Setelah Andrew dan kedua anak buahnya pergi, serta tak lama setelahnya Simone Colazi pun menyusul anak dari bosnya itu, akhirnya Ethan pun kembali ke ruangannya dan melakukan pekerjaannya sebagai General Manager. Pertama-tama hal yang dilakukan oleh Ethan adalah mengikuti rapat yang dipimpin oleh Ricardo.
"Selamat siang untuk seluruh peserta rapat. Saya selaku penanggung jawab pada rapat ini mengucapkan terima kasih atas kehadiran para peserta rapat. Khususnya untuk General Manager yang baru yang telah menyempatkan diri untuk hadir pada rapat kali ini," kata Ricardo menyindir Ethan yang hari ini duduk manis di kursinya di meja rapat.Semua mata tertuju pada Ethan, sementara Ethan sendiri lagi-lagi tidak fokus pada rapat. Pikirannya hanya tertuju pada Crystal dan Clarissa, serta Andrew yang kedatangannya lumayan mengusik dirinya." Pada rapat ini kita semua akan membahas mengenai tentang rencana membuat salah satu platform penyedia game seper"Crys!!" Ethan memanggil Crystal dan menyusulnya masuk ke dalam rumah. Crystal tetap saja cuek berjalan menghampiri Clarissa hingga Ethan berhasil meraih pundaknya dari dalam belakang.Crystal menoleh dan kini mereka dalam posisi saling berhadapan."Ini sungguhan?" tanyanya."Ya, tentu saja. Memangnya bukan?" Crystal berlipat tangan di depan dada.Ethan terperangah. Bagaimana tidak? Testpack itu menunjukkan simbol positif. Bagaimana dia tidak takjub. Jadi Crystal benar-benar hamil? Anaknya? Sungguh? Bagaimana itu bisa? Ethan memang telah menduga sebelumnya kalau Crystal saat ini tengah mengandung. Namun saat mengetahui kalau dugaannya benar-benar terbukti, tetap saja Ethan merasa speechless mendengarnya. Jadi di dalam tubuh Crystal saat ini, telah tumbuh Ethan Junior? Atau Crystal junior? Ouh ... sungguh Ethan hampir tak dapat lagi berkata apa-apa. "Jadi ... kau benar-benar mengandung?" Lagi-lagi hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari mulut Ethan.Lihat saja ekspresi kebing
"Kau pulang?" tanya Crystal pada Ethan.Ethan mengangguk dan mengecup pipi Crystal. Tak lupa dia melakukan hal yang sama pada Clarissa."Hai, Gadis kecil? Bagaimana harimu hari ini? Menyenangkan?" sapanya pada putrinya itu.Clarissa memasang wajah cemberut."Hei, kenapa kamu masang wajah cemberut seperti itu? Apa Mama tidak mau mengajakmu bermain?" tanya Ethan sambil melirik pada Crystal.Clarissa mengangguk mengiyakan."Ya, seharian Mama hanya tidur. Dia tidak mau menemaniku bermain. Tak seperti Anna," keluh bocah itu.Ethan hanya terkekeh mendengarnya."Ya, ya, ya. Papa tahu, Sayang. Anna memang yang terbaik."Mendengar hal itu Crystal jadi melotot mendengarnya."Apa? Anna yang terbaik?" protesnya sambil mengulangi kalimat itu. Jangan tanyakan seberapa lebar matanya saat ini.Ethan pun tak menghiraukannya. Ia lanjut berbincang pada Clarissa."Clarice, bagaimana kalau Papa mencari seseorang yang seperti Anna. Ya, dia bukan orang yang sama. Tetapi yang bisa menemanimu bermain seperti
