Diana mengangguk setuju, kemudian pria muda tersebut menyulut rokok dengan santainya.
"Hisap!" perintah pria tersebut dengan memaksa Gilang untuk menghisap rokok yang baru saja ia nyalakan.Gilang patuh, tapi tak lama kemudian..."Uhuk uhuk uhuk!"Gilang terbatuk karena tidak terbiasa dengan asap rokok.Dia memang tidak pernah merokok, karena tidak tahan dengan asap nikotin yang terkandung di dalam rokok tersebut."Hahaha..."Diana dan kekasihnya tertawa lepas.Tidak ada rasa kasihan di wajah mereka berdua, bahkan Diana juga diam saja di saat pria muda tersebut menjadikan punggung tangan Gilang sebagai asbak."Argh ..." pekik Gilang kesakitan.Rokok yang masih menyala itu mati saat ditekan ke punggung tangan Gilang. Kini, punggung tangannya melepuh karena terbakar."Hahaha ... Ternyata memang mengasyikkan, melihatnya kesakitan dan menderita seperti itu. Kau hebat, Surya."Diana tampak puas, seakan-akan melihat sebuah pertunjukan sirkus."Bagaimana jika kita mandikan dia dengan air kran itu, kemudian menjemurnya di jalan?" tanya Surya–memberi usul lagi untuk mengerjai sang menantu.Mendengar percakapan santai antara mertua dan kekasih mudanya itu, Gilang menahan emosi.Tangannya tampak mengepal. 'Dasar manusia-manusia penjilat. Aku pastikan kalian akan membayar semua ini! Kalian tidak akan pernah bisa melupakannya, meskipun ingin!' batin Gilang.Di sisi lain, Diana tampak tak masalah.Ia sendiri memang ingin meminta Saras segera menceraikan Gilang. Lagi pula, utangnya pada keluarga Gemilang sudah lunas begitu pernikahan diadakan.Lebih baik, ia mencarikan calon suami Saras berikutnya. Yang jelas, jangan sampai seperti Gilang lagi!"Ayo Sayang, tunggu apa lagi?!" ajak Surya bersemangat–menyadarkan wanita itu dari lamunannya.Seketika, Diana pun berdiri.Ditariknya tangan Gilang, lalu memaksa menantunya itu untuk berdiri.Tak lama, tubuh menantunya itu–ia semprot dengan air kran yang ada di halaman rumah."Ma, huuu ... Gilang udah mandi. Kenapa mesti dimandiin lagi? Ini juga masih pakai baju," rengek Gilang. Pria itu pura-pura ingin membuka baju, tapi segera dipelototi oleh Diana.Di sisi lain, Surya tersenyum miring. "Aku pastikan kamu akan mendapatkan perhatian khusus dari orang-orang setelah selesai mandi. Dengan demikian, Saras akan malu sehingga tidak ingin melihatmu lagi!"Pria itu ingin sekali mengerjai Gilang agar orang-orang di sekitar mengolok-ngolok dirinya sebagai orang gila.Bila Saras menemukan ini usai pulang kerja, perempuan yang tidak pernah mencintai suaminya itu–jelas akan putus asa dan lelah.Voila, Saras pasti akan langsung menceraikan Gilang dan dapat dinikahi oleh pengusaha sukses yang gosipnya adalah rekan kerja dari “Ryan”, pengusaha yang dijuluki jenius abad ini. Membayangkan bahwa akan ada koneksi besar lewat keluarga kekasihnya, Surya tertawa bahagia. Ia pasti akan kecipratan kekayaan yang luar biasa!"Sayang, kamu yakin jika rencana kita ini bisa berhasil?" tanya Diana mendadak. Terlihat, ia mulai ragu."Tenang saja, Cinta. Aku pastikan ini berhasil!" jawab pria itu penuh percaya diri.Sejurus kemudian, Surya mengambil seember air got di parit. Ia kemudian mengguyurkannya pada Gilang.Hal ini jelas membuat Gilang ingin muntah, tapi ia mengingatkan diri untuk harus bisa menahan diri.Jika tidak, rencana yang selama ini