Usai mengatasi ayahnya di bawah, Crystal pun dengan cepat, bahkan entah demi apa ia harus berjinjit saat melangkahkan kaki menaiki anak tangga, segera menemui Ethan di kamarnya. Tetapi pria itu bahkan tak ada lagi di sana. Menyebalkan! Sungguh tidak bisa di beri tahu.
Crystal pun kini beralih ke kamar Ethan di sebelah kamarnya. Saat hendak menutup pintu kamarnya sendiri, ia sempat tercenung sesaat. Heran, bagaimana bisa Ethan membuka pintu kamarnya tanpa merusaknya? Padahal ia yakin sudah menguncinya dengan benar tadi.Namun tak ingin berlama-lama memikirkan hal itu, Crystal pun segera menuju kamar Ethan dan langsung membuka pintunya. Sayangnya Ethan sudah menguncinya dari luar.Crystal menggedor pintu kamar itu."Ethan! Buka pintunya!" kata Crystal dengan nada suara tidak rendah atau pun tinggi.Crystal takut jika meneriaki Ethan terlalu keras, bisa mengundang perhatian ayahnya dan Jordy nanti."Hei, Bajingan! Buka pintunya at"Berhati-hatilah karena sekarang kita adalah musuh," kata Julia mengancam."Julia, kau jangan mengancamku, aku tidak suka ancaman," jawab Ethan membalas kata-kata Julia itu."Tentu aku tahu itu. Tapi Ethan, sekarang coba kau pikirkan. Saat ini aku di posisi yang tidak bisa kau tawar-tawar lagi. Aku akan memulai dari Isaac terlebih dahulu," kata Julia sambil memajukan langkahnya lagi.Bertepatan dengan itu langkah kaki Isaac sampai di pinggir tebing. Dan Julia sedang berada di hadapan Isaac hanya beberapa langkah di depannya. Anak buah The Monster pun berada di belakang Julia hanya beberapa meter lengkap dengan senjata mereka."Aku memberimu pilihan terakhir. Kau ikut denganku dan aku memberimu kebebasan dalam memilih ingin bergabung dengan The Monster atau kau ingin hidup dan berada di Ventra Della Terra. Atau ... " Julia terdiam sejenak sambil melihat ke arah belakang Isaac di mana di sana membentang laut Mediterania yang berwarna biru. Ah tidak, harusnya memang berwarna biru namun
"Isaaac ... di mana dirimu? Ayolah, Sayang! Aku menantimu! Kau tahu? Ventra Della Terra tidak semengerikan itu. Itu hanya ruang bawah tanah. Kau masih diberikan makanan, minuman, dan yah sedikit pencahayaan dan juga oksigen yang emmmh .... meski sedikit lembah dan apek. Tapi percayalah itu lebih baik daripada kau dikubur hidup-hidup dengan peti mati," kekeh Julia.Suara Julia menggema di hutan itu. Sepertinya dia memang sengaja berbuat demikian untuk memberikan efek psikologi yang dahsyat pada korbannya sebelum akhirnya dia menangkapnya nanti. Ia ingin menakut-nakuti Isaac. Julia benar-benar sudah hilang sisi kemanusiaannya.Mata memicing menatap ke sekitarnya. Di sekitar itu ada banyak semak-semak yang sangat mungkin menjadi tempat persembunyian Isaac. Beberapa sudah diperiksa oleh anak buah The Monster, namun nihil, tak ada Isaac di sana. Namun ada satu kumpulan semak lagi yang belum mereka periksa. Ia pun melangkah selangkah demi selangkah menuju ke semak itu, dan ...Ssssrkkk ...
