan Sofian. Ini sudah menunjukkan dengan sangat jelas kemampuan yang dimiliki oleh Ardika.Akan tetapi, Zilvana tidak menyangka Ardika bisa mengalahkan beberapa orang adik seperguruannya itu dengan mudah.Hanya saja, Zilvana tidak sempat berpikir banyak lagi.Karena dia melihat setelah Ardika mengalahkan beberapa orang adik seperguruannya, pria itu langsung berbalik dan berjalan ke arahnya."Cari mati!"Zilvana langsung marah besar. Begitu dia mengulurkan kedua lengannya, dua buah tongkat besi yang masih terus berputar muncul di celah-celah jarinya.Tanpa ragu, tongkat besi itu langsung terbang menembus udara menuju ke arah wajah Ardika. Kemudian, sosok bayangan Zilvana yang menawan juga ikut melesat keluar.Namun, saat ini sama sekali tidak kelihatan pesona dan kelembutan seorang wanita pada diri Zilvana.Yang ada hanyalah niat membunuh
Ardika menyunggingkan seulas senyum tipis dan berkata, "Jadi, bukankah ini sama saja dengan membuktikan semua yang kukatakan tadi benar?""Tuan Ardika masih muda."Zilvana tersenyum mengejek dan berkata, "Di dunia orang dewasa, hanya ada keuntungan, nggak ada benar dan salah.""Siapa yang lebih kuat, orang itulah yang benar.""Terlepas dari sebanyak apa pun logika yang kamu bicarakan, melakukan segala sesuatu sesuai aturan bagaikan orang suci, juga nggak ada artinya di hadapan kekuatan absolut.""Kekuatan absolut, ya?"Ardika tertawa, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Kalian bukan tandinganku."Zilvana juga tertawa."Eh, bocah, apa kamu benar-benar berpikir hanya karena Werdi bisa mengalahkan Sofian dengan mendengar beberapa patah kata instruksi darimu, kamu sudah nggak terkalahkan?""Walau Sofian disebut sebagai orang kepercayaan Pak Wilgo, Pak Wilgo hanya sengaja meninggikannya dengan mempertimbangkan gurunya dan kakaknya!""Hal yang kamu nggak ketahui adalah, nggak ada satu pun di
"Ardika, dengan mempertimbangkan tadi malam aku kalah taruhan itu darimu, aku dan ayahku akan menganggap nggak mendengar hal itu. Juga, anggap saja ini sebagai balas budimu.""Tapi, sebagai seorang anak, aku nggak bisa memaafkanmu karena sudah berbicara nggak sopan pada ayahku.""Jadi, aku nggak ingin melihatmu sekarang.""Selagi aku belum berubah pikiran dan menyerangmu, cepat pergi dari sini!""Jangan membiarkanku melihatmu di Sekolah Bela Diri Sopran! Kalau nggak, jangan salahkan aku nggak berbelas kasihan!"Rosa mengulurkan lengannya dan menunjuk ke arah pintu, raut wajahnya tampak sangat dingin.Ardika melirik Rosa dengan sorot mata dalam, dia tidak menyangka wanita itu akan melindunginya seperti ini.Walaupun wanita itu kelihatan seperti sedang marah dan mengusirnya, tetapi sesungguhnya wanita itu menyuruhnya untuk pergi dengan cara seperti ini sebelum Wilgo menyerangnya.Dalam sekejap, kesan buruk yang diberikan oleh wanita itu padanya di pertemuan mereka, langsung menghilang ta
"Berhenti!""Apa Pak Wilgo sudah mengizinkanmu pergi?"Melihat amarah Wilgo sudah meledak, beberapa orang murid Organisasi Snakei itu segera maju dan menghalangi jalan Ardika.Ardika hanya tertawa pelan, dia bahkan tidak melirik murid-murid itu sama sekali.Dia langsung berbalik menatap Wilgo dan berkata dengan acuh tak acuh, "Pak Wilgo, sepertinya kamu ini adalah orang yang telah diberi kesempatan, tapi malah nggak menghargainya."Wilgo mendengus dingin dengan acuh tak acuh. "Memangnya kamu siapa? Memberiku kesempatan?""Hei, becermin dulu kamu, lihat siapa dirimu! Memangnya kamu adalah ketua Organisasi Snakei cabang Gotawa, atau Kodam Provinsi Denpapan?""Bahkan Jace, Wali Kota Ibu Kota Provinsi saja nggak berhak untuk berbicara seperti ini. Memangnya kamu berhak?""Memberi Pak Wilgo kesempatan? Memangnya kamu pantas?"Satu per satu dari beberapa orang murid Organisasi Snakei itu juga ikut buka suara. Bagi mereka, Ardika adalah orang bodoh yang tidak tahu diri.Ardika tertawa dan ber