dibangun akan gagal.'Sialan ini orang! Brengsek!' Makian tersebut hanya bisa dilontarkan Gilang dalam hati. Dia tidak mungkin mengucapkannya secara langsung dihadapan Diana dan Surya.Namun, tak lama terdengar suara tepuk tangan dan tawa riuh di sekelilingnya.Plokk! Plokk! Plokk!"Orang gila! orang gila!"Anak-anak kecil yang kebetulan lewat di depan rumah–bersorak-sorak mengolok-olok Gilang."Ughh ... bau!""Huuu ..."Harga diri Gilang jelas jatuh. Hal ini membuat pria itu mengepalkan tangannya kuat agar emosinya tidak meledak dan balik balas memaki anak-anak tersebut.Diliriknya sang ibu mertua. Semua ini adalah salahnya!Bruk!Beberapa anak mulai melempar batu atau kertas, bahkan sampah ke arah Gilang!Namun, ia hanya diam tanpa ekspresi.Melihat keteguham Gilang, Diana tampak kesal."Dasar menantu sampah! Cuih!" makinya bersama yang lain.Bahkan, ia meludahi sang menantu.Setelah puas menikmati permainan yang dilakukannya dengan Surya, Diana kembali menyeret Gilang untuk masuk ke dalam lagi."Ma, apa-apaan ini?"Saras yang baru saja keluar dari taksi bertanya heran. Ia baru saja pulang kantor, tetapi menemukan pemandangan yang luar biasa mengejutkan!Sementara itu, Diana dan Surya tersenyum. Rencana mereka berhasil. Saras pasti muak melihat penampilan suaminya yang tidak berguna."Kalau saja bukan untuk melunasi hutang, Mama gak rela kamu nikah sama sampah ini, Saras! Kamu adalah anakku yang cantik, masa iya dapat suami kayak gini!"Diana berteriak menjawab pertanyaan anaknya, berpura-pura tersakiti. Wanita itu seolah lupa bahwa dirinya bahkan sampai mengancam Saras saat itu."Sabar, Sayang. Sabar,” ucap Surya lembut, “malu dilihat banyak orang."Keduanya berpura-pura peduli pada Saras.Padahal, tangan Surya kini menempelkan puntung rokoknya lagi ke punggung tangan Gilang yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk."Tapi Mama sudah keterlaluan! Apa yang kalian lakukan pada Mas Gilang?" tanya Saras dengan amarahnya."Kamu memanggil sampah ini, Mas? Jangan buat Mama muntah, Saras!"Diana tampak merasa jijik.Tapi, Surya justru tersenyum miring. Ia merasa puas bahwa rencananya berhasil. Memang inilah yang ingin dia saksikan.Istri mana yang mau melihat suaminya seperti orang gila dan tak mampu melawan sama sekali?"Mas. Mas Gilang kenapa tidak melawan?" tanya Saras menarik tangan Gilang yang tadi dipegang mamanya.Saras sendiri sebenarnya jijik dan ingin muntah, dengan bau dan badan Gilang kotor. Hanya saja, biar bagaimanapun, pria ini masih berstatus suaminya.Ia berharap Gilang dapat melawan, tetapi pria itu masih saja diam."Kamu lihat sendiri, Saras?! Gilang justru mandi dengan air comberan di depan. Banyak anak-anak yang menyorakinya gila, bahkan mau mengaraknya keliling perumahan. Memalukan!"Diana berekspresi marah sekaligus jijik."Saras, sebaiknya kamu menceraikan suami sampah ini. Terima tawaran Mama, ya? Kamu pasti akan bahagia saat menikah dengan pria pilihan mama," tambahnya lagi.Segala cara wanita itu akan lakukan agar anaknya itu setuju.Hanya saja, Saras justru menatap wajah Diana penuh luka. "Mama, kenapa Mama selalu mengatur pernikahan Saras? Dulu, Mama meminta Saras menerima Mas Gilang karena Mama tidak bisa membayar hutang. Saras sudah menerima dijadikan sebagai alat pembayaran hutang Mama, dan sekarang Mama masih saja tidak puas membuat Saras menderita?"Pertanyaan ini membuat siapa saja yang ikut mendengarnya merasa sedih, termasuk Gilang.Dia tahu kalau Saras menerimanya dengan terpaksa. Tapi, wanita itu tidak pernah memperlakukannya dengan buruk.Rencana Diana kali ini keterlaluan.Gilang merasa tidak bisa menahan diri. Sayangnya, waktunya belum tepat untuk mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya.