Mendengar ucapan ini, tidak hanya ekspresi Fredi yang langsung berubah, bahkan raut wajah Hitos juga tampak agak muram.Walaupun ucapan Ardika ini kelihatannya seperti ditujukan pada Fredi, tetapi sesungguhnya juga ditujukan pada dirinya.Sepertinya beberapa tamparan tadi tidak membuat pemuda ini puas.Hitos baru saja hendak berbicara, Fredi sudah berkata dengan gigi terkatup, "Kalau begitu, katakan bagaimana kamu ingin menyelesaikan masalah ini!"Nada bicaranya dipenuhi dengan kebencian.Ardika mengangkat alisnya, lalu tersenyum tipis. Dia menoleh menatap Hitos dan berkata dengan acuh tak acuh, "Pak Hitos, kamu juga sudah dengar sendiri, 'kan? Kelihatannya keponakanmu ini belum menyadari apa kesalahannya.""Kalau begitu, seperti yang kamu katakan tadi saja, patahkan satu kakinya.""Anggap ini sebagai hukuman atas kelancangannya terhadap diriku.""Adapun mengenai dua tamparan yang diterima oleh temanku itu, satu tamparan 20 miliar.""Nilai wajah temanku nggak bisa diukur dengan uang, a
Hitos sedikit mengerutkan keningnya sebelumnya ekspresinya normal kembali. Dia pun bertanya dengan serius, "Penjelasan seperti apa yang Tuan Ardika inginkan?"Ardika hanya tersenyum, tidak mengucapkan sepatah kata pun.Hitos langsung menyadari pemuda di hadapannya ini tidak mudah dikelabui.Pemuda itu tidak menyebutkan penjelasan seperti apa yang diinginkan, melainkan hanya memintanya untuk memberikan penjelasan.Kalau begitu, apakah bisa memuaskan pemuda tersebut atau tidak, itu sepenuhnya tergantung pada apa yang akan dilakukannya.Ya, pemuda ini adalah seorang pemuda yang tidak sederhana.Setelah berpikir demikian, Hitos mengatupkan giginya dengan rapat. Dia tiba-tiba menoleh, menunjuk Fredi dan berkata, "Kamu, sini!""Paman ...."Fredi hanya bisa memberanikan diri berjalan menghampiri Hitos."Plak ...."Hitos langsung mengayunkan lengannya, melayangkan satu tamparan ke wajah keponakannya itu tanpa mengendalikan kekuatannya.Fredi langsung terpukul mundur dua langkah, bekas tamparan
"Kamu bertanya padaku kenapa aku datang kemari?"Mendengar ucapan itu, raut wajah Hitos berubah menjadi muram. Dia menatap keponakannya dengan tatapan sedingin es dan berkata, "Kalau aku nggak datang, mungkin kamu akan menimbulkan masalah besar."Selesai berbicara, Hitos tidak memedulikan Fredi yang ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi muram. Dia melirik ke sekeliling sejenak, sorot matanya langsung terpaku pada Ardika.Seorang tokoh hebat yang sudah berpengalaman, mengenali orang yang dicarinya dari sekelompok orang adalah kemampuan dasar.Hanya dalam kurun waktu sesingkat ini saja, dia sudah bisa membedakan situasi saat ini.Pertama-tama, dilihat dari ekspresi tenang Ardika, sangat jelas pria tersebut tidak mengalami kerugian apa pun.Sebaliknya, dilihat dari bekas tamparan di wajah Fredi, yang mengalami kerugian sudah jelas adalah bocah yang satu ini.Saat itu juga, hati Hitos diliputi kebencian yang mendalam.Sebagai elite di antara generasi muda Keluarga Waluyo, Fredi yang membaw
"Oh? Kamu mengancamku?"Ardika menggelengkan kepalanya dan tertawa. "Hmm, tampaknya hari ini aku harus menanganimu hingga tuntas.""Kamu? Memangnya kamu bisa apa?"Fredi mendecakkan lidahnya, lalu berkata dengan ekspresi meremehkan, "Eh, Ardika, jangan pikir dengan mengandalkan Vita sebagai pendukungmu, kamu bisa nggak menganggap serius aku.""Dengar baik-baik, tanpa mengandalkan identitasku di Organisasi Tigerim ini, dengan latar belakang dan identitasku sendiri aku juga bisa menginjak mati kamu!""Orang sepertimu sama sekali nggak layak dibandingkan denganku!"Fredi menatap Ardika dengan tatapan meremehkan.Latar belakang dan identitasnya membuatnya merasa dirinya unggul telak dari Ardika."Oh? Benarkah?"Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Kalau aku nggak salah ingat, kamu berasal dari Keluarga Waluyo Kota Sewo, kamu sangat percaya diri terhadap latar belakang keluargamu itu?""Percaya diri?"Fredi menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak, nggak, nggak, di hadapan para tuan mud
Di dalam bangsal, sekelompok orang itu berjatuhan, suara teriakan menyedihkan juga terus menggema.Fredi mengira Ardika memukulnya adalah sebuah kesempatan baginya. Dia berencana memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabisi Ardika. Namun, dia bahkan tidak sempat mengangkat senjata apinya, tubuhnya sudah terbang akibat tamparan Ardika begitu saja.Tamparan ini sangat kejam, membuat Fredi sepenuhnya tercengang.Saat ini, dia bahkan tidak menyadari senjata api dalam genggamannya sudah terjatuh. Sambil menutupi wajahnya, dia merangkak bangkit dari lantai dengan terhuyung-huyung. Dia menatap Ardika dengan sorot mata malu sekaligus marah."Ahh! Ardika sialan! Berani-beraninya kamu menyerangku! Kamu benar-benar cari mati!""Apa lagi yang kalian tunggu? Cepat serang! Tangkap bocah sialan ini! Kalau dia berani melawan, langsung tembak mati saja!"Fredi berteriak dengan marah sambil mengentakkan kakinya. Api amarahnya yang tengah bergejolak itu, seolah-olah bisa menjungkirbalikkan atap ruangan i
Makin Vita menunjukkan sikap tegas dan mengintimidasi, ekspresi Fredi berubah menjadi makin muram.Raut wajahnya sangat muram, dia menatap Vita dengan lekat dan berkata dengan gigi terkatup, "Kalau begitu, hari ini Bu Vita sudah bertekad untuk melindungi si Ardika ini?""Biar kukoreksi sekali lagi, aku belum memenuhi kualifikasi untuk melindungi Kak Ardika."Nada bicara Vita sangat tenang, tetapi dia berkata dengan penuh tekad, "Tapi tetap kalimat yang sama, hari ini nggak peduli siapa pun dari Organisasi Tigerim yang datang, jangan harap bisa membawa Kak Ardika pergi tepat di hadapanku!"Pandangan Fredi tertuju pada Ardika, sorot matanya terus berkedip.Kalau dia tidak salah dengar, Vita sudah mengatakan dengan jelas bahwa Ardika adalah bagian dari Organisasi Snakei.Sementara itu, sekarang Vita memberi tahu Fredi bahwa dia sendiri tidak memenuhi kualifikasi untuk melindungi Ardika.Dia berpikir, 'Mungkinkah di Organisasi Snakei, kedudukan si Ardika ini bahkan lebih tinggi dibandingka