Home / Rumah Tangga / Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati / 5. Seseorang yang Dicintainya

Share

5. Seseorang yang Dicintainya

Author: Annisarz
last update Last Updated: 2023-05-02 11:50:51

“Arif Sadewa?” ulang Madina langsung menyambar kertas yang dicekal Nadhif itu tanpa permisi.

“Nadina, tidak sopan mengambil sesuatu tanpa izin,” tutur Nadhif saat menyadari sang istri langsung menarik selebaran itu dari tangannya dan kini memandang fokus kertas itu.

“Sssutt! Diamlah dulu!” sergah Nadina melebarkan telapak tangannya ke depan wajah Nadhif. Pemuda itu hanya bisa mengerutkan dahinya dengan penuh tanya.

Mengapa Nadina sangat tertarik dengan nama Arif Sadewa bahkan hingga segera menarik selebaran itu dari tangannya. Kira-kira begitulah isi pikiran Nadhif saat ini.

“Ya ampun! Mas Dewa!” pekik Nadina langsung tampak semringah berbeda jauh saat dirinya menyeletuk ketus ke arah Nadhif.

“Mas Dewa? Kamu mengenal pemuda itu, Nadina?” tanya Nadhif kembali melirik selebaran di mana terdapat foto seorang fotografer bernama Arif Sadewa.

“Kamu dapat dari mana selebaran ini?!” sela Nadina tanpa gelagat hendak membalas pertanyaan Nadhif dengan jawaban. Mendapati tatapan datar dari Nadhif, Nadina menyadari sesuatu.

“Okey! Mas Nadhif! Mas dapat selebaran ini dari mana?” ulang Nadina kini berlaga lembut.

“Umi yang memberinya barusan. Besok dia yang akan memotret kita di acara resepsi. Kamu mengenal pemuda itu, Nadina?” jelas Nadhif beserta mengulang pertanyaan yang belum ia dapatkan jawabannya.

Nadina bisu sejenak. Ia bingung hendak mengatakan apa. Namun jauh di dalam hatinya ia senang jika mendengar nama itu.

“Ehm, bukan siapa-siapa!” sahut Nadina lalu hendak berbalik.

“Apa dia pemuda yang kau cintai dan kau kagumi itu, Nadina? Apakah pemuda itu Arif Sadewa?” Pertanyaan yang keluar dari mulut Nadhif itu seketika membuat gerakan Nadina berhenti.

Gadis itu tak jadi melanjutkan langkahnya dan masih berhenti dengan selangkah berbalik meninggalkan Nadhif. Sementara itu Nadhif berjalan mendekati Nadina.

Pemuda itu tampak telah bersiap dengan segala kemungkinan yang akan ia dengar dari mulut istrinya. Nadhif kini telah berada di hadapan Nadina yang kala itu sedikit menunduk sambil masih menggenggam selebaran fotografer itu.

“Nadina, saya sedang bicara denganmu. Barusan saya bertanya bukan memberi tahu. Itu bukan berita. Itu pertanyaan yang memerlukan jawaban, Nadina.” Nadhif kembali berucap.

“Apakah jika aku menyebut nama seorang pemuda itu berarti aku mencintainya, Nadhif?!” sergah Nadina lalu kini berjalan melewati Nadhif.

“Kamu tidak perlu menyembunyikan perasaanmu dari saya, Nadina. Saya tahu kamu sedang mengagumi pemuda lain saat pernikahan kita diputuskan. Apakah dia pemuda yang kamu maksud?” tanya Nadhif tanpa membalik badannya.

“Ya! Dia orangnya! Dia yang selama tujuh tahun selalu aku harapkan menjadi suamiku suatu saat nanti! Arif Sadewa! Pemuda pertama yang membuatku jatuh hati sejak pertama kali memandang matanya bahkan hingga detik ini! Apa aku salah jika aku masih mencintainya?! Pernikahan antara aku dan Mas Nadhif bukan pernikahan yang aku harapkan, Mas! Bukan pernikahan seperti ini yang aku impikan! Bukan!!” teriak Nadina memberontak.

Dada gadis itu tampak kembang kempis usai mengucapkan semua kalimat yang ia rasa mengganjal di dalam hatinya selama putusan pernikahannya itu. Bahkan ia tak tahu seberapa menyakitkan setiap kalimatnya yang masuk ke telinga suaminya.

