Zidane terkejut karena tidak menemukan Annisa di tempat tidur begitu dia bangun. Awalnya, dia berpikir istrinya itu bangun lebih awal dan sedang di kamar mandi. Namun, begitu ia menyadari tak ada tanda-tanda seseorang berada di dalam sana, membuat Zidane mulai merasa cemas.
"Nona, apa kamu ada di dalam?" panggil Zidane sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Tak ada sahutan dari dalam sana sehingga membuat Zidane terpaksa membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.
Kedua alisnya mengernyit dalam saat tak menemukan siapa pun di dalam sana. Zidane pun menutup pintu kamar mandinya kembali.
"Dia pergi ke mana sepagi ini?" gumamnya pelan.
Matanya membulat begitu otaknya mulai memikirkan hal yang bukan-bukan. Derap langkah lebar itu langsung mengarah ke lemari pakaian dan langsung membukanya.
Zidane langsung bernapas lega karena pakaian Annisa masih bertengger rapi di dalam lemari. Menandakan bahwa pemiliknya tidak melarikan diri seperti yang dipi
Zidane dan Annisa turun dari mobilnya dan berjalan bersama-sama menuju ke kediaman Buana. Namun, sebelum mereka benar-benar masuk ke rumah mewah itu, Annisa tiba-tiba saja menghentikan langkahnya tepat di depan pintu."Ada apa, Nona?" tanya Zidane merasa heran.Annisa terdiam sambil menatap wajah pria itu dalam-dalam, beberapa detik kemudian terdengar suara helaan napas ke luar dari mulutnya."Apa pun yang kamu dengar nanti, anggap saja hanya angin lalu. Oke?" ujar Annisa.Alis Zidane mengernyit, mencoba mencerna maksud perkataan istrinya, kemudian dia pun menganggukkan kepalanya mengiakan.Annisa tersenyum manis, lalu menggandeng tangan Zidane layaknya seperti pasangan sungguhan yang membuat pria itu merasa terkejut saat melihat tangan sang istri melingkar di lengannya, tetapi sedetik kemudian dia tersenyum tipis dan membiarkan semuanya terjadi.Ini kedua kalinya Zidane memasuki rumah mewah keluarga Buana setelah acara akad nikahnya dengan
PRAAANG! Annisa membantingkan sendok dan garpu di atas meja, lalu beranjak dari tempat duduknya. Iris berwarna cokelat itu nampak murka menatap wajah ibu tirinya. Suasana di meja makan itu pun semakin terasa gersang dan tidak kondusif lagi. "CUKUP!" benatak Annisa. "Jangan pernah berani menghina suamiku lagi! Kalian tidak tahu apa pun tentang kehidupan kami. Jadi, jangan sok tahu dan berhentilah ikut campur urusan kami!" ujar Annisa lagi serius dan penuh penekanan di setiap kata-katanya. Deru napas penuh amarah itu menaik turun ke luar dari mulut Annisa. "Jika tujuan kalian mengundangku datang ke sini hanya untuk menghina suamiku, aku tidak akan pernah membiarkan semua itu terjadi. Kalian mengerti!" Bukan hanya Zidane, bahkan semua orang yang ada di meja makan itu terkejut melihat kemurkaan gadis berhijab yang selama ini selalu nampak terlihat tenang. Dia mengambil tasnya, lalu menarik paksa lengan Zidane untuk segera pergi dari sana.
"Apa?! Tapi kenapa?" Annisa terkejut begitu mendengar informasi tidak baik dikatakan oleh papanya. Kedua alisnya saling berpaut dengan sorot serius menatap wajah Reza selama beberapa detik, lalu berpindah ke arah Zidane yang duduk di sebelahnya."Tidak, tidak. Aku tidak setuju dengan ide Papa ini." Gadis berhijab itu menggelengkan kepalanya. "Ba-bagaimana bisa Papa tunjuk dia untuk menjadi CEO baru di perusahaan kita? Jangan bercanda, Pa. Papa tahu 'kan kalau Zidane ini belum memiliki pengalaman mengurus perusahaan besar."Annisa berucap sambil membayangkan apa jadinya bila nanti Zidane menjadi CEO di perusahaannya sementara dia tahu suaminya itu tidak memiliki keahlian di bidang tersebut. Yang ada semua akan semakin hancur dan perusahaan akan benar-benar gulung tikar.Mata tua yang tajam bagaikan elang itu melihat ke arah sang menantu yang sedari tadi duduk diam menyimak pembicaraan."Bagaimana menurutmu, Zidane? Apa aku bisa memercayakan amanah ini kepa
