Home / Urban / Menantu Tak Ternilai / Hanya Pantas Mengenakan Kalung Yang Tiada Duanya

Share

Hanya Pantas Mengenakan Kalung Yang Tiada Duanya

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-04-30 17:34:10

“Kamu tahu nggak harga kalung itu berapa? Bagaimana kamu menggantinya?”

Alexa tampak panik dan stres. Selama ini dia memberikan uang bulanan kepada Bastian sebesar 3 Juta. Jika Bastian tidak memakainya sama sekali dari 3 tahun yang lalu, total dia hanya memiliki uang sekitar 108 Juta saja. Itu artinya dia harus menabung selama 4 tahun lagi untuk bisa mengganti kalung itu.

Tidak mungkin juga Alexa yang menggantinya. Sebab, dia tidak memiliki uang sebanyak itu. DI tabungannya saja hanya ada 20 Juta saja.

Namun melihat kepanikan dari istrinya itu, Bastian tersenyum. Dia senang karena mengetahui istrinya masih peduli terhadapnya.

Jika saja Bastian melakukannya beberapa hari yang lalu, dia pun tidak akan bisa setenang ini. Mungkin dia akan lebih panik dibanding dengan Alexa.

“Sayang, aku bawa makanan untuk kamu makan siang. Kamu mau makan di mana? Di ruangan atau di taman?” Bastian memberikan kotak bekal berwarna merah kepada sang istri.

“Wish-wish-wish … sudah merusak barang orang, kamu masih bisa bersikap santai seperti ini? Alexa saja panik. Tapi kamu malah bersikap bodo amat,” kata James dengan tatapan yang tidak ramah.

Lantas Bastian menoleh ke arah James.

“Memangnya kenapa?” tanya Bastian.

James tertawa mendengar pertanyaan itu. Lalu, dia berkata, “Kamu ini bodoh atau pura-pura bodoh? Atau … ah, aku tahu. Kamu mau lari dari tanggung jawabmu, ‘kan? Sama seperti lari dari tanggung jawab sebagai seorang suami.”

Kemudian pandangan James berubah serius. Lalu, dia berkata, “Aku kasih tahu, ya, sama kamu. kalung ini merupakan edisi terbatas yang dibeli dari kota Milan. Harganya ketika aku membeli itu mencapai 500 Juta. Barang seperti ini seumur hidup pun kamu nggak akan sanggup bisa membelinya. Dan sekarang barang itu rusak. Kamu harus menggantinya.”

Alexa memejamkan mata. Kata-kata “mengganti” merupakan kata yang sangat tidak ingin dia dengar sekarang.

Wanita itu pun menyerahkan kembali kotak makan siang kepada suaminya.

“Aku nggak laper!”

James bisa merasakan kekecewaan dan kebencian dari siri Alexa kepada Bastian. Dengan begitu, dia semakin berani untuk menghina dan menunjukkan diri kalau dia jauh lebih baik dibanding dengan suami bayarannya Alexa itu.

“Nggak bisa ganti rugi? Kalau begitu, cepat bersujud dan menjilat sepatuku sampai bersih. Setelah itu, aku akan menganggap semuanya selesai!” seru James dengan senyum penuh kemenangan.

Meminta Bastian bersujud dan menjilat sepatu? Memang dia siapa?

Bastian tersenyum tipis, dia tidak langsung marah dan menghajar James. Kali ini dia bisa lebih mengontrol darah mudanya.

“Apa? Memangnya kamu ini siapa bisa memerintahku seperti itu?” tanya Bastian dengan begitu santainya.

Sikap santai Bastian ini benar-benar membuat James muak dan ingin menghajarnya.

“Bastian!” bentak Alexa, kesal karena suaminya itu terus saja menantang James. Apa yang dia lakukan ini semata-mata untuk menyelamatkan Bastian.

“James itu berasal dari Keluarga Warren. Kamu tahu, mereka itu adalah salah satu keluarga terkaya di timur Jakarta. Aset perusahaannya pun lebih dari 200 Miliar. Berhenti menantangnya! Bukan cuma kamu yang terseret karena sikap angkuhmu itu. Tapi juga aku ikut terseret!” omel Alexa dengan suara tertahan karena dia tidak mau membuat keributan besar yang mengundang banyak orang.

James tersenyum. Dia merasa dibela oleh Alexa.

Bastian pagi ini dihubungi oleh Charlie. seorang pria misterius yang diutus oleh sang ayah untuk membantunya.