“Mas Nadhif terkejut?! Kecewa?! Ah, sudahlah! Akhiri saja hubungan kita! Ceraikan aku! Toh tidak akan ada yang bahagia juga ‘kan, Mas?!” Nadina menarik lengan Nadhif yang berbalut baju koko itu hingga membuatnya kembali berhadapan dengan suaminya.

“Istigfar, Nadina! Perkataanmu sangat dibenci Allah! Pernikahan kita bukan permainan yang bisa kamu akhiri kapan saja! Kita telah diikat secara sah dengan janji sehidup semati yang sakral! Jangan kamu nodai makna pernikahan dengan mengucapkan permintaan perceraian.” Nadhif kali ini berucap tegas. Kalimatnya yang terkesan tegas dan pas mengena langsung membuat Nadina membisu.

Napas Nadina tampak sedikit kasar. Gadis itu bahkan mulai mengeluarkan air matanya di ujung mata. Entah apa yang ia rasakan. Entah penyesalan karena membentak sang suami atau penyesalan karena tak bisa meminta cerai dari Nadhif.

“Maafkan saya karena telah membentakmu. Tidak semestinya saya bicara kasar padamu, Nadina.” Nadhif memelankan nada dan volume suaranya.

“Saya tak akan masalah jika kamu masih mengagumi pria lain selagi itu masih dalam batas yang wajar. Tapi satu hal yang perlu kamu ingat Nadina. Kamu telah menjadi istri saya sekarang. Dan saya harap kamu tahu apa saja yang baik dilakukan dan apa yang tidak baik untuk dilakukan,” imbuh Nadhif memandang Nadina sendu.

“Aku mau istirahat. Mas Nadhif boleh keluar kamar tidak?” celetuk Nadina tanpa membalas semua petuah Nadhif tadi dan tanpa menatap mata pria di hadapannya itu.

“Baiklah.” Tak ada balasan lainnya, Nadhif langsung pergi begitu saja bahkan Nadina sempat membalik tubuhnya memandang pemuda itu seolah menangkap hawa kekecewaan dari suaminya itu.

Hari semakin sore, saat itu pukul lima di mana Nadhif mengetuk pintu kamar tiga kali dan tak mendapat balasan dari dalam. Pemuda itu lanjut membuka pintu kamarnya karena memanglah itu kamarnya sendiri.

“Assalamualaikum, Nadina!” pekik Nadhif lalu memasuki ruangan.

Nadina tak ada di atas ranjang. Nadhif beranggapan bahwa istrinya itu telah terlebih dahulu keluar kamar untuk persiapan sholat maghrib.

Pemuda itu pun berjalan menuju sebuah koper yang ada di sebelah lemari. Dibukanya koper itu namun ia tak mendapati pakaiannya di sana. Dibukanya lemari dan ia sedikit terkejut saat pakaiannya telah tertata rapi di sebelah pakaian Nadina.

“Ibu Khoiri benar, sebenarnya hatimu baik, Nadina!” bisik Nadhif.

Pemuda itu lalu mengambil salah satu pakaian kokonya. Sambil berbalik dan hendak berjalan menuju toilet, ia tampak melepaskan satu persatu kancing pakaian koko yang tadi masih ia kenakan sepulang dari rumah sakit.

Namun di saat yang bersamaan, dari arah toilet, Nadina baru selesai membasuh wajahnya dan keluar tanpa mengenakan hijab yang ia tanggalkan di atas ranjang.

Mata Nadina terperanjat saat melihat suaminya itu sedikit bertelanjang dada menunduk dan berjalan hendak menabraknya.

“Aaa!!” teriak Nadina sontak langsung membuat Nadhif berhenti dan mendongakkan kepala.

Mata mereka saling bertemu dan saat itu adalah saat pertama Nadhif melihat Nadina tanpa menggunakan hijab yang menutup kepalanya.

“Astagfirullah!” celetuk Nadhif langsung memalingkan wajahnya.

“Mas Nadhif kenapa masuk ke sini?! Kenapa juga membuka kancing pakaian di sini?!” sergah Nadina langsung berlari menuju ranjang dan mengenakan kembali hijabnya.

“Kamu sendiri juga kenapa keluar dari toilet tanpa hijab, Nadina?” lirih Nadhif kembali mengancingkan pakaiannya cepat.

“Astagfirullah! Kamu istriku, Nadina! Tidak apa aku melihat rambutmu sekarang ini, begitu pun denganmu,” tutur Nadhif langsung membuat Nadina memberikan tatapan canggung.

