Namun kemudian Bastian menjadi ragu Kehidupannya yang selalu malang, membuat dia terbiasa untuk tidak bermimpi tinggi. Setidaknya sampai dia benar-benar yakin kalau dia seorang pewaris harta kekayaan Keluarga Dominic.
Bagaimana kalau mereka tidak percaya kalau yang mengirim email itu adalah Bastian Dominic? Atau dia bukanlah sang pewaris? Namun semua kekhawatiran itu sirna ketika email balasan dari perusahaan Mondlicht Branchen masuk di ponselnya. “Selamat malam Tuan Bastian Dominic. Kami akan segera memproses keinginan Anda itu. Rapat petinggi perusahaan akan diadakan esok hari untuk menentukan persyaratan yang dibutuhkan perusahaan lokal yang ada di Indonesia untuk dapat bekerjasama dengan kita. Hasilnya akan kami kirim via email. Terima kasih.” Setelah membaca surat itu, Basian merasa sangat senang sekali. Dia pun berdiri di atas kursi taman dan melompat untuk meluapkan kegembiraannya. “Aku akan membuatmu bahagia, Alexa!” ucap Bastian. Keesokan hari Alexa dengan terburu-buru berangkat ke kantor. Tanpa mendengar cerita yang terjadi semalam, dia sadar kalau kesepakatan dengan Michael telah gagal. Ketika sampai di kantor, Alexa langsung menuju ke ruangannya dan membereskan beberapa pekerjaan yang belum selesai kemarin. Dan setelah itu dia kembali mencari cara untuk mendapatkan dana 10 Miliar, karena besok sudah masuk jatuh tempo. Bukan karena perintah dari nenek semata. Tapi, dirinya yang menjabat sebagai general manager, merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan perusahaan. Semua kontak di ponselnya yang berasal dari keluarga kaya-raya dia hubungi untuk meminjam uang. Rasa malu dia buang jauh-jauh demi perusahaan. Tapi hasilnya nihil. Tidak ada satupun yang mau meminjamkan uangnya kepada Alexandra. Nama perusahaan Winata Sentosa nyatanya belum bisa membuat yakin orang-orang itu. Alexa pun merasa frustasi. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan kemudian dilanjutkan dengan menjambak-jambak rambutnya sendiri. “Harus ke mana lagi!” Tiba-tiba telepon kantornya berdering. Alexa mengangkatnya. “Alexa, ke ruangan Nenek sekarang!” suara dingin dari seorang wanita terdengar dari ujung telepon. “Baik Nek!” ucap Alexa, lemas. Setelah beberapa saat menyandarkan tubuhnya sambil memejamkan mata, akhirnya dia berjalan menuju ke ruang presiden direktur. Di dalam ruangan sang nenek, ternyata dia tidak sendiri yang dipanggil. Tapi sudah ada Ethan dan pamannya, Candra Winata. “Alexa, duduk!” seru Margareth. Alexa pun langsung duduk di kursi tepat di samping Ethan. “Bagaimana mungkin kamu bisa gagal mendapatkan dana dari pak Michael. James sudah susah payah membuat janji, kamu malah menggagalkannya. Gimana sih!” omel sang nenek. Alexa tahu yang sebenarnya dari sang mama kalau semalam dia diantar pulang oleh Bastian dalam keadaan mabuk. Tapi dia tidak bisa mengatakan kalau Bastian yang menggagalkan kerjasama itu karena dia tahu Bastian melakukan itu untuknya. “Maaf Nek. Semalam aku minum terlalu banyak sampai mabuk dan akhirnya nggak sadarkan diri,” ucap Alexa sambil menunduk. Margareth memukul meja dengan cukup keras. “Nenek tahu kalau Bastian yang menggagalkannya. Dia memukul James dan juga pak Michael sampai pak Michael sekarang di rawat di rumah sakit. Sudah gagal mendapat kerjasama dan sekarang kita juga jadi malu karena ulah suamimu itu,” geram Margareth. Mata wanita itu melotot dan wajahnya merah padam. “Tapi Nek, dia melakukannya karena ingin menyelamatkanku,” bela Alexa. “Menyelamatkan? Nenek melihatnya dia menjatuhkan kamu dan perusahaan keluarga kita ini ke dalam jurang kebangkrutan! Nenek nggak mau tahu, kamu harus bercerai dengan Bastian secepatnya! Dia hanya membawa malapetaka di keluarga kita!” Margareth benar-benar marah. Apa yang dikatakan oleh neneknya itu sedikit banyak mempengaruhi pandangannya kepada Bastian. “Ya sudah kalau begitu. Nenek nggak mau tahu. Kamu harus mencari dana 10 Miliar itu, paling lambat besok. Bagaimanapun caranya!” seru Margareth. Mencari uang sebanyak 10 Miliar dalam waktu satu hari? Mana mungkin bisa! Alexa hanya bisa menganggukkan kepalanya. Lalu dia keluar ruangan nenek untuk kembali ke ruangannya. Namun ketika keluar lift, dia bertemu dengan James. “Selamat siang, Alexa!” sapa James dengan senyumannya yang manis seolah tidak terjadi sesuatu semalam. “Kamu ngapain ke sini?” tanya Alexa. “Aku ke sini untuk minta maaf sama kamu soal semalam. Aku nggak tahu