"Saras! Kamu jangan melawan Mama. Justru, pernikahan yang berikutnya ini akan membuatmu bahagia. Dia seorang pengusaha muda, bukan sampah seperti suamimu ini!" bentak Diana penuh emosi.
Telunjuknya bahkan mengarah ke Gilang.Namun, tak seperti yang diharapkan–Saras justru tampak menggeleng lemah. "Apalagi motif yang Mama berikan atas pernikahan kali ini? Apa Mama punya utang lagi?"Ia seketika mengingat semua yang sudah dilakukan mamanya saat rencana pernikahan dirinya dengan Gilang. Dia sudah mengorbankan perasaan dan menekan egonya sendiri demi mamanya. Tapi, kini dengan entengnya, mamanya justru membuatnya semakin merasa terluka dengan membuat rencana pernikahan lagi. Apakah mamanya pikir dia ini objek yang bisa ditukar dengan uang?Plakkk!Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi putih Saras."Dasar anak tidak tahu diuntung! Apa kamu pikir, biaya hidup itu murah?" tanya sang mama memaki.Gilang menahan amarahnya. Wajahnya merah padam. Hanya saja, itu semua tak terlihat karena tertutupi air comberan.‘Awas kamu, Diana! Kamu sudah memperlakukanku seperti ini, bahkan kamu telah berani-beraninya berbuat kasar pada istriku yang notabene adalah anakmu sendiri!' batinnya kesal. Tapi, ia juga ingin melihat bagaimana sikap yang diambil Saras, saat mendapatkan tekanan seperti ini dari mamanya. Apakah wanita itu akan membelanya?Di sisi lain, Surya cukup kaget saat melihat adegan pertengkaran ibu-anak tersebut. Ia panik jika rencananya akan gagal.“Terima saja, Saras,” nasehatnya pura-pura baik, “kau layak mendapatkan suami yang lebih baik daripada pria ini.”‘Dan aku akan mendapatkan bagianku sebagai hadiahnya. Hahaha...' lanjut Surya dalam hati.Hanya saja, Saras tak mempedulikan pria antah-berantah itu. Ditatapnya sang mama dalam. "Ma, Saras rela jika harus bersuami Mas Gilang yang kata Mama anggap sampah! Tapi, Saras pikir itu lebih baik daripada pria yang tidak tulus dan mempunyai tujuan tertentu," sindir Saras saat memberikan pembelaan terhadap suaminya.Diliriknya Surya penuh rasa jijik. Bagaimana mungkin pria semuda itu menjadi kekasih mamanya jika tanpa maksud lain?Mendengar pembelaan Saras, Gilang jelas merasa senang.Dia tidak percaya jika istrinya itu mau mempertahankannya meskipun sudah membuat keluarganya malu."Mas, ayo pergi mandi!" ajak sang istri pada Gilang.Tampaknya, dia tidak mau jika mama dan pacar mamanya itu kembali menghina suaminya.Dari belakang, Gilang takjub dengan ketegaran wanita itu.Hanya saja, itu tak berlangsung lama karena tangisan Saras mulai terdengar."Kenapa nasibku seperti ini? Aku sudah mencoba untuk ikhlas menerima perjodohan dengan Mas Gilang meskipun aku tahu jika keadaan kamu seperti ini."Saras bicara sendiri, tanpa melihat ke arah suaminya."Apakah aku masih bisa bertahan jika kamu seperti ini terus, Mas?" tanyanya kemudian.Meski dia tidak yakin akan mendapat jawaban yang sesuai harapannya, setidaknya Saras ingin Gilang dapat merespons dirinya.Setidaknya, ia tidak merasa sendiri.Sayang, Gilang hanya diam.Keraguan pun muncul dalam diri Saras. Apakah bisa ia kuat dan bertahan dalam keadaan seperti ini? Sebab, ia tidak bisa memantau Gilang seharian penuh.Ceklek!Pintu kamar dibuka oleh Saras.Dia masuk bersama dengan Gilang, kemudian memintanya langsung masuk ke dalam kamar mandi."Mas Gilang bisa mandi sendiri, kan? Atau ..." gantung Saras bingung.Memahami pertanyaan sang istri, Gilang sontak panik. "A-ku, aku bisa kok mandi sendiri," potongnya cepat.Dia tidak mau jika harus dimandikan Saras. Biar bagaimanapun, dia lelaki normal. Bisa-bisa, penyamaran dirinya terbongkar.Di sisi lain, Saras tersenyum tipis. Ia menyamakan perkataan suaminya seperti perkataan anak kecil, apalagi jika sudah berhadapan dengan air."Seandainya saja ada keajaiban yang bisa membuatmu normal, aku pasti akan mempertahankan hubungan ini, Mas. Tapi, apakah itu mungkin?" gumam Saras.Meskipun gumaman Saras sangat pelan, tapi Gilang masih bisa mendengar dengan jelas karena wanita itu sedang membantu dirinya membuka baju di depan pintu kamar mandi.Untung saja, Saras menganggap Gilang sebagai suami yang tidak normal sehingga tidak memiliki nafsu. Jadi, ia juga tidak tahu, apakah memiliki rasa ketertarikan