“Aku mau keluar bertemu umi. Pasti umi sudah menungguku sekarang!” Nadina dengan cepat meraih mukenanya dan pergi keluar kamar dengan sedikit berlari.

“Lucu sekali istriku itu!” kekeh Nadhif.

Sementara Nadhif masuk ke dalam toilet, Nadina telah bertemu dengan Aminah di serambi masjid.

“Apa kamu sudah sempat beristirahat, Nak?” tanya Aminah. Nadina mengangguk kecil.

“Umi punya satu rahasia yang hanya umi dan Nadhif yang mengetahuinya. Kamu pasti sebentar lagi juga akan mengetahuinya. Malam nanti pasti kamu akan mengetahui hal itu. Lihat saja, nanti!” bisik Aminah.

“Rahasia apa Umi?” Nadina mengerutkan dahinya.

“Nanti malam saat kamu tidur bersanding dengan Nadhif, kamu akan mengetahuinya, Sayang! Apa kamu sudah tidak sabar menunggu malam itu datang?” kekeh Aminah langsung membuat Nadina terdiam kaku.

Rahasia?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati   228. Mencintai itu Mengikhlaskan

    Melati memegang tangan Nadina dan membuat Nadina segera menoleh. “Benar, Mbak. Semuanya begitu cepat. InsyaAllah Abi Ali yang membantu kami juga, apa Mbak Nadina tidak keberatan?” tanya Melati. Wajah terkejut Nadina seketika berubah menjadi raut bahagia, wanita itu bahkan balas memegang tangan Melati dan menepuknya sebentar. “Untuk apa aku keberatan, Mel? Sudah pasti aku sangat senang!! Akhirnya sahabatku ini akan menikah juga! Aku turut bahagia untuk kalian berdua, ya! Kapan tanggal pernikahannya?” Nadina menoleh bergantian ke arah Melati dan Rayyan. Sepasang calon suami istri itupun tampak tersipu malu dengan ucapan yang Rayyan tuturkan. Sementara itu Nadina bisa melihat dengan jelas kebahahiaan di mata keduanya. Termasuk kebahagiaan lain yang tak Nadina lihat saat Rayyan mengatakan pemuda itu telah jatuh hati padanya. “Syukurlajh jika mereka benar-benar telah menemukan satu sama lain!” batin Nadina masih terus tersenyum tulis. “Insyaallah dalam waktu dekat, Mbak! Kami sekalia

  • Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati   227. Menutup Lembar

    Nadina terbangun di sebuah brankar rumah sakit, ia menoleh ke kiri dan melihat brankar lain yang menaungi putranya yang tak sadarkan diri. Ia kembali meneteskan air matanya. Baru saja ia tersadar, ingatannya kembali memutar apa yang terjadi, ia kembali mengingat kenyataan pahit Azif yang telah meninggalkan dunia ini. “Sayang, tenangkan dirimu. Semua sudah Allah takdirkan. Hidup dan mati hanya ada di tangan Allah. Azfi tidak lagi merasa cemas, tidak lagi takut, tidak lagi sakit dan sedih, dia pasti telah bahagia di sana.” Aminah mengelus pucuk kepala Nadina. “Putramu baik-baik saja, dokter bilang ia akan siuman tak lama lagi. Pertolongan datang tepat waktu sebelum Adnan harus lebih banyak menghirup gas beracun itu, Nadina.” Nadina tak bisa membalas, ia hanya terdiam sementara air matanya terus mengalir. Di satu sisi ia bersyukur karena putranya dapat selamat. Di sisi lain, ia sedih atas kematian Azif. Bahkan keajaiban Allah mengirimkan Azif untuk memberinya petunjuk agar bisa meng

  • Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati   226. Malaikat Penolong

    Rayyan berlari ke arah Nadina dan segera mengambil alih Adnan dari pelukan Nadina. “Rayyan?!” pekik Nadina terkejut bercampur bingung. “Jangan banyak bertanya dan bicara dulu, Nadina! Kita harus bawa Adnan ke rumah sakit sekarang!” pekik Rayyan langsung membawa Adnan pergi. Nadina menoleh ke belakang berniat menggendong Azif untuk juga pergi dari sana. Namun anehnya, bocah itu menghilang. Tak ada di sana, Nadina dengan sedikit kebingungan mesti melanjutkan langkahnya menyusul Rayyan. Tempat itu telah digerebek polisi, semua antek Azalea ditangkap, begitu pula dengan Azalea. Namun sudut mata Nadina menangkap bayangan Rukmi tengah menangis mengikuti petugas medis membawa seseorang lain masuk ke dalam ambulans. “Nadina, ayo cepat!!” pekik Rayyan mengingatkan Nadina untuk segera naik ke ambulans lain. Petugas medis segera melakukan pertolongan pertama pada Adnan, Nadina terus memegang tangan Adnan dan mengusapnya berharap sang anak akan sadar dan selamat. Rumah sakit menjadi tempat

  • Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati   225. Nyamuk Harus Mati

    “Azalea, berhentilah. Kau terlalu jauh. Adnan hanya anak kecil yang tak tahu apapun!” pekik Nadina. Azalea berjalan berkeliling ruangan menuju kaca tempat mereka bisa memandang Adnan yang mulai kelelahan itu. “Muhammad Adnan Maulana, dia memang masih seorang anak kecil berusia tujuh tahun, tapi ketahuilah Nadina. Anak tujuh tahun itu telah membuatku diadili oleh putraku sendiri!” “Ya, aku memang mengatur Azif untuk menarik perhatian Adnan. Aku membuat mereka berdua sangat dekat hingga Adnanmu itu sangat mempercayai putraku sehingga secara tak langsung mempercayaiku untuk secara cuma-cuma masuk ke dalam mobilku dan menemui kematiannya.” Pengakuan Azalea tiba-tiba mengingatkan Nadina dengan pesan Rukmi untuk terus menjaga diri dan putranya terlebih untuk tak mudah percaya kepada orang baru. “Tapi sayangnya! Anak kecil itu terlalu polos! Azifpun juga begitu! Dia rupanya sangat bahagia memiliki teman seperti Adnan, dia bahkan menyukaimu! Kau tahu? Telingaku panas mendengarnya merenge

  • Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati   224. Dendam Terpendam

    Jantung Nadina seakan berhenti berdetak. Foto yang ada benar-benar membuatnya kebingungan. Tampak di foto Azif bersama Adnan tengah bersiap memasuki mobil bersama seorang wanita yang tak lain dam tak bukan memili paras wajah yang sama dengan Putri Azalea. “Ya Allah! Jadi apa yang aku lihat kemarin ini benar? Foto dalam telepon itu benar Putri Azalea? Jadi dia dan putranya, Azif? Masih hidup? Ya Allah, dan Adnan! Bagaimana dengannya sekarang!” Tangisan Nadina tak bisa lagi terbendung ia gemetar bahkan amat lemas dan nyaris tak bisa mengendalikan dirinya. Namun tiba-tiba sebuah telepon video datang. Nadina getar hendak mengangkatnya. Baru saja panggilan itu terhubung, wajah Adnan berada di sana. “Adnan!! Ya Allah! Adnan!!” teriak Nadina histeris. Putranya tampak duduk lemas pada sebuah kursi dengan tangan dan tubuh yang terikat. Bocah itu tampak kelelahan dan menunduk setengah tak sadarkan diri. [“Hai, Nadina! Apa kau terkejut?”] Suara yang tujuh tahun lalu menghilang kini kembali

  • Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati   223. Unjuk Gigi

    “Nadina?!” pekik Rayyan yang terkejut atas kehadiran seseorang di kamar penginapannya itu. Pemuda itu segera berjalan memasuki kamar itu, Nadina terus berteriak seolah kembali teringat dengan kejadian kala itu. Rayyan meletakkan tasnya ke ranjang lalu mendekati Nadina dengan berjongkok. “Jangan!! Jangan mendekat!” teriak Nadina terus histeris. “Nadina! Ada apa?! Kau? Nadina! Ini aku Rayan! Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau di sini? Bagaimana bisa kau–” cecar Rayyan sembari menyentak pundak Nadina. Sentakan Rayyan seolah memberi membuat Nadina kembali tersadar. Wanita itu yang semula berteriak histeris ketakutan sekarang malah tampak menatap Rayyan tajam. Tangan Nadina dengan cepat mendorong Rayyan hingga pemuda itu tersungkur ke belakang. “Nadina? Apa yang kau la–” lirih Rayyan terputus. “Di mana, Adnan?!! Apa yang kau lakukan padanya, Ray!? Kenapa kau tega menyiksaku seperti ini?!! Kembalikan Adnan sekarang!! Di mana putraku?!” sergah Nadina segera bangkit dari posisinya. “

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status