"Kamu yakin tidak ingin membeli apa pun lagi, Nona?" tanya Zidane begitu mereka sudah ke luar dari supermarket dengan membawa banyak barang belanjaan.Zidane sengaja mampir untuk berbelanja kebutuhan rumah sekaligus membeli kipas karena kipas yang ada sudah rusak.Annisa melihat belanjaan yang dia bawa, kemudian menjawab, "Sepertinya ini sudah cukup.""Baiklah. Jadi, sekarang kita mau ke mampir ke mana lagi?" tanya Zidane, memastikan. Pria itu berjalan menuju ke arah mobilnya yang terparkir rapi di parkiran, lalu memasukkan semua barang belanjaannya dan Annisa ke dalam bagasi."Aku lelah. Aku mau langsung pulang saja," jawab Annisa dengan ekspresi yang nampak kelelahan. Zidane pun mengangguk mengiakan keinginan istrinya."Apa pun untukmu, Nona." Dia membukakan pintu penumpang depan untuk Annisa sambil memamerkan senyum manis yang membuat Annisa bergidik ngeri pasalnya sikap pria itu nampak aneh setelah pulang dari rumah Reza.Anisa dan Zidan
Sepasang netra berwarna cokelat itu menatap tajam wajah pria yang ada di hadapannya tanpa berkedip. Kedua tangannya mengepal erat, menandakan titik emosi membuncah dalam dada. Namun, dia masih berusaha untuk menahan dan tidak bertindak gegabah."Sejak awal aku sudah curiga dengan pernikahan kalian. Aku merasa ada sesuatu yang janggal, dan ternyata itu benar!" ujar Yogi sambil tersenyum simpul ke arah Zidane.Yogi mengalihkan tatapannya ke arah Annisa yang masih bergeming di samping suaminya."Sayang, apa pria ini sudah mengancammu? Katakan semuanya kepadaku, akan kuberi dia pelajaran yang setimpal karena telah berani memanfaatkanmu," ucap Yogi lagi dengan nada penuh penekanan di setiap kata-katanya menyindir Zidane.Setelah berbicara dengan Annisa, Yogi pun mendekat ke arah Zidane, lalu menarik kerah kemeja pria itu dengan kasar."Brengsek! Berapa jumlah uang yang kamu minta kepada Annisa, hah?! Aku akan membayarnya dua kali lipat! Tapi kamu harus
"Zidane, kenapa kamu belum tidur?" tanya Annisa. Dia beranjak bangun dan melihat jam yang menempel di dinding menunjukan sudah pukul dua dini hari. Namun, suaminya nampak masih sibuk membaca file-file yang diberikan Reza. "Aku sedang mempelajari file penting perusahaan. Kenapa kamu bangun, Nona? Apa aku mengganggumu?" jawab Zidane. Dia merasa tidak enak hati karena telah mengganggu tidur Annisa dengan tidak mematikan lampu di kamarnya. "Tidak. Aku terbangun karena tenggorokanku terasa kering," ucap Annisa sembali menurunkan kakinya dari ranjang. "Oh. Tunggu sebentar, biar aku ambilkan minum untukmu." Zidane bersiap untuk pergi mengambilkan air minum untuk sang istri. Namun, niatnya tertahan karena Annisa mencegahnya. "Tidak perlu. Aku bisa mengambilnya sendiri di dapur. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu," ucap Annisa sambil beranjak berdiri dan bersiap untuk pergi. Zidane hanya mengangguk membiarkan istrinya pergi ke dapur, lalu dia mela
Sinar matahari pagi menyeruak masuk melalui celah-celah kaca jendela kamar, menerpa wajah cantik yang masih bergelung dalam selimut. Menyilaukan sekaligus menghangatkan.Gadis itu menggeliat merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, lalu menguap hingga sudut matanya mengeluarkan cairan bening karena masih mengantuk.Waktu menunjukkan sudah pukul 7.30 lewat beberapa detik. Annisa beranjak bangun dan turun dari tempat tidurnya, berniat untuk membereskan mukena dan sajadah yang dia pakai untuk salat subuh tadi. Namun, niatnya diurungkan karena ternyata seseorang sudah membereskannya lebih dulu."Pasti Zidane yang melakukannya," gumam Annisa. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya.Ingatannya berputar pada percakapan tadi malam mengenai kejelasan hubungannya dengan Zidane. Dan mereka sudah sepakat akan memulai semuanya dari persahabatan. Setidaknya, sekarang mereka tidak akan merasa canggung satu sama lain saat sedang berdekatan."Sudah bangu
"Bagaimana menurutmu? Apa kamu sudah paham semuanya?" tanya Annisa. Zidane terdiam sambil mengusap dagunya dengan pandangan tertuju pada file terakhir yang dia baca. Tak lama kemudian, kepala pria itu mengangguk-angguk pelan. "Ya, aku sudah mengerti." Annisa mengernyitkan alisnya merasa tidak yakin dengan jawaban Zidane karena pria itu berucap dengan ekspresi yang bertolak belakang dengan perkataannya. "Tapi kenapa aku merasa tidak yakin denganmu?" tanya Annisa, serius. Pria beralis tebal itu mengusap tengkuknya yang tidak gatal. "Apa yang membuatmu ragu, Nona?" "Ekspresi wajahmu menjelaskan bahwa kamu sedang ragu," sahut Annisa ketus. Zidane menyeringai, bersikap seolah tak melakukan dosa. "Entah kenapa, tiba-tiba saja jantungku berdebar hebat? Aku takut tidak bisa menjaga amanah ini, Nona." Nampak terlihat sorot kecemasan tersirat pada mata pria itu saat menatap istrinya. Ada gundah yang tak bisa dijel