Dalam panggilan suara itu, Charlie mengatakan kalau Bastian dapat mengunjungi bank Global Money Investment atau sering disingkat GMI Bank, untuk mengaktifkan rekening dan kartu Emerald.

Dikatakan juga, setelah rekening dan kartu itu aktif, seluruh keuntungan dari Big Dom Corporation akan langsung masuk ke rekeningnya. Dan warisan uang yang diberikan oleh Sectio Dominic juga akan otomatis masuk.

Inilah alasan Bastian sangat tenang saat diminta oleh James untuk mengganti kalung berlian yang sudah dia rusak.

Dengan kekayaan yang dimilikinya sekarang, membeli kalung berlian itu bagaikan membeli permen.

Bastian menoleh ke arah James. Lalu, dia berkata, “Kamu masih ingin aku mengganti kalung itu? Kalau begitu, berikan aku nomor rekeningmu. Aku akan membayarnya.”

James terkejut. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha … kamu ini orang yang paling jago membual yang pernah aku temui. Dan sejujurnya, itu menghiburku.”

Bastian memasang wajah yang serius. Sorot matanya sangat tajam.

“Cepat berikan! Memuakkan sekali berlama-lama memandang wajahmu. Pantas saja Alexa nggak pernah mau ketemu kamu selama ini,” kata Bastian.

James berhenti tertawa. Dari keseriusan dan sorot mata yang begitu tajam, pria itu langsung teringat dengan kejadian semalam di saat Jenderal Anders datang untuk membela Bastian.

“Sombong sekali!” ucap James. “mana mungkin kamu bisa membayar ganti rugi! Jangan menghayal kamu!”

Alexa kemudian membungkuk dan mengambil kalung berlian itu seraya berkata, “James, terima kasih, ya, untuk kalung ini. Aku suka.”

Bastian teriris hatinya ketika melihat Alexa membungkuk untuk mengambil kalung berlian yang terjatuh dan memungut bagian yang pata untuk menyelamatkan Bastian dari masalah.

Seorang istri Dominic, tidak boleh melakukan ini.

Bastian lalu mengambil kalung itu dari tangan Alexa, lalu membantingnya ke lantai dan menginjaknya sampai hancur.

“Kamu nggak pantas untuk memakai kalung itu. Kamu hanya pantas memakai kalung yang tidak ada duanya di dunia ini. Aku akan memberikannya untukmu!” ucap Bastian, bersungguh-sungguh.

Alexa dan James tercengang. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau Bastian bisa senekat itu.

Bastian menoleh ke arah istrinya. Lalu, dia berkata, “Kamu nggak perlu khawatir mengenai uang yang dibutuhkan perusahaan. Aku akan memberikan uang 10 Miliar kepadamu.”

Alexa bisa melihat dengan sangat jelas kalau Bastian bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Namun James tidak. Dia melihat Bastian seperti seorang pelawak legendaris. Dia pun tertawa.

“Kamu mau jual ginjal, ya? Berapa? 10 Miliar? Hahaha ….”

Alexa menarik napas dalam-dalam. lalu, dia berkata, “Sudahlah Bastian, kamu nggak usah bicara omong kosong terus dari tadi. Jangan bikin aku jadi tambah pusing!”

Bastian mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian dia memberikan kembali kotak makan siang kepada istrinya.

“Oke, aku akan membuktikannya. Kamu sekarang makan siang dulu. Aku masak udang tepung mentega dan sayur brokoli untukmu.”

Setelah mengatakan itu, Bastian pun langsung meninggalkan gedung perusahaan Winata Sentosa yang memiliki 10 lantai.

Dengan menggunakan motor jadulnya, Bastian menuju MGI bank untuk mengaktifkan rekening dan juga kartu debit khusus yang bernama Emerald.

Tidak butuh waktu lama, hanya 10 menit saja dia sudah sampai di sebuah gedung bank yang terlihat begitu mewah.

Kemewahan yang disajikan oleh bank ini disesuaikan dengan nasabah bank tersebut yang kesemuanya adalah konglomerat.

Dengan percaya diri, Bastian yang mengenakan kemeja hitam kusam dan celana jeans yang terdapat banyak bolong-bolong karena jeans yang menipis, berjalan dengan penuh percaya diri menuju pintu masuk.

Melihat ada seorang pria yang begitu kontras dengan nasabah yang biasa datang, seorang satpam menghentikan langkah Bastian.

“Mohon maaf, pak, ada perlu apa?” tanya satpam itu dengan sopan.

“Oh, saya mau mengaktifkan rekening,” jawab Bastian dengan santai.