"Dia mematikan ponselnya, Capo," lapor Jack pada Ethan.Ethan terdiam. Tentu saja walaupun Jack tidak mengatakan hal itu ia telah melihatnya tadi. "Apa aku harus menelepon ulang?" tanya Jack.Ethan tampak berpikir sejenak. Ia hendak mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya saat ini. Feeling-nya mengatakan ada yang tidak beres dengan Julia. Tapi apa?"Capo?" tegur Jack saat bosnya itu hanya diam saja.Ethan memberi kode agar Jack jangan mengganggunya dulu. Selang beberapa menit kemudian, barulah ia berbicara lagi."Baiklah, sebaiknya kita menunggu kabar dari Isaac saja dulu," kata Ethan.Sepertinya pria itu tak bisa menemukan solusi apa pun untuk saat ini. Ia memutuskan untuk menunggu informasi dari Isaac saja."Baik, Capo," sahut Jack.Namun semua sepertinya tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh Ethan karena hingga siang berlalu digantikan oleh sore, Isaac tak juga memberi kabar pada mereka, bahkan di telepon pun tak ada jawaban. Hal ini tentunya membuat Ethan semakin gelis
"Aku terakhir menghubunginya seminggu yang lalu. Memangnya kenapa, Capo?" Jack jawab lalu kemudian ia bertanya."Aku bisa meminta tolong padamu untuk menghubunginya? Entahlah, aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dari sejak semalam aku hubungi dia, sepertinya dia tak mengangkat teleponku sama sekali," kata Ethan.Jack pun mengernyitkan keningnya. Ia tak begitu mengerti sebenarnya, tentang apa yang terjadi. Ethan tidak menjelaskan secara spesifik, hal apa yang membuatnya menjadi khawatir. Namun karena ia tidak ingin membantah, ia segera menyanggupi akan menghubungi Julia saat ini."Bisa, Capo. Tunggu sebentar kuambilkan ponselku," kata Jack.Ia pun kemudian melangkah masuk kedalam kamarnya yang berada di belakang. Akhir-akhir ini memang Jack bertekad untuk mengurangi intensitasnya dalam bermain game sehingga ponselnya itu lebih sering berada di kamar jika ia sedang bekerja. Hal itu semata-mata bukan karena perintah dari Ethan, melainkan kemauannya sendiri. Ia mulai bertekad untuk se
"Jack, tolong cek-kan ponselku. Apa ada telepon dari Isaac?" tanya Ethan.Pria itu sedang berada di bengkel saat ini. Ia sedang membersihkan karburator mobil pelanggannya. Dengan tangan yang kotor karena oli, ia menyuruh Jack untuk memeriksa panggilan telepon ataupun pesan chat pada ponselnya."Baik, Capo," sahut Jack. Pria berusia di bawah dua puluh tahunan itu pun segera menuju meja dan mencari ponsel sang capo."Di sini tak ada ponselmu, Capo!" seru Jack ketika ia tak melihat ada ponsel di atas meja itu."Di laci, Jack!" imbuh Ethan menambahi informasi di mana dia meletakkan ponselnya untuk mempermudah Jack.Jack pun segera mengecek di laci meja sesuai kata-kata bosnya dan ia pun menemukan ada ponsel itu di sana."Bagaimana, Jack? Apa ada telepon dari Isaac?" tanya Ethan.Jack mengusap layar ponsel itu. Namun ponsel itu yang memiliki pola kunci sehingga dia tidak dapat melihat layar utama pada ponsel tersebut."Aku tidak lihat, Capo. Ponselnya dikunci," keluh Jack. "Astaga, Jack
"Hueeeghh!! Huegggh!!""Mama, Mama!! Mama kenapa?" tanya bocah kecil itu.Clarissa mendongak menatap sang Mama yang sedang muntah-muntah di westafel. Gadis kecil itu menarik-narik baju sang mama agar Crystal berhenti muntah dan melihat ke arahnya.Crystal geleng-geleng kepala. Rupanya gejolak dalam perutnya itu masih sulit untuk ia tahankan. Ia pun kembali memuntahkan isi perutnya itu."Hueeegh!!!""Astaga, Crys. Kau masih saja muntah? Apa perutmu masih terasa tak enak?" tanya Ethan yang baru keluar dari dalam kamar mandi.Crystal tidak kuasa untum menjawab. Ia terus muntah. "Hoeeeeghh!!" Rasanya sangat menyiksa dan membuatnya lemas. Setelah ia rasa perutnya itu tak ada isi lagi sehingga otot lambungnya tak lagi mendorong isi perutnya keluar, Crystal pun mencuci mulut dan menyalakan keran untuk membersihkan bekas muntahannya yang berada di westafel."Sepertinya kita benar-benar harus pergi ke rumah sakit, Crys. Kau butuh pemeriksaan segera," kata Ethan.Pria berusia sekitar tiga p