“Saras, maaf. Aku pastikan kamu tak akan menderita seperti ini lagi,” batin pria itu diam-diam mengepalkan tangan."Hai, tekan dada bagian jantungnya!" seru penjaga, pada napi yang berikan bantuan pertama."Egh! Eh, tetap gak bisa, pak!" teriak napi tersebut, merasa putus asa.Napi-napi lainnya berusaha memberikan pertolongan pertama pada Mario, tetapi sayangnya, kondisinya sudah terlalu parah.Meskipun upaya mereka lakukan sebaik mungkin, Mario akhirnya meregang nyawa dalam keadaan yang menyedihkan. Suasana sel berubah menjadi hening dan penuh duka cita.Pagi harinya, berita kematian Mario telah menyebar ke seluruh lapas. Para napi terkejut dan bingung dengan kejadian tersebut. Beberapa berbisik-bisik dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Gak nyangka," kata napi yang memiliki kamar di seberangnya Mario."Tapi, apakah tidak ada yang mencurigakan sebelumnya?" tanya yang lain."Apa? Sepertinya tidak ada. Mario, bersikap seperti biasanya tidak ada yang terlihat aneh." Napi yang kebetulan satu ruangan dengan Mario, memberikan jawaban.Beberapa dari mereka mencoba mendekati Rico, yang
"Hai, Bos Mario. Saya mendengar Anda cukup terkenal di dunia ini," sapa Rico, yang mencoba mendekati Mario."Heh, siapa yang memberi tahu tentang itu, bocah?" sahut Mario dengan nada sombong."Oh, banyak orang di sini. Mereka bilang Anda punya reputasi yang hebat," terang Rico yang mulai berakting.Kekasih Diana itu memang sengaja menyanjung Mario, agar pria itu percaya padanya. Dengan demikian, ia bisa dengan mudah melakukan rencana yang sudah dibuat oleh Gilang untuknya.Gilang harus berhati-hati, karena rencananya melibatkan tindakan ilegal dan berbahaya. Langkah ini bisa memiliki konsekuensi serius, termasuk hukuman pidana bagi Gilang sendiri jika dia ketahuan terlibat dalam rencana tersebut.Tapi Gilang juga yakin jika Rico mampu melakukan semua hal yang sudah dipersiapkan untuk balas dendam pada Mario."Hm, tergantung perspektif orang sih. Bagaimana denganmu, bocah? Bagaimana kau bisa di sini?" Mario bertanya pada Rico."Hahaha ... Sama seperti banyak dari kita di sini, terjebak
"Mama!" Setu Saras, melihat keadaan mamanya yang tidak sadarkan diri."Sayang?" Rico ikutan panik.Situasi semakin rumit. Rico yang memberikan keputusan penting dalam hubungan percintaannya, membuat Diana terkejut dan akhirnya kehilangan kesadaran.Gilang dan Saras saling berpandangan, tak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua sangat terpukul dengan kondisi Diana yang seperti ini, namun mereka tetap berusaha untuk menangani situasi dengan bijak.Mereka segera memanggil bantuan dan berusaha meredakan keadaan. Semua ini tidak mudah, tetapi mereka harus bersikap tenang dan bijaksana untuk menghadapi masalah ini.Setelah beberapa saat, Diana akhirnya sadar. Gilang dan Saras masih berusaha menjaga ketenangan."Mama Diana? Mama Diana?" panggil Gilang, mencoba menyadarkan Mama mertuanya."Ma, bangun, Ma!" lirih suara Saras, dengan menekan-nekan telapak tangan mamanya."Kita bawa ke rumah sakit, saja!" ajak Gilang, mengingat kondisi Diana.Saras hanya mengangguk lemah, masih terlihat terpukul