“Mohon maaf, pak. Yang bisa mengaktifkannya hanya pemiliknya saja. Jadi Bapak beritahu majikan Bapak saja untuk datang sendiri ke sini,” kata sang satpam yang bertubuh tinggi kurus.

Bastian mengernyitkan keningnya seraya bertanya, “Majikan? Yang kamu maksud majikan itu siapa? Saya mau mengaktifkan rekening saya sendiri.”

Sang satpam terkejut.

Namun tiba-tiba, seorang wanita dengan pakaian formal yang begitu ketat, datang menghampiri. Tubuhnya proporsional. Sangat menggairahkan bagi kaum adam.

“Ada apa ini? Jangan ngobrol di depan pintu!” omel wanita itu.

Sang petugas keamanan itu membungkukkan badannya. Lalu, dia berkata, “Mohon maaf, Bu Dewi.Tapi orang ini mengatakan kalau dia ingin mengaktifkan rekeningnya.Saya ragu dengannya.”

Dewi melirik tajam Bastian dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.

“Kamu salah bank. Sana pergi dari sini! Di sini minimal uang untuk membuka rekening sebesar 20 Miliar. Kamu jelas nggak punya uang sebanyak itu untuk membuka rekeningnya. Jangan mengacau di sini. Sana pergi!” seru Dewi dengan tatapan yang jijik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menantu Tak Ternilai   Kamulah Pewarisku!

    Aula utama keluarga Dominic dipenuhi oleh bayangan orang-orang besar malam itu. Lampu gantung berkilau dingin, memantulkan cahaya pada wajah-wajah yang tegang. Di kursi panjang bagian depan, duduk para pewaris, pengurus, dan keluarga inti, sementara di belakang, para penasihat dan penjaga menunggu dengan napas tertahan.Suasana begitu kaku hingga suara jam dinding pun terdengar menyeramkan.Patrick duduk diam, tangannya mengepal di bawah meja. Nico menunduk, sementara Bernard, dengan jas hitamnya yang rapi dan mata penuh perhitungan, berdiri di tengah aula seolah itu miliknya.“Jadi, semua sudah sepakat,” ujar Bastian dengan suara tenang, memecah keheningan. “Kepemimpinan Dominic Group akan kembali pada garis utama keluarga. Bukan pada dewan bayangan yang memanfaatkan nama Dominic demi keuntungan pribadi.”Beberapa kepala menunduk, yang lain berbisik tak berani menatapnya. Tapi Bernard hanya tertawa kecil, nada suaranya penuh ejekan.“Sepakat? Kau bicara seolah dunia ini tunduk padamu

  • Menantu Tak Ternilai   Pertemuan Besar

    Langit sore di atas kediaman besar keluarga Dominic berwarna kelabu, seolah ikut menunduk menyambut hari yang akan menorehkan sejarah baru. Angin membawa aroma hujan, berdesir lembut di antara pepohonan tua yang mengelilingi halaman batu.Satu per satu mobil hitam berhenti di depan tangga marmer megah. Dari mobil pertama keluar Patrick, mengenakan setelan armani gelap. Tatapannya kosong, tapi langkahnya pasti. Ia tahu, di balik pintu besar itu, masa depan seluruh dinasti Dominic sedang dipertaruhkan.Mobil berikutnya tiba tak lama kemudian. Dari dalam muncul Bernard Dominic, lelaki paruh baya dengan sorot mata tajam dan wajah dingin penuh percaya diri. Di tangannya tergenggam tongkat kepala singa simbol otoritas yang selama ini menandai siapa pengendali kekuasaan keluarga. Ia menatap langit sebentar, lalu berbisik pelan,“Sekarang waktunya, Sectio. Aku akan menuntut hakku.”Beberapa detik kemudian, Nico datang. Ia tampak canggung, langkahnya ragu-ragu di antara batu basah. Tak satu pu

