Share

Bab 2. Penyiksaan

Diana mengangguk setuju, kemudian pria muda tersebut menyulut rokok dengan santainya.

"Hisap!" perintah pria tersebut dengan memaksa Gilang untuk menghisap rokok yang baru saja ia nyalakan.

Gilang patuh, tapi tak lama kemudian...

"Uhuk uhuk uhuk!"

Gilang terbatuk karena tidak terbiasa dengan asap rokok.

Dia memang tidak pernah merokok, karena tidak tahan dengan asap nikotin yang terkandung di dalam rokok tersebut.

"Hahaha..."

Diana dan kekasihnya tertawa lepas.

Tidak ada rasa kasihan di wajah mereka berdua, bahkan Diana juga diam saja di saat pria muda tersebut menjadikan punggung tangan Gilang sebagai asbak.

"Argh ..." pekik Gilang kesakitan.

Rokok yang masih menyala itu mati saat ditekan ke punggung tangan Gilang. Kini, punggung tangannya melepuh karena terbakar.

"Hahaha ... Ternyata memang mengasyikkan, melihatnya kesakitan dan menderita seperti itu. Kau hebat, Surya."

Diana tampak puas, seakan-akan melihat sebuah pertunjukan sirkus.

"Bagaimana jika kita mandikan dia dengan air kran itu, kemudian menjemurnya di jalan?" tanya Surya–memberi usul lagi untuk mengerjai sang menantu.

Mendengar percakapan santai antara mertua dan kekasih mudanya itu, Gilang menahan emosi.

Tangannya tampak mengepal. 'Dasar manusia-manusia penjilat. Aku pastikan kalian akan membayar semua ini! Kalian tidak akan pernah bisa melupakannya, meskipun ingin!' batin Gilang.

Di sisi lain, Diana tampak tak masalah.

Ia sendiri memang ingin meminta Saras segera menceraikan Gilang. Lagi pula, utangnya pada keluarga Gemilang sudah lunas begitu pernikahan diadakan.

Lebih baik, ia mencarikan calon suami Saras berikutnya. Yang jelas, jangan sampai seperti Gilang lagi!

"Ayo Sayang, tunggu apa lagi?!" ajak Surya bersemangat–menyadarkan wanita itu dari lamunannya.

Seketika, Diana pun berdiri.

Ditariknya tangan Gilang, lalu memaksa menantunya itu untuk berdiri.

Tak lama, tubuh menantunya itu–ia semprot dengan air kran yang ada di halaman rumah.

"Ma, huuu ... Gilang udah mandi. Kenapa mesti dimandiin lagi? Ini juga masih pakai baju," rengek Gilang. Pria itu pura-pura ingin membuka baju, tapi segera dipelototi oleh Diana.

Di sisi lain, Surya tersenyum miring. "Aku pastikan kamu akan mendapatkan perhatian khusus dari orang-orang setelah selesai mandi. Dengan demikian, Saras akan malu sehingga tidak ingin melihatmu lagi!"

Pria itu ingin sekali mengerjai Gilang agar orang-orang di sekitar mengolok-ngolok dirinya sebagai orang gila.

Bila Saras menemukan ini usai pulang kerja, perempuan yang tidak pernah mencintai suaminya itu–jelas akan putus asa dan lelah.

Voila, Saras pasti akan langsung menceraikan Gilang dan dapat dinikahi oleh pengusaha sukses yang gosipnya adalah rekan kerja dari “Ryan”, pengusaha yang dijuluki jenius abad ini. Membayangkan bahwa akan ada koneksi besar lewat keluarga kekasihnya, Surya tertawa bahagia. Ia pasti akan kecipratan kekayaan yang luar biasa!

"Sayang, kamu yakin jika rencana kita ini bisa berhasil?" tanya Diana mendadak. Terlihat, ia mulai ragu.

"Tenang saja, Cinta. Aku pastikan ini berhasil!" jawab pria itu penuh percaya diri.

Sejurus kemudian, Surya mengambil seember air got di parit. Ia kemudian mengguyurkannya pada Gilang.

Hal ini jelas membuat Gilang ingin muntah, tapi ia mengingatkan diri untuk harus bisa menahan diri.

Jika tidak, rencana yang selama ini dibangun akan gagal.

'Sialan ini orang! Brengsek!' Makian tersebut hanya bisa dilontarkan Gilang dalam hati. Dia tidak mungkin mengucapkannya secara langsung dihadapan Diana dan Surya.

