Zara sontak terkejut.
Rasanya, dia ingin bersumpah jika “suami pelitnya” itulah yang memberikan ini semua agar orang tuanya percaya.Namun, belum sempat berbicara, suara pria menginterupsi.“Jeni, kasih dulu kakakmu yang memakainya. Nanti pasti juga kau boleh sesekali meminjam milik kakakmu,” ucap Galen Johanes.Mata Jenni langsung berbinar. “Benar juga! Tapi, kayanya kalau sudah lulus kuliah, Jenni juga mau jadi artis kayak kak Zara,” ujarnya.“Tentu saja sayang, biarkan nanti itu menjadi urusan kakakmu. Mama yakin Zara pasti sudah memikirkan yang terbaik untuk adiknya.”Jenni pun mengangguk.Sementara itu, Kevin yang sudah kembali ke lantai bawah begitu geram mendengar ucapan Galen dan istrinya.Bisa-bisanya mereka bersantai dan memanfaatkan Zara sebagai sapi perah keluarga ini?!Tapi, Kevin harus mencoba menahan diri untuk tidak menunjukkan kekuatannya di depan keluarga Johanes.Suatu saat, perbuatan mereka akan mendapat balasan dari tangan Kevin sendiri.“Hei, Kevin. Masak yang enak, ya! Malam ini, Irfan Bastian akan ikut makan malam di rumah ini. Kau jangan membuat kami malu.”Tanpa perasaan, Mika Johanes berujar pada sang menantu yang baru tiba.Beruntung, Kevin memiliki keahlian masak yang cukup bagus sehingga dia tak pernah kesulitan dengan permintaan kedua mertuanya ini.“Baik Ma,” jawab pria itu cepat.Di sisi lain, Zara kembali merasa tak nyaman.Takut sang ibu menyuruh suaminya untuk hal-hal aneh, Zara pun buru-buru memberikan baju dan tas yang tadi dia melihat dalam majalah di butik itu.“Ini untuk kalian.”Dia memberikan paper bag untuk kedua orang tuanya dan juga untuk Jenni.Galen tersenyum. “Wah kami dapat juga? Terima kasih sayang,” ujarnya senang.“Sama-sama Pa,” balas Zara.Setelah melihat hadiah dari Zara, mereka akhirnya memilih menuju ke kamar masing-masing untuk beristirahat karena malam ini akan menjadi malam spesial untuk keluarga Johanes.Sedangkan Zara, dia memilih untuk kembali ke lantai satu dan membantu suaminya menyiapkan semua masakan untuk makan malam.Meski kehadiran Zara di sana tak berguna sama sekali sebab dirinya tak bisa memasak seperti Kevin, setidaknya dia tak ingin membiarkan sang suami sendirian.“Apa ada yang bisa kubantu?” tanyanya lembut pada Kevin.Pria itu tersenyum menyadari kehadiran sang istri. “Sebaiknya kau istirahat saja.” Zara menggeleng. “Tidak. Aku ingin membantumu meskipun aku hanya bisa jadi tukang penghalus bumbu.” “Suatu saat, kalau aku sudah berhenti jadi artis, kau harus mengajariku memasak. Aku ingin jadi ibu rumah tangga yang baik,” sambungnya lagi.Entah mengapa, hati Kevin menghangat mendengarnya.Meski demikian, ia jelas tak akan membiarkan Zara kelelahan nantinya.“Kau tenang saja. Kelak, kau hanya akan di rumah saja menjaga anak-anak kita dan biarkan aku yang menjadi tulang punggungmu,” jawab Kevin.Zara mengulum senyum. Dia tak tahu itu kapan terjadi yang jelas ia akan percaya pada Kevin dan menunggunya.Zara yakin pria yang dijodohkan dengannya oleh sang kakek tercinta adalah yang terbaik.Meski orang tuanya sibuk mencarikan jodoh untuk Zara, tapi dirinya sama sekali tak pernah berpikir untuk berpisah dari suaminya itu.Tanpa terasa, hidangan pun sudah selesai dimasak.Tepat pukul 18.30, Kevin dan yang lainnya juga sudah kembali rapi. Sang menantu yang dianggap tidak berguna itu kembali sibuk menata masakannya di atas meja makan.Sedangkan kedua orang tua Zara, tak ada niatan membantu sama sekali.Mereka sibuk menunggu Irfan, anak konglomerat di Kota ini yang akan memberi jalan pada Johanes untuk mengatasi masalah keuangan di perusahaannya.Senyum sepasang suami istri paruh baya itu mengembang sempurna tatkala melihat sosok pria tampan keluar dari mobil mewahnya.“Selamat Malam Nak Irfan,” sapa Johanes dan istrinya.Mereka lalu bersalaman secara bergantian, Irfan adalah pria yang akan menggantikan posisi sang papa di kantor Bastian Group.“Malam juga Om, Tante,” balas Irfan menyapa.Mereka pun ngobrol sejenak sekedar basa-basi lalu Galen Johanes mengajak Irfan masuk lebih jauh ke dalam rumahnya.“Apa makanannya sudah siap?” tanya Mika pada menantunya itu dengan ketus.“Sudah Ma,” jawab Kevin.Mika mengangguk. “Pa, sebaiknya kita langsung ajak nak Irfan untuk makan malam mumpung makanannya masih hangat, nanti kita lanjutkan ngobrolnya,” ucapnya.“Baiklah. Ayo Nak Irfan kita langsung menuju meja makan.”Galen lantas mengajak kedua anak serta istrinya untuk menuju ke meja makan. Berbeda dengan perlakuan mereka pada Kevin, keluarga itu memperlakukan Irfan dengan hangat.Bahkan, hampir bak menyambut seorang raja yang dihormati rakyatnya.Dalam diam, Kevin pun menggeser tempat duduk untuk sang istri.“Terima kasih,” ujar Zara. Kevin hanya mengangguk dan menatap lembut Zara.Hanya saja, ketika pria itu hendak duduk di samping sang istri, ia mendengar kalimat menyakitkan dari Galen.“Jangan ikut makan malam bersama kami karena kau tak pantas ada di sini. Mending, kau buatkan camilan dan juga teh panas dan taruh di ruang keluarga.” “Kau bisa makan setelah kami selesai makan,” ucap pria itu lagi dengan tak tahu malunya.Wajah Kevin dan Zara sontak mendadak gelap.Namun, tak ada yang peduli.Mika Johanes justru ikut menghina Kevin hingga berhasil membuat Irfan tersenyum puas. “Benar itu kata suamiku, kau tak pantas bergabung dan duduk satu meja dengan kami. Kau hanya menantu tak berguna,” ujarnya.Kevin yang malas terjadi keributan pun memegang pundak Zara untuk menenangkannya.Dia memilih untuk mengalah dan mengikuti kemauan kedua mertuanya. Hanya saja, Zara justru ikut berdiri–hendak mengikuti Kevin.Tindakan Zara ini sontak mengejutkan semuanya.Galen Johanes bahkan menatap tak suka. “Zara apa yang kamu lakukan?” ucapnya lantang.Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb