Mendengar itu, Kevin menahan senyum. Tentu saja, dia tak bisa bilang kalau ini adalah ulahnya.
Yang ada, Zara akan mengiranya membual.“Ayo sudah duduk saja,” jawabnya sambil menggenggam tangan Zara dengan lembut.Perempuan itu mendesahkan nafas berat, lalu duduk. Dia pun mulai melihat-lihat majalah yang ada di depannya.“Wah ini bagus buat Papa,” ujar Zara. Dia kembali melihat setiap halaman majalah itu. “Ini juga bagus buat Mama dan Jenni,” sambungnya lagi.Kevin melirik sekilas. Meski dia tak suka dengan Galen dan keluarganya, tapi dia ingin Zara senang.Jadi, dia kembali diam-diam menghubungi Dimas dan meminta sang bawahan untuk menyiapkan permintaan Zara.“Suatu saat aku akan membelikanmu yang seperti ini,” ucap Zara mendadak.Dia tiba-tiba menunjuk model laki-laki yang mengenakan pakaian bermerek dunia. Kevin tersenyum. Meski dia sudah memiliki banyak baju model itu, tetapi dia senang karena sang istri punya niat untuk membelikannya.“Terima kasih,” jawabnya tulus.Hanya saja, Zara tiba-tiba tergelak. Dia tampak tak kuasa menahan tawanya karena sang suami sudah bilang terima kasih padahal dia belum memberikannya.“Kau ini! Padahal, aku belum membelikanmu. ‘Kan, aku bilang suatu saat,” ucap Zara lembut setelah tawanya mereda.Keduanya pun tertawa, sampai petugas butik tiba-tiba menghampiri keduanya. “Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Semua barangnya sudah siap dan akan kami kirim ke kediaman Johanes. Ada lagi yang bisa dibantu?” ucapnya hormat.“Tidak ada. Terima kasih, ya,” balas Kevin cepat.Sedangkan Zara, dia masih mematung di tempatnya.Dia merasa ada yang janggal dari ucapan petugas butik itu. Bagaimana mereka tahu kediamannya?Namun, belum sempat bertanya, Kevin sudah menariknya ke luar butik.“Ayo kita beli bahan makanan nanti keburu sore pelayan kena marah lagi,” ajaknya ke lantai satu.Hanya saja, saat sang istri asyik mencari bahan masakan, Kevin diam-diam ke ke toko ponsel merek apel yang digigit!Dia pun kembali dengan cepat saat sang istri mulai ke bagian daging-dagingan sembari memeriksa catatan belanjanya.Selama satu jam mereka di sana. Setelah selesai, mereka pun kembali ke dalam mobil–menuju ke makam sang kakek.Hanya saja, Zara tampak diam sepanjang perjalanan, bahkan ketika pulang.Dia masih memikirkan mengenai belanjaannya yang dikirim ke rumah. Kalau nanti kenanya banyak, dia harus bayar pakai apa?Padahal, uangnya sebagian besar diambil langsung oleh sang papa. Katanya, digunakan untuk menambah modal usaha Johanes Group yang sedang diambang kehancuran.Kevin melirik Zara dengan ekor matanya.Ia lalu menyerahkan kotak ponsel–yang dia sembunyikan–pada sang istri.“Apa ini?” tanya Zara bingung.“Kalau jadi artis yang naik daun harus menggunakan barang branded dan keluaran terbaru. Itu untukmu,” jawab Kevin.Zara membelalakan mata. “Ini beneran untukku?” tanyanya tak percaya.“Anggap saja itu hadiah dariku.” “Kau dapat uang dari mana? Ponsel ini sangat mahal loh.” Tatapan Zara tampak menajam.Dia curiga pada Kevin.“Aku ngutang dulu pada Bosku. Kebetulan yang punya butik dan toko ponsel itu sahabat baik Bosku,” bohong Kevin.“Biar begini, aku ini adalah pegawai yang diandalkannya!”