dengan suaminya itu secara normal sebagaimana mestinya seorang istri, atau hanya sekedar rasa kasihan saja.Justru, Gilang yang kini merasa malu.Dengan menekan rasa yang tiba-tiba datang di antara kedua kakinya, Gilang segera berlari menuju ke dalam kamar mandi, seakan-akan sangat senang dan tak sabar untuk segera bermain-main dengan air."Hati-hati, Mas. Jangan sampai terpeleset, ya!" teriak Saras menasehati.Cepat Gilang menganggukkan kepalanya, mengiyakan peringatan istrinya. Dia pura-pura bermain air, dengan tertawa-tawa senang."Horeee ... Air ...""Air ... Horeee!"Melihat Gilang tampak antusias dengan cara mandinya, Saras tersenyum tipis kemudian menutup pintu dan menyiapkan pakaian ganti.Gilang sendiri secepatnya membersihkan diri setelah pintu tertutup, karena sebenarnya dia juga sudah tidak tahan dengan bau air comberan yang tadi diguyurkan oleh Diana dan Surya."Aku pastikan kalian akan mendapatkan balasannya nanti!"Tangan Gilang terkepal kuat saat ingat kejadian tadi. Dia benar-benar merasa geram dengan tingkah laku dan perbuatan mama mertuanya, yang tidak ada belas kasih sama sekali padanya.Sementara itu, di teras depan, Surya kembali bertanya pada Diana–mengenai rencana mereka selanjutnya, "Bagaimana?""Sebaiknya kamu pulang saja dulu, ya? Aku akan membujuk Saras lagi supaya menyetujuinya."Diana tampak berpikir keras. Sepertinya, ia harus menggunakan cara yang sama, yaitu memaksa Saras untuk segera menikah dengan Mario."Tapi, jangan lupa nanti suruh calon menantuku itu mentransfer uang ke rekeningku, ya! Aku butuh uang untuk perawatan bulan ini." Diana berkata lagi.CupSurya segera mengecup bibir kekasihnya itu. "Tenang saja, Sayang. Mario pasti memberimu uang yang banyak, apalagi dia itu kan seorang pengusaha yang sukses. Aku saja mengajukan kerjasama dengannya untuk proyek yang akan datang."Diana tersenyum lebar mendengar perkataan kekasihnya, kemudian mencium bibir Surya yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 bulan terakhir ini.Kini keduanya saling berciuman tanpa rasa malu, padahal berada di teras depan rumah yang tentunya bisa dilihat dari jalanan depan.Tapi
Kini Saras membantu Gilang memakai kaos setelah selesai mandi.Secara tidak sengaja, Gilang justru menyentuh tangan istrinya.Mendadak kepala Gilang berdenyut kemudian mendapat sebuah penglihatan atau gambaran tentang keadaan Saras yang tidak sadarkan diri di sebuah kamar hotel.'Apa ini?' tanya Gilang dalam hati.Ada seorang pria yang tidak dikenalnya, berada di dalam kamar yang sama dengan Saras.Gilang bingung dengan penglihatannya ini, karena biasanya forecast yang dia miliki tidak bisa melihat masa depan. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.Bagaimana mungkin ia bisa melihat gambaran masa depan Saras dengan begitu jelas?Apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya di kamar hotel itu?Semua pertanyaan dari hasil penglihatannya ini menghantui pikirannya, membuat Gilang akhirnya tidak bisa tidur semalaman.'Bukan grafik? Kenapa tiba-tiba saja aku bisa melihat bagaimana keadaan di masa depan?' batin Gilang bertanya.'Tapi, kenapa Saras dengan pria lain? Siapa dia? At
Malam harinya, Saras tampak mempersiapkan diri untuk pergi ke acara makan malam.Dia sedang duduk menyisir rambutnya lagi, di depan cermin rias."Mas, Saras diajak mama sebentar," ucapnya menyadari Gilang yang hanya diam dan bengong melihat ke arah dirinya.Perempuan itu tak menyadari bahwa sebenarnya sang suami tengah meneliti lebih lanjut “penglihatannya”."Pergi? Ikuuutt ... aku ikuuutt, ya?"Akhirnya, Gilang mencoba untuk merengek agar diajak pergi. Dia merasa tidak tenang saat mendengar perkataan Saras, yang akan pergi karena ajakan mamanya.Saras terdiam sebentar memperhatikan suaminya.Karena wajah Gilang yang memelas, Saras tidak tega membiarkan Gilang sendirian di rumah. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya."Aku, bicara sama mama dulu ya? Mas Gilang, ganti baju dulu!"Gilang cepat menganggukkan kepalanya saat Saras pamit. Dia harus bisa bersandiwara, supaya Saras tidak meninggalkan dirinya sendiri di rumah.Begitu juga dengan Saras.Dia harus bisa menyakinkan mamanya, agar b
Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters."Maaf, hehehe ..."Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!""Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana."Jangan
Sehari setelah semua kekacauan yang terjadi malam itu, Diana merasa sangat malu untuk menghubungi Mario.Dia tidak punya keberanian untuk melanjutkan rencana perjodohan Saras dengan pengusaha muda tersebut.Sementara itu, di kantornya, Mario sedang marah. Tiba-tiba dia menggebrak meja kerjanya, membuat Surya yang saat ini berada di ruang kerjanya terkejut.Brakkk"Sialan! Benar-benar sial!" umpat Mario geram, "Semua rencana untuk Saras, sudah hancur!""Hm, maaf Mario. Tapi aku sudah mencoba untuk merayu Diana, dan katanya dia malu atas kejadian malam itu. Itulah sebabnya, dia ragu melanjutkan rencana yang kemarin." Surya, memberitahu alasan Diana.Mario terdiam sejenak untuk berpikir.Dia sudah terlanjur terpesona dengan kecantikan dan kemolekan Saras. Jadi, ia jelas masih menginginkan perempuan itu.Akhirnya, Mario meminta kepada Surya memberitahu Diana, untuk melanjutkan rencana mereka dengan imbalan yang lebih."Bilang sama pacar tuamu itu! Aku, akan memberikan uang 1 M. Ada satu
Mario duduk di meja kerjanya dengan ekspresi wajah yang tegang. Matanya membelalak saat ia melihat layar komputernya yang menampilkan grafik saham perusahaannya yang terus merosot. Alisnya mengernyit, dan ia menggigit bibirnya dengan gerakan kasar."Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa saham kami jatuh seperti ini?" tanya pria itu kebingungan.Sambil memegang kepala dengan satu tangan, Mario mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja dengan keras, mencerminkan tingkat stres yang tinggi."Mengapa investor kehilangan kepercayaan pada kami?"Ekspresi wajah pria tersebut mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan yang mendalam karena dia menyadari bahwa situasi ini bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaannya, yang telah dia bangun dengan susah payah."Saya telah bekerja keras untuk membangun perusahaan ini, dan sekarang semuanya hancur!"Tanpa sadar, Mario mulai mengepalkan tangannya kuat, hingga kuku-kuku jari tangan menancap di telapak tangan-membuat tetesan darah mulai menitik diatas meja kerj
"Sejauh ini kita sudah berhasil di planning B, Mas Gilang. Tinggal planning C dan itu tidak lama lagi."Ryan melaporkan hasil pertemuannya dengan Mario, bahwa pria tersebut sudah setuju menjual saham dan menerima investasi darinya.Sesuai dengan rencana, Ryan masuk ke perusahaan Mario sebagai investor.Semuanya sudah mereka planning-setelah dikuasai Gilang dengan bantuan Ryan, mereka akan membuat Mario hingga jatuh miskin dan tidak semena-mena lagi."Bagus. Tetap pantau secara langsung perkembangan yang ada. Jika ada sesuatu yang dia putuskan tanpa meminta pertimbangan darimu, beri peringatan!"Gilang memberikan jawaban dengan tegas. Saat ini mereka terhubung melalui telepon."Siap, Mas Gilang!" jawab Ryan patuh."Pokoknya buat dia semakin merasa tertekan dan tidak bisa bebas," ungkap Gilang, menginginkan kejatuhan Mario."Pasti! Sesuai dengan arahan Mas Gilang," tegas Ryan.Mereka berdua masih berbicara melalui telepon, membicarakan rencana selanjutnya."Terima kasih atas bantuannya,
"Ryan, lanjutkan planning selanjutnya!"Tegas, Gilang meminta Ryan untuk melanjutkan terencana mereka--terkait masalah Mario."Siap, Mas Gilang!" sahut Ryan dari seberang sana.Siang ini, Gilang menerima panggilan telepon dari Ryan di balkon kamarnya di lantai dua.Kebetulan mama mertuanya sedang pergi keluar rumah sehingga tidak ada orang yang mengawasinya."Pastikan dengan benar, bahwa harga saham perusahaan Mario benar-benar jatuh. Dan ingat, buat seperti tidak ada investor yang tertarik!"Lagi, Gilang memberikan instruksi terkait pekerjaan yang harus dilakukan Ryan."Semua sudah sesuai dengan planning, Mas Gilang. Tinggal menunggu saatnya tiba," ujar Ryan meyakinkan."Ya, aku percaya padamu."Setelahnya, Ryan memberikan laporan seperti biasa terbaik usaha yang dikelolanya."Satu jam yang lalu, sekretaris Mario juga sudah menghubungi saya, Mas Gilang. Dia berharap bisa bekerja sama denganku."Gilang tersenyum senang mendengar berita ini--rencananya akan segera terwujud!"Bagus, Rya