Share

Bab 3. Dibela

"Saras! Kamu jangan melawan Mama. Justru, pernikahan yang berikutnya ini akan membuatmu bahagia. Dia seorang pengusaha muda, bukan sampah seperti suamimu ini!" bentak Diana penuh emosi.

Telunjuknya bahkan mengarah ke Gilang.

Namun, tak seperti yang diharapkan–Saras justru tampak menggeleng lemah. "Apalagi motif yang Mama berikan atas pernikahan kali ini? Apa Mama punya utang lagi?"

Ia seketika mengingat semua yang sudah dilakukan mamanya saat rencana pernikahan dirinya dengan Gilang. Dia sudah mengorbankan perasaan dan menekan egonya sendiri demi mamanya. Tapi, kini dengan entengnya, mamanya justru membuatnya semakin merasa terluka dengan membuat rencana pernikahan lagi. Apakah mamanya pikir dia ini objek yang bisa ditukar dengan uang?

Plakkk!

Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi putih Saras.

"Dasar anak tidak tahu diuntung! Apa kamu pikir, biaya hidup itu murah?" tanya sang mama memaki.

Gilang menahan amarahnya. Wajahnya merah padam. Hanya saja, itu semua tak terlihat karena tertutupi air comberan.

‘Awas kamu, Diana! Kamu sudah memperlakukanku seperti ini, bahkan kamu telah berani-beraninya berbuat kasar pada istriku yang notabene adalah anakmu sendiri!' batinnya kesal. Tapi, ia juga ingin melihat bagaimana sikap yang diambil Saras, saat mendapatkan tekanan seperti ini dari mamanya. Apakah wanita itu akan membelanya?

Di sisi lain, Surya cukup kaget saat melihat adegan pertengkaran ibu-anak tersebut. Ia panik jika rencananya akan gagal.

“Terima saja, Saras,” nasehatnya pura-pura baik, “kau layak mendapatkan suami yang lebih baik daripada pria ini.”

‘Dan aku akan mendapatkan bagianku sebagai hadiahnya. Hahaha...' lanjut Surya dalam hati.

Hanya saja, Saras tak mempedulikan pria antah-berantah itu. Ditatapnya sang mama dalam. "Ma, Saras rela jika harus bersuami Mas Gilang yang kata Mama anggap sampah! Tapi, Saras pikir itu lebih baik daripada pria yang tidak tulus dan mempunyai tujuan tertentu," sindir Saras saat memberikan pembelaan terhadap suaminya.

Diliriknya Surya penuh rasa jijik. Bagaimana mungkin pria semuda itu menjadi kekasih mamanya jika tanpa maksud lain?

Mendengar pembelaan Saras, Gilang jelas merasa senang.

Dia tidak percaya jika istrinya itu mau mempertahankannya meskipun sudah membuat keluarganya malu.

"Mas, ayo pergi mandi!" ajak sang istri pada Gilang.

Tampaknya, dia tidak mau jika mama dan pacar mamanya itu kembali menghina suaminya.

Dari belakang, Gilang takjub dengan ketegaran wanita itu.

Hanya saja, itu tak berlangsung lama karena tangisan Saras mulai terdengar.

"Kenapa nasibku seperti ini? Aku sudah mencoba untuk ikhlas menerima perjodohan dengan Mas Gilang meskipun aku tahu jika keadaan kamu seperti ini."

Saras bicara sendiri, tanpa melihat ke arah suaminya.

"Apakah aku masih bisa bertahan jika kamu seperti ini terus, Mas?" tanyanya kemudian.

Meski dia tidak yakin akan mendapat jawaban yang sesuai harapannya, setidaknya Saras ingin Gilang dapat merespons dirinya.

Setidaknya, ia tidak merasa sendiri.

Sayang, Gilang hanya diam.

Keraguan pun muncul dalam diri Saras. Apakah bisa ia kuat dan bertahan dalam keadaan seperti ini? Sebab, ia tidak bisa memantau Gilang seharian penuh.

Ceklek!

Pintu kamar dibuka oleh Saras.

Dia masuk bersama dengan Gilang, kemudian memintanya langsung masuk ke dalam kamar mandi.

"Mas Gilang bisa mandi sendiri, kan? Atau ..." gantung Saras bingung.

Memahami pertanyaan sang istri, Gilang sontak panik. "A-ku, aku bisa kok mandi sendiri," potongnya cepat.

Dia tidak mau jika harus dimandikan Saras. Biar bagaimanapun, dia lelaki normal. Bisa-bisa, penyamaran dirinya terbongkar.

Di sisi lain, Saras tersenyum tipis. Ia menyamakan perkataan suaminya seperti perkataan anak kecil, apalagi jika sudah berhadapan dengan air.

"Seandainya saja ada keajaiban yang bisa membuatmu normal, aku pasti akan mempertahankan hubungan ini, Mas. Tapi, apakah itu mungkin?" gumam Saras.

Meskipun gumaman Saras sangat pelan, tapi Gilang masih bisa mendengar dengan jelas karena wanita itu sedang membantu dirinya membuka baju di depan pintu kamar mandi.

Untung saja, Saras menganggap Gilang sebagai suami yang tidak normal sehingga tidak memiliki nafsu. Jadi, ia juga tidak tahu, apakah memiliki rasa ketertarikan dengan suaminya itu secara normal sebagaimana mestinya seorang istri, atau hanya sekedar rasa kasihan saja.

Justru, Gilang yang kini merasa malu.

Dengan menekan rasa yang tiba-tiba datang di antara kedua kakinya, Gilang segera berlari menuju ke dalam kamar mandi, seakan-akan sangat senang dan tak sabar untuk segera bermain-main dengan air.

"Hati-hati, Mas. Jangan sampai terpeleset, ya!" teriak Saras menasehati.

Cepat Gilang menganggukkan kepalanya, mengiyakan peringatan istrinya. Dia pura-pura bermain air, dengan tertawa-tawa senang.

"Horeee ... Air ..."

"Air ... Horeee!"

Melihat Gilang tampak antusias dengan cara mandinya, Saras tersenyum tipis kemudian menutup pintu dan menyiapkan pakaian ganti.

Gilang sendiri secepatnya membersihkan diri setelah pintu tertutup, karena sebenarnya dia juga sudah tidak tahan dengan bau air comberan yang tadi diguyurkan oleh Diana dan Surya.

"Aku pastikan kalian akan mendapatkan balasannya nanti!"

Tangan Gilang terkepal kuat saat ingat kejadian tadi. Dia benar-benar merasa geram dengan tingkah laku dan perbuatan mama mertuanya, yang tidak ada belas kasih sama sekali padanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status