"Hai, sayang. Uluh-uluh ... Mama kangen sama kamu dan Rafi," ungkap Diana, Begitu tiba di rumah Gilang. Wanita itu datang keesokan harinya, setelah mendapatkan undangan dari Gilang kemarin. Diana dan kekasihnya datang ke rumah Gilang, sesuai dengan permintaan dari Gilang."Apa kabar, Ma? Bagaimana keadaan, Mama? Sudah benar-benar sehat?" tanya Saras."Emh ... Mama__""Ma, urusan dengan keluarga korban bagaimana? Mereka tidak mempermasalahkan lagi, kan?"Saras langsung mengajukan beberapa pertanyaan secara bersamaan, tidak memberikan kesempatan pada mamanya untuk menjawabnya satu persatu terlebih dahulu."Mari, kita duduk dulu! Aku juga ingin berbincang-bincang dengan kalian berdua," terang Gilang, mengajak kedua orang yang baru saja datang untuk duduk di ruang tamu."Tentang apa?" Kekasih Diana mengajukan pertanyaan - seperti merasakan tidak nyaman."Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berbincang-bincang saja," terang Gilang menjelaskan agar Rico tidak curiga.Diana melirik ke arah Sa
"Sayang, mmmhhh ... aku ingin mencari tahu lebih mengenai kekasih muda mama. Aku merasa curiga dengan niatnya mau bersama dengan mama," terang Gilang."Ya, mas. Mungkin sebaiknya kita mencari tahu lebih lanjut agar tidak ada masalah di kemudian hari," jawab Saras, yang tidak pernah setuju dengan kelakuan mamanya.Mereka kemudian bekerja sama untuk mencari informasi mengenai kekasih muda Diana, untuk memastikan bahwa tidak ada yang akan merugikan mama mertuanya dalam hubungan tersebut.Mereka berhasil mengumpulkan beberapa informasi tentang kekasih muda Diana. Ternyata, pria tersebut memang seorang model yang cukup sukses. Namun, Gilang masih merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres."Sayang, aku masih merasa curiga. Mungkin sebaiknya aku bicara langsung dengan mama Diana, atau bagaimana ya?" Gilang meminta pendapat isterinya."Iya, mas. Aku rasa itu adalah langkah yang baik," ujar Saras setelah berpikir.Gilang kemudian menghubungi Diana dan meminta untuk bertemu dengan kekasih mudan
"Saat ini tim sedang melakukan riset pasar potensial, Mas. Kami akan segera menyusun strategi untuk memasuki pasar baru." Akhirnya Ryan memberikan jawaban."Bagus, Ryan. Pastikan kita memiliki rencana yang matang sebelum melangkah lebih jauh," puji Gilang dengan menepuk Bunda asistennya tersebut."Saya akan memastikan semuanya terencana dengan baik, Mas." Ryan mengangguk patuh.Begitulah Ryan, yang selalu melakukan tugas dari Gilang tanpa banyak protes. Ia akan berusaha untuk melakukan semuanya dengan sebaik mungkin.Gilang juga tidak pernah ragu, apalagi kecewa dengan kinerja Ryan selama ini. Asistennya itu adalah orang yang sangat setia dan jujur. Jadi, tentunya Gilang selalu bisa menjadikan Ryan sebagai andalannya."Bagus, Ryan. Teruskan kerja kerasmu. Kita harus terus berkembang dan menghadapi setiap tantangan dengan baik." Gilang berbicara dengan nada bangga."Tentu, Mas. Saya dan tim, siap untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan ini." Ryan menggangguk - memastikan.Gilang