Raka
Ayah terkena serangan jantung ringan, dan syukurlah aku tepat waktu membawanya ke rumah sakit. Jika terlambat barang 5 menit saja, nyawa ayah tidak akan bisa tertolong lagi. Sekarang ayah sedang berada di ruang perawatan intensif.
Perasaanku campuraduk, tak tahu apa yang paling kurasakan saat ini.
Apakah lega karena nyawa ayah berhasil diselamatkan. Atau merasa menyesal karena buru-buru membawa ayah ke rumah sakit hingga ia lolos dari kematian?
Tak bisa kupungkiri, jika aku sangat membenci lelaki itu. Namun sekaligus juga menyayangi dia. Bagaimana pun dia adalah ayahku.
Claudia baru datang ke rumah sakit setelah hampir seharian ayah ada di ruang perawatan, wajahnya yang kaku dan tak pernah tersenyum itu membuatku sangat kesal. Istri muda yang tidak berguna sama sekali.
“Kenapa baru datang?” tanyaku ketus.
Wanita itu melirikku dengan ujung matanya, lalu melengos tanpa menjawab. Ia menenteng tas mahal di t
Citra***Setelah dari rumah sakit, aku dianjurkan untuk bedrest selama beberapa hari. Aku menuruti saran dokter dan tidak bekerja dulu selama beberapa hari. Syukurlah Dadan mengizinkan aku untuk beristirahat terlebih dahulu, dan bahkan ia yang memberikan aku makan 3 kali sehari.Iya, dia yang memberikan aku makanan secara rutin tanpa kuminta. Ia mengantarkan makanan-makananku ke kamar, saat kularang dia bilang aku sedang tak sehat dan jangan sampai kandunganku bermasalah.“ENggak usah sungkan, lagipula cuma mengantarkan nasi ke kamar apa susahnya?” ujarnya tiap kali aku melarangnya untuk mengantarkan makanan.Akhirnya aku pun mengalah, dan membiarkan Dadan membawakan makanan ke kamar. Nanti setelah badanku benar-benar kuat, aku akan bekerja dengan lebih baik lagi.Hanya ada hal yang sangat menggangguku, tentang Jalu.Setelah aku pulang dari rumah sakit, ia sama sekali tak acuh padaku. Aku bahkan tak pernah bertemu dengann
CitraAku cuma bisa membelalakkan mata tak percaya, ternyata pemilik café bukanlah Dadan melainkan Martha. Wanita nyentrik itu tersenyum-senyum melihat reaksi yang kutunjukkan.“Martha, sejak kapan datang?” tanya Dadan, ia meninggalkan meja kasir dan menghampiri kami berdua.“Sudah beberapa hari.”“Lalu kenapa baru datang ke café?”“Aku tau kalian kurang suka kuawasi, makanya aku baru datang sekarang. Bagaimana, kalian enggak mengacau selama aku tak ada, kan?”“Haha, tentu saja enggak. Kami baik-baik saja.”Ada yang aneh dari cara Dadan bicara, seperti tidak nyaman dengan keberadaan Martha. Mungkin ia memang tidak terlalu dekat dengan bosnya, atau mungkin ia juga terlalu nyaman bekerja sendirian tanpa diawasi.Tetapi selama ini cara kerjanya juga memang bagus, dia penanggungjawab yang professional dan bekerja dengan sanga baik. Ia juga menan
RakaPerjalanan jauh untuk mencari istri pertama ayahku terasa melelahkan sekali, berkali-kali lipat menguras tenaga dan emosiku. Bukan karena jaraknya, bukan juga karena perjalanannya, tapi lebih karena beban bathin yang kurasakan.Lelah sekali melihat hidupku kacau begini.Padahal sebelum menikah hidupku biasa-biasa saja, bahkan termasuk sempurna sesuai dengan semua rencana yang kubuat dan satu per satu mimpiku tercapai. Bahkan ayahku pun berniat menjodohkanku dengan Maureen.Sialnya, perempuan itu malah tidak mau menikah denganku dan membuat aku akhirnya malah menikmati Citra.Sialnya lagi, dia malah kuhamili.Kuhamili?Tunggu, mungkin bukan aku yang menghamilinya.Aku tak perlu memikirkan itu.Tapi tetap saja, jika memang benar ia hamil berarti ia akan melahirkan bayi dan jika bayi itu lelaki bisa kugunakan untuk mengklaim harta dari Jarot. Harta itu bisa membuatku mengembalikan perusahaanku seperti sem
RakaAda yang aneh dengan perasaanku, tiba-tiba saja jantungku berdebar dengan kencang dan perutku melilit seperti kram. Padahal tadi keteganganku tak sampai seperti ini saat menuju rumah Wine, tetapi sekarang saat aku menuju kota di mana Citra berada rasanya seperti mau pingsan.Kenapa aku sangat gugup?“Pak, bapak baik-baik aja? Wajah bapak seperti kurang sehat.” Tanya Reza, ia memperhatikanku dari spion.Kuanggukkan kepalaku pelan,“Aku baik-baik saja. Enggak usah khawatir.”“Bapak mau makan dulu?”“Nanti lah, aku enggak lapar sama sekali.” Tolakku.Dalam kondisi seperti ini mana mungkin aku lapar, ini adalah pertama kali aku akan bertemu dengan Citra setelah beberapa bulan tidak bertemu. Seperti apa dia sekarang? Pasti dia makin kucel dan kurus kering. Ia pasti tidak bisa hidup sebaik saat bersamaku.Huh, salah sendiri pakai bertingkah.Kalau