"Aaa ...." Ethan membuka mulutnya lebar-lebar agar Crystal menirukan membuka mulut saat dia menyuapkan sesendok risotto ke mulut istrinya itu.Crystal menurut saja. Memang ini yang dia inginkan dari Ethan. Bisa makan sambil disuap oleh suaminya itu. Namun setelah beberapa suap entah kenapa tiba-tiba saja perutnya terasa penuh."Kamu kenapa? Masih mau?" Crystal menggelengkan kepala. Melihat pada mangkuk berisi risotto yang masih terisi setengahnya dan tergeletak di atas meja. "Hanya segitu saja? Ah, Crys. Aku pikir kau sampai melakukan banyak drama seperti ini, menyuruhku memasak karena kau sedang lapar sekali. Aku sedemikian antusiasnya memasak risotto ini hanya agar kau bisa memakan apa yang kau suka. Tapi ah, coba lihat! Kau membuatku kecewa, Crys!" gerutu Ethan. "Ayolah, makan sedikit lagi."Crystal lagi-lagi menggelengkan kepalanya."Aku sangat ingin menghabiskan semuanya, Ethan!Tapi rasanya aku sudah kenyang. Perutku terasa penuh. Huueeegh!!"Tiba-tiba Crystal merasa mual. E
"Me-mengandung?" tanya Ethan tergagap.Sungguh meski dia telah memiliki seorang putri, 1namun membayangkan akan tumbuh kehidupan baru di dalam rahim Crystal, Ethan belum dapat membayangkannya sama sekali."Iya, mengandung. Akan ada capo junior nanti. Hahaha," gelak tawa Massimo menggoda Ethan.Mendengar kata-kata Massimo itu entah mengapa, Ethan merasa suhu tubuhnya sedikit menghangat. Astaga, apakah saat ini dia sedang tersipu malu?"Oh, ehm, tidak ada ... bagaimana kau bisa menyimpulkan seperti itu?" tanyanya sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya."Astaga, tentu saja aku tahu, Capo. Kekasihku juga pernah mengandung. Sikapnya seperti itu. Dia suka lapar tengah malam dan meminta macam-macam makanan yang sulit di dapatkan. Apabila dipenuhi nanti keinginannya itu bisa berubah seketika, namun jika tidak dipenuhi dia bisa marah dengan banyak drama , bahkan sampai-sampai dia menangis karenanya. Aneh, dan berubah drastis sebanyak 360°. Dan dia itu juga menyebalkan. Hufft!" Massimo menun
"Memasak? Tengah malam begini?" tanya Ethan seakan tak percaya."Ya, memangnya kenapa? Apa ada masalah yang akan terjadi kalau kita memasak tengah malam?" tanya Crystal."Ya, ada. Kalau aku memasak tengah malam begini. Itu artinya aku dan kau akan begadang semalaman, dan itu bukan satu hal yang sehat, Crys. Lagi pula besok aku akan pergi bekerja," kata Ethan sambil geleng-geleng kepala.Crystal kembali memasang wajah merengut. Sambil ia memukul punggung Ethan yang masih menggendongnya."Turunkan aku, Sialan! Aku hanya meminta masakan sederhana saja kenapa kau berat hari sekali untuk mengabulkannya? Apa begini caramu menyayangi aku?! Hiks, dulu Benigno Mensina mertuamu itu setelah ibuku meninggal, jika aku lapar tengah malam dia sering membuatkan aku makanan tanpa harus memanggilkan asisten rumah tangga. Dia itu seorang family-man. Ya Tuhan, jangan buat aku menyesali keputusanku meninggalkan ayahku demi pria yang tidak mencintaiku," kata Crystal lagi dengan penuh drama.Ethan mendengus