  • Menantu Tak Ternilai   Api Dalam Bayangan

    “Bagaimana?” tanya Charlie dengan nada tegang begitu Noel kembali ke meja. Tatapannya tajam, menunggu laporan tentang dua pria berbaju hitam yang sejak tadi mereka curigai.Noel menarik napas pelan, menatap keluar jendela restoran. “Fix. Mereka anak buah Patrick. Aku yakin seratus persen. Dan aku khawatir, mereka sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar pengawasan.”Charlie mengernyit. “Maksudmu?”“Mereka ingin menggunakan Amber sebagai umpan,” ucap Noel dingin. “Memaksa Tuan Dominic menyerahkan kekuasaan kepada Bernard.”Ucapan itu menggantung berat. Patrick bukan orang yang bergerak tanpa rencana—dan jika Bernard turun tangan, berarti ini bukan sekadar persaingan keluarga, tapi perang terbuka.“Kita harus bertindak,” kata Charlie akhirnya.Noel mengangguk. “Tangkap mereka sebelum mereka sempat menyentuh Amber. Tapi setelah itu, kita bungkam mereka. Kalau Bernard tahu Patrick menemui Amber, reputasi keluarga Dominic bisa hancur sebelum Bastian sempat bergerak.”Charlie

  • Menantu Tak Ternilai   Pertemuan

    Patrick memacu mobilnya menuju restoran yang telah disepakati. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya sejak tadi, terbayang Amber dengan gaun merah yang ia minta semalam.Namun di belakang mobilnya, dua anak buah Bernard membuntuti. Kamera mereka terus aktif, mengirimkan foto dan video ke ponsel sang tuan.“Patrick menuju restoran,” laporan singkat masuk.Bernard memijat pelipisnya di dalam mobil. Wajahnya mengeras.“Terus pantau. Aku ingin tahu siapa yang ia temui sampai berani berbohong soal sakitnya.”Beberapa menit kemudian, ia menerima video baru, Patrick tampak sehat dan bersemangat, jauh dari pura-pura lemas yang ia tunjukkan tadi pagi. Bernard mendesis pelan.“Kalau kau berkhianat padaku, Patrick… aku sendiri yang akan menguburmu.”Patrick sampai di restoran dan mencari-cari sosok Amber. Sekilas panik, takut gadis itu sudah pulang karena menunggu terlalu lama. Tapi suara lembut dari arah kanan membuatnya menoleh.“Di sini,” sapa Amber sambil melambaikan tangan.Gaun merah itu m

  • Menantu Tak Ternilai   Tidak Benar-benar Percaya

    Patrick menggigit bibir setelah panggilan Bernard terputus. Ia segera menghubungi Amber, menunda kencan pertama yang sudah direncanakan. Rasanya sial: rencana yang manis harus tertunda karena gangguan besar.“Halo, Amber,” sapanya saat sambungan tersambung. “Maaf, aku hampir sampai, tapi ada urusan mendesak. Aku harus putar balik dulu.”Amber panik. “Ada apa? Kamu tidak kecelakaan, kan? Atau banmu pecah?”“Tidak. Hanya ada masalah yang harus segera kuselesaikan. Daripada kepikiran waktu bertemu, lebih baik aku urus dulu.” Patrick berbohong tipis, menutup fakta: Bernard akan datang ke rumahnya.“Kalau begitu aku panggil montir saja, ya? Bisa ganti ban di situ.” Amber mencoba membantu.“Ide bagus. Maaf sudah janji menjemputmu, tunggu sebentar, aku akan segera kembali.” Setelah memutus, Patrick menyetel napas, memacu mobil ke arah rumah.Di jalan ia melajukan mobil, menerabas lampu merah; fokusnya hanya satu: sampai lebih dulu di rumah sebelum Bernard tiba. Di kepala berputar skenario ba

  • Menantu Tak Ternilai   Permainan Yang Berawal Dari Kebohongan

    Mereka tengah membicarakan Amber ketika pintu ruang kerja terbuka. Wanita itu muncul tergesa, belum berganti pakaian, namun sudah mengenakan make up. Wajahnya terlihat berseri, seolah menahan antusias yang tak bisa disembunyikan.“Ada apa lagi?” tanya Bastian heran. “Kau sudah dua kali ke sini hari ini.”Amber tersenyum canggung. “Hanya ingin memastikan kalau aku benar-benar diizinkan menemui Patrick.”Charlie dan Bastian saling pandang. Tatapan mereka berkata hal yang sama: ada sesuatu yang berubah dari Amber.“Tentu saja,” jawab Bastian akhirnya. “Kau sudah mendapat izin. Kenapa bertanya lagi?”Amber mengangkat bahu ringan. “Hanya ingin memastikan. Aku akan merasa lebih tenang kalau dengar langsung.”Ia tersenyum manis sebelum keluar ruangan.Begitu pintu tertutup, Bastian menarik napas panjang. “Sikapnya benar-benar aneh. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu.”Charlie mengangguk. “Apa aku perlu membuntutinya?”Bastian sempat ragu. “Kalau dia tahu, bisa-bisa marah.”“Lalu bagaimana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status