RakaAku nyaris tak bisa tidur semalaman, hanya berguling ke kanan dan ke kiri dengan gelisah. Aku tak paham kenapa aku segugup ini hanya untuk bertemu dengan Citra. Padahal dia bukan siapa-siapa, bukan orang yang berharga atau penting untukku. Dia cuma istri kontrakku saja.Dengan hati masygul aku memuka ponel, mengakses Instagram dan melihat postingan Maureen memenuhi beranda. Ia sedang jalan-jalan, menggunakan yacht mewah yang indah dan ada logo perusahaan Jonas di bagian depan kapal pesiar kecil itu.Cih, tentu saja.Dengan siapa lagi gadis miskin itu bisa pergi jika bukan dengan Jonas? Setelah semua kekacauan yang mereka sebabkan, semua penghinaan yang Maureen dapatkan, gadis itu tetap saja kembali ke pelukan Jonas dengan bodohnya. Mereka masih bisa bersenang-senang.Orang-orang gila.Tak tahu kenapa rasanya aku mulai kehilangan rasa sayangku pada Maureen, aku tidak ingin mendengar kabarnya, aku tak rindu bertemu dengannya
CitraKubuka mata, kepalaku sakit dan berputar. Perutku tidak terasa sakit seperti tadi tetapi tetap saja membuatku merasa sangat khawatir. Apa yang terjadi, ya?Lagi-lagi harus pergi ke rumah sakit, diinfus lagi, tranfusi darah lagi. Kondisiku kenapa buruk sekali? Padahal aku tidak kelelahan, aku juga tidak merasa tertekan atau stress sama sekali. Kenapa dengan diriku?Kuelus perutku, sedikit gerakan terasa saat tanganku menyentuh permukaan perutku yang buncit. Sayang, maafkan mama ya? Kamu pasti sangat kelelahan. Maafkan mama yang merasa kuat, padahal kondisi mama ternyata buruk dan harus masuk RS beberapa kali.Bertahan ya sayang? Sebentar lagi kita ketemu.“Citra, kamu sudah ngerasa enakan?”Jalu masuk ke dalam ruangan, membawa tas plastik yang berisi jus dan buah segar. Ia menyentuh dahiku, lalu mengecek infusan untuk melihat apakah lajunya lancar atau tidak. Setelah itu barulah ia menyimpan makanan yang ia baw
CitraPerjalanan dari rumah sakit ke rumah Martha ternyata cukup memakan waktu, tak tahu satu atau dua jam lamanya dan sepanjang perjalanan aku tidak sanggup menahan kantuk. Mungkin juga karena pengaruh obat, sehingga rasa kantukku benar-benar tak mampu ditahan sama sekali.Ketika aku membuka mata, ternyata sudah berada di kota tempat tinggal Martha dan aku ingat tempat ini saat pertama kali pergi ke kota XX. Kenapa aku ingat? Sebab aku melihat pabrik-pabrik besar di sekitar kota, dan dari jalan utama pun aku bisa melihatnya.“Udah bangun?”Suara berat menyapaku, dan aku langsung terlonjak kaget saat menyadari bahwa aku sedang bersandar di bahu Jalu. Jangan-jangan sejak tertidur tadi, aku terus menerus membebani bahu lelaki itu. Jalu pasti sangat pegal, kenapa tidak membangunkan aku, sih?“Aduh, maaf. Tanganmu pasti pegal, kan?”“Apanya? Enggak kok.”“Tapi aku kan berat.”
CitraAku terkesiap bangun saat merasakan hawa dingin di sekujur tubuh, dan saat membuka mata kulihat jendela masih terbuka padahal di luar sudah gelap. Karena merasa tak nyaman, aku segera menutup jendela dan meraih ponsel untuk melihat jam berapa sekarang.“Oh, udah jam delapan malam…” gumamku sambil meletakkan ponsel kembali di dekat bantal.Aku harus mandi, tubuhku terasa sangat lengket dan tak nyaman walaupun tidur dengan AC, tak berkeringat. Mungkin karena badanku yang mulai terasa berat, mudah gerah dan lipatan-lipatan tubuhku pun sering lecet.Aku sempat khawatir, tetapi saat kubaca di internet katanya hal itu sangat wajar bagi ibu-ibu yang menginjak trimester dua.Tak apa, aku menjalaninya dengan bahagia. Yang terpenting anakku bisa tumbuh dengan baik dan sehat.Kamar mandi ada di dalam kamar, aku tak perlu keluar untuk mandi atau sekadar buang air kecil. Tetapi pakaianku bagaimana ya? Tadi Martha bi