"Bagaimana, Nona? Apa kira-kira kau bekerja sama denganku?" tanya Alfonso kala itu.Julia langsung tersadar dari pikiran buruknya, lalu ia pun mendelik sinis pada Alfonso, sadar kalau pria itu bermaksud memanfaatkannya. Apa maksud pria itu ingin memprovokasinya agar tidak setia pada Ethan? Tidak, tidak, tidak! Julia tidak dapat membiarkan hal itu terjadi. Ia tak boleh terpancing untuk melakukan sesuatu yang buruk hanya karena terprovokasi orang lain. Ini bukan dirinya. Justru dia berada di sini adalah karena kesetiannya pada Ethan! Jadi mana mungkin kalau dia menjual kesetiaannya pada orang yang bahkan dia kenal sebagai pecundang yang sudah membuat Ethan susah?"Nona!""Tutup mulutmu itu, Bedebah! Aku tidak tertarik bekerja sama denganmu," kata Julia dengan ketus.Ia pun segera mengambilkan makanan dan minuman di kardus dan memasukkannya melalui teralis besi. Kemudian ia segera meninggalkan tempat itu. Setelah beberapa hari Julia mencoba untuk melupakan kata-kata Alfonso, mencoba m
"Kau yakin tidak akan menyesali keputusanmu ini, Julia?" tanya Alfonso pada Julia, partner barunya yang berharga.Bagaimana tidak berharga, Julia adalah orang kepercayaan Capo dei Capi yang akhirnya termakan bujuk rayunya. Wanita itu pada akhirnya sepakat untuk menjual kesetiannya terhadap Ethan dan bersedia bergabung dengan kelompoknya, The Monster."Aku tidak akan menyesal terhadap keputusan apa pun yang sudah kubuat," jawab Julia datar.Mendengar jawaban dari gadis itu, Alfonso menjadi terkekeh dibuatnya. Sungguh dia adalah playboy sejati. Paling tahu apa yang ada di dalam hati seorang wanita, meskipun orang itu adalah musuhnya sendiri.Semua berawal ketika Julia bertugas memberi makan orang-orang yang berada di Ventra Della Terra. Biasanya orang yang bertugas untuk memberikan pada para tahanan itu makanan adalah Giovanni dan juga Jorge. "Ju, aku mungkin akan pulang terlambat ke Nido. Harusnya pagi ini aku sudah kembali ke Palermo, tetapi oleh ibuku, aku belum diijinkan pulang
Malam sepertinya sudah tiba. Entah sudah jam berapa sekarang, tapi Isaac memperkirakan kalau ini sudah tengah malam. Pria itu masih mondar-mandir mencoba mencari jalan keluar agar ia bisa keluar dari tempat itu. "Frederick! Sudah berapa lama kau ada di tempat ini?" tanya pada Frederick yang berada di sel tak jauh dari tempatnya."Entahlah, aku bahkan tidak tahu apakah sudah siang atau malam di tempat ini. Cahaya benar-benar minim. Tapi kalau aku memperhatikan jadwal mereka memberi makan orang-orang di sini sepertinya aku di sini sudah tiga harian," kata Frederic."Aku sudah ada di sini beberapa hari sebelum Frederick datang. Uh, ternyata tempat ini benar-benar buruk. Capo benar-benar sadis untuk hal menghukum seseorang. Rasanya andai tak ada teman-teman lain yang ikut senasib di sini, sudah pasti tempat ini mampu membuat seseorang menjadi putus asa dan berpikir untuk mengakhiri hidupnya," sambung Axton lagi.Sungguh mereka saat ini hanya bisa saling mendengar suara dari lawan bicara
"Oh, astaga! Jadi kita menangkap satu ekor lagi ikan kecil yang tak penting ini? Ckckck! Ini akan membuat tempat ini penuh. Kapan ikan besarnya akan datang ke sini dan kita tangkap?" tanya Alfonso pada Julia dengan nada tal sabar dan terkesan meremehkan."Kau harus sabar jika kau ingin memancingnya datang kemari. Ethan, tidak akan datang ke sini jika dia menganggap ini hanya masalah kecil. Maka kita harus membuat masalah ini besar dahulu agar dia mau datang ke sini tanpa terlalu banyak berpikir dan banyak pertimbangan. Katamu kau ingin membalas dendam padanya, kan?" jawab Julia"Ya, tentu saja! Bagaimana bisa aku melupakan perlakuannya padaku hingga dia bahkan menjebloskan aku di tempat ini. Aku pasti akan membalasnya lebih dari itu!" kata Alfonso.Isaac termangu melihat pemandangan yang berada di hadapannya ini. Tampak Julia dan Alfonso sedang membahas sesuatu yang Isaac dapat simpulkan secara cepat kalau mereka bermaksud menjebak Ethan untuk datang kemari."Julia, katakan padaku ad
"Ya, hallo ....""Capo, ini aku, Capo! Ini aku ..." Terdengar suara gemetar setengah berbisik seseorang di telepon.Ethan mengernyitkan keningnya sesaat, sebelum ia menyahuti orang yang berada di ujung telepon itu."Kau? Isaac?" tebak Ethan.Bukannya dia tidak familiar mendengar suara salah satu member Aquila Nera itu. Hanya saja di telinganya saat ini terdengar janggal ketika mendengar suara Isaac yang berbisik seolah takut ketahuan oleh seseorang."Isaac, kau ada di mana?" tanya Ethan ikut berbisik. Ia seakan takut pada kalau suaranya akan memperburuk situasi tak menguntungkan apa pun yang sedang dialami oleh Isaac saat ini. Apa pun itu, Ethan bisa merasakan kalau anak buahnya itu sedang tidak baik-baik saja saat ini."Capo ...." Terdengar suara nafas memburu di telepon. "Ya, apa yang terjadi di sana, Isaac. Kenapa kau tidak terdengar kabarnya dari kemarin. Apa kau baik-baik saja?" tanya Ethan."Capo, situasi di sini sangat berbahaya ... aku ... aku ...." Isaac berusaha mengatu
Benigno membanting pintu mobil begitu mereka tiba di kediamannya. Ia masih saja kesal karena merasa dibodohi oleh putrinya sendiri. "Sayang, Ben!" panggil Arabella, wanita yang telah menjadi istrinya itu.Benigno tidak menghiraukan. Begitu ia sampai di depan pintu, pria itu pun dengan kasar menggedor pintu padahal Bertha dari belakang sudah berjalan dengan tergopoh-gopoh membukakan pintu untuk majikannya itu."Kau lama sekali? Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan di dalam sana?!" kata Benigno dengan penuh amarah."Ma-maafkan aku, Tuan. Sungguh aku tidak bermaksud lama," sahut Bertha."Aaah ... kau terlalu banyak alasan. Bertha, anak sialan itu menginginkan kau ikut dengannya. Sekarang aku memberimu pilihan, silahkan kau ikut dengannya, atau kau masih ingin di sini? Hanya saja begitu kau sudah bersama dengannya itu artinya nasib baikmu sudah bukan urusanku lagi! Kau mungkin bisa saja lebih sial dan keluar dari zona nyamanmu!" kata Benigno yang tidak begitu dimengerti oleh Bertha ap
"Bertha?" gumam Benigno.Crystal menganggukkan kepalanya yakin. Jangan bilang kalau Benigno bahkan tidak bisa memberikan Bertha padanya hanya karena pria itu tidak ingin membuat hidup anaknya lebih mudah.Benigno memicingkan matanya mendengar permintaan putrinya itu. Dia mengerti kalau Crystal mungkin merasa cocok dan juga merasa aman jika berita bekerja dengannya dibandingkan jika harus mencari orang baru yang dia tidak begitu kenal untuk mengurusi segala keperluan dan pekerjaan rumah tangganya. Namun sebenarnya bagi Benigno pun, Bertha juga bukan asisten rumah tangga biasa.Bertha juga merupakan seseorang yang penting baginya. Bukan karena seperti ocehan Crystal yang mengada-ada itu mengibaratkan Benigno menikah dengan Bertha, melainkan karena Bertha merupakan pelayan setianya. Wanita itu telah bekerja selama belasan tahun dengannya. Tentu untuk standar orang-orang yang bekerja pada Benigno, meskipun itu hanya sebagai asisten rumah tangga biasa, namun kesetiaan sangatlah penting.