“Oh iya, jangan bilang, dari tadi kau melamun memikirkan semua barang yang dikirim ke rumah?” ucap pria itu lagi untuk mengalihkan pembicaraan.Melihat Zara mengangguk, pria itu pun menahan tawa.Entah mengapa, Kevin bersyukur karena menikahi wanita baik dan sederhana seperti Zara. Di sisi lain, Zara sebenarnya sangat ragu kalau suaminya punya uang. Namun, dia mencoba untuk yakin dan percaya pada ucapan Kevin.Hanya saja, mendadak seekor kucing lewat mendadak.Menyadari itu, Zara pun berteriak, “Berhenti!”Kevin sontak menginjak rem secara mendadak. Braaak!Tiba-tiba terdengar suara hantaman di belakang mobil cukup keras.“Astaga! Mobil Papa rusak,” lirih Zara menahan panik.Di sisi lain, Kevin terdiam. Dia sama sekali tidak takut kalau harus ganti rugi, tapi ia khawatir jika sang istri terganggu bila mendengar keributan di rumah nanti malam. Namun belum sempat berbicara, Zara justru tampak menenangkan suaminya itu. “Tenang saja. Soal mobil, biar aku yang tanggung jawab.”Kevin pun mengangguk dan mulai melajukan mobil.Tepat pukul 15.00 waktu setempat mereka tiba di rumah Johanes. Zara meminta Kevin untuk memarkirkan mobilnya di basement karena rencananya nanti malam dia baru akan jujur pada sang papa agar tak merusak suasana hari ini.Dia berniat meninggikan sang suami depan keluarga agar mereka tak menghinanya.Perempuan itu lalu memasukan ponsel barunya ke dalam tas agar sang adik tidak minta ponsel yang sama.Sementara itu, Kevin mulai mengeluarkan semua bahan masakan dan membawanya masuk ke dalam rumah.Meski sudah tahu belanjaan akan dikirimkan ke rumah, Zara tetap tersentak kaget melihat tumpukan kotak dan paper bag berlogo huruf H ada di atas meja ruang tamu. Terlebih, saat ini adik dan kedua orang tuanya tampak bahagia.Zara menoleh ke arah Kevin dan pria itu tersenyum lalu memilih menuju dapur dan membiarkan Zara bersantai di ruang tengah bersama “keluarganya”.Tak lupa, pria itu berganti pakaian menjadi pakaian rumahan di kamar.*****“Kak Zara. Tadi, petugas butik bilang ini kiriman dari Tuan muda untuk Kak Zara. Jenni senang deh. Ini tandanya sebentar lagi kakak akan bercerai dengan lelaki tak berguna itu dan menikah dengan Tuan muda rahasia ini, kan?” ucap Jenni girang.Baginya, hanya orang kaya saja yang mampu membelikan hadiah sebanyak ini pada seorang wanita yang disukainya.Kevin yang ada di dapur bisa mendengar obrolan istri dan adik iparnya.Mata Jenni krmbali berbinar meneliti satu persatu barang mahal itu. “Berarti ini boleh buatku juga dong Kak?” Zara menggeleng cepat. Ini adalah hadiah dari sang suami. Bagaimana mungkin dia memberikannya begitu saja?Mendengar itu, Zara duduk di dekat Jenni. “Ini semua tadi dibelikan suami kakak,” jawabnya.Mendengar itu, wajah Jenni seketika berubah masam. Dia paling tidak suka keinginannya ditolak seperti ini apalagi sang kakak dianggapnya sedang berbohong.Sang mama yang mendengar ucapan Zara ikut menimpali.“Lalu apa kau pikir kami akan percaya orang miskin seperti suamimu bisa membelikan barang sebanyak ini?”Kevin menatap kesal karena sang mama mertua selalu saja merendahkan dirinya.“Ini benar-benar dari Kevin Ma,” jawab Zara.Mika Johanes mencebik, “ini semua produk palsu, dan Mama yakin hanya endorse. Sudahlah Zara jangan terlalu berlebihan menaikan derajat suamimu itu. Karena kami yakin dia untuk menyambung hidup saja tidak mampu.”“Benar kata Mama-mu itu. Sebaiknya segera kau ceraikan dia,” sambung Galen Johan membuat kedua tangan Kevin mengepal di sisi tubuhnya.Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m