Namun, tak lama terdengar suara tepuk tangan dan tawa riuh di sekelilingnya.

Plokk! Plokk! Plokk!

"Orang gila! orang gila!"

Anak-anak kecil yang kebetulan lewat di depan rumah–bersorak-sorak mengolok-olok Gilang.

"Ughh ... bau!"

"Huuu ..."

Harga diri Gilang jelas jatuh. Hal ini membuat pria itu mengepalkan tangannya kuat agar emosinya tidak meledak dan balik balas memaki anak-anak tersebut.

Diliriknya sang ibu mertua. Semua ini adalah salahnya!

Bruk!

Beberapa anak mulai melempar batu atau kertas, bahkan sampah ke arah Gilang!

Namun, ia hanya diam tanpa ekspresi.

Melihat keteguham Gilang, Diana tampak kesal.

"Dasar menantu sampah! Cuih!" makinya bersama yang lain.

Bahkan, ia meludahi sang menantu.

Setelah puas menikmati permainan yang dilakukannya dengan Surya, Diana kembali menyeret Gilang untuk masuk ke dalam lagi.

"Ma, apa-apaan ini?"

Saras yang baru saja keluar dari taksi bertanya heran. Ia baru saja pulang kantor, tetapi menemukan pemandangan yang luar biasa mengejutkan!

Sementara itu, Diana dan Surya tersenyum. Rencana mereka berhasil. Saras pasti muak melihat penampilan suaminya yang tidak berguna.

"Kalau saja bukan untuk melunasi hutang, Mama gak rela kamu nikah sama sampah ini, Saras! Kamu adalah anakku yang cantik, masa iya dapat suami kayak gini!"

Diana berteriak menjawab pertanyaan anaknya, berpura-pura tersakiti. Wanita itu seolah lupa bahwa dirinya bahkan sampai mengancam Saras saat itu.

"Sabar, Sayang. Sabar,” ucap Surya lembut, “malu dilihat banyak orang."

Keduanya berpura-pura peduli pada Saras.

Padahal, tangan Surya kini menempelkan puntung rokoknya lagi ke punggung tangan Gilang yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.

"Tapi Mama sudah keterlaluan! Apa yang kalian lakukan pada Mas Gilang?" tanya Saras dengan amarahnya.

"Kamu memanggil sampah ini, Mas? Jangan buat Mama muntah, Saras!"

Diana tampak merasa jijik.

Tapi, Surya justru tersenyum miring. Ia merasa puas bahwa rencananya berhasil. Memang inilah yang ingin dia saksikan.

Istri mana yang mau melihat suaminya seperti orang gila dan tak mampu melawan sama sekali?

"Mas. Mas Gilang kenapa tidak melawan?" tanya Saras menarik tangan Gilang yang tadi dipegang mamanya.

Saras sendiri sebenarnya jijik dan ingin muntah, dengan bau dan badan Gilang kotor. Hanya saja, biar bagaimanapun, pria ini masih berstatus suaminya.

Ia berharap Gilang dapat melawan, tetapi pria itu masih saja diam.

"Kamu lihat sendiri, Saras?! Gilang justru mandi dengan air comberan di depan. Banyak anak-anak yang menyorakinya gila, bahkan mau mengaraknya keliling perumahan. Memalukan!"

Diana berekspresi marah sekaligus jijik.

"Saras, sebaiknya kamu menceraikan suami sampah ini. Terima tawaran Mama, ya? Kamu pasti akan bahagia saat menikah dengan pria pilihan mama," tambahnya lagi.

Segala cara wanita itu akan lakukan agar anaknya itu setuju.

Hanya saja, Saras justru menatap wajah Diana penuh luka. "Mama, kenapa Mama selalu mengatur pernikahan Saras? Dulu, Mama meminta Saras menerima Mas Gilang karena Mama tidak bisa membayar hutang. Saras sudah menerima dijadikan sebagai alat pembayaran hutang Mama, dan sekarang Mama masih saja tidak puas membuat Saras menderita?"

Pertanyaan ini membuat siapa saja yang ikut mendengarnya merasa sedih, termasuk Gilang.

Dia tahu kalau Saras menerimanya dengan terpaksa. Tapi, wanita itu tidak pernah memperlakukannya dengan buruk.

Rencana Diana kali ini keterlaluan.

Gilang merasa tidak bisa menahan diri. Sayangnya, waktunya belum tepat untuk mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya.

“Saras, maaf. Aku pastikan kamu tak akan menderita seperti ini lagi,” batin pria itu diam-diam mengepalkan tangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status