toleransi tubuh kamu akan alkohol, rendah. Dan sebagai permintaan maaf, aku memberikanmu hadiah kecil,” ucap James seraya menyerahkan sebuah kotak berwarna hitam yang diikat oleh pita berwarna emas. Alexa melihat kotak tersebut. Dia terkejut karena ada logo sebuah toko berlian terkemuka. “Ini untukku?” tanya Alexa. “Lantas untuk siapa lagi? Aku membelinya dari Milan. Sebenarnya aku sudah nitip sama temanku yang lagi liburan ke sana dan memang akan aku berikan sebagai hadiah untuk kamu. Jadi ini bukan sebuah sogokan agar kamu memaafkanku,” jelas James. Alexa pun membuka kotak itu. Dia terpukau dengan isi yang ada di dalam kotak. Sebuah kalung yang menggantung sebuah berlian berbentuk seperti kristal salju, tampak begitu indah. Kalung tersebut adalah kalung yang sedang menjadi buruan banyak wanita. Yang memilikinya akan merasa bangga karena sangat sulit untuk mendapatkan kalung tersebut. Namun kalung yang diberikan oleh James, tertera angka 1111 di bagian belakang berlian. Itu adalah sebuah kode yang menunjukkan kalau kalung tersebut merupakan edisi terbatas dengan karat berlian yang lebih berat. Harga kalung berlian biasa, normalnya dihargai 100 Juta. Namun untuk kalung yang diberikan kepada Alexa itu memiliki harga 500 Juta. Semua wanita yang berasal dari keluarga kaya-raya, mendambakan kalung tersebut. Begitu pula dengan Alexa. Namun dia tidak bisa menerima begitu saja pemberian itu. “Hadiah ini terlalu mahal, James. Aku nggak bisa menerimanya,” kata Alexa. James dengan wajah yang terlihat begitu tenang, memegang kedua bahu Alexa. Lalu, dia berkata, “Aku membelinya jauh-jauh. Walau aku nitip ke temanku, tapi tetap saja itu belinya di Milan. Kalung ini sangat cocok untuk kamu. Nggak ada lagi yang pantas memakainya selain kamu.” Wanita cantik yang saat ini mengenakan blazer merah yang menutupi tanktop putih dan rok pendek yang ketat berwarna merah itu, berpikir sejenak. James tidak bisa menahan matanya dari belahan bukit yang terlihat cukup jelas karena tanktop yang dikenakan oleh Alexa cukup ketat. Nyaris saja James meneteskan air liurnya. “Sebenarnya yang aku butuhkan saat ini adalah dana 10 Miliar. Tapi hadiahmu ini, terima kasih banyak, ya!” ucap Alexa, tersenyum. Sebuah sindiran halus dikeluarkan oleh Alexa untuk memancing James agar meminjamkan dana kepada perusahaannya. “Jangankan 10 Miliar, 100 Miliar pun akan aku kasih sekarang juga kalau kamu bersedia menikah denganku,” kata James seraya mengambil kalung berlian itu dan akan memasangkannya ke leher Alexa. Namun tiba-tiba, Bastian datang dan langsung menepak tangan James sembari berkata, “Sayang, jangan terima barang dari orang asing. Itu tidak baik.” Kalung seharga 500 Juta itu pun terjatuh ke lantai. “Bastian! Apa yang kamu lakukan!”Alexa masih menunggu kabar dari dokter atas kondisi Bastian sambil mondar-mandir di depan ruang rawat inap.Setidaknya Alexa menjadi sedikit merasa lega karena dokter tidak membawa Bastian ke ruang operasi atau ke ruangan yang memiliki perlengkapan medis lebih lengkap. Jadi bisa dikatakan dokter masih sanggup untuk menghadapi muntah darah Bastian walau tanpa menggunakan peralatan yang lengkap.Master Lee dengan diikuti oleh Davis dan Charlie, berjalan cepat."Bagaimana kondisi Bastian?" tanya Master Lee dengan suara yang terengah-engah dan raut wajah yang cemas.Alexa menghentikan langkahnya yang sedang mondar-mandir itu dan langsung mengembalikan badannya ke arah sumber suara yang ada di belakangnya."Master Lee, kamu sudah datang," kata Alexa. "Bastian saat ini sedang ditangani oleh dokter dan dokter belum keluar untuk memberitahu hasilnya."Master Lee menarik napas dalam-dalam. Lalu dia berkata, "Semoga tidak terjadi sesuatu hal yang membahayakan."Charlie menimpali, "Tapi jika mel
Darah yang keluar dari dalam mulut Bastian bagaikan mata air yang menyembur begitu deras.Alexa begitu panik melihat Bastian yang terus memuntahkan darah. Dia pun langsung menekan tombol merah untuk memanggil perawat dan dokter."Bastian … kamu kenapa, Bas?" Alexa begitu panik. "ya ampun … sayang. Bertahan."Alexa menyeka darah yang terus mengalir dengan menggunakan tisu. Dia tidak berani menghalangi darah yang keluar karena dia khawatir akan terjadi masalah yang serius jika dia melakukannya.Tidak lama kemudian seorang perawat dan dokter masuk ke dalam ruangan. Mereka sudah bersiap dengan membawa peralatan medis.Maklum saja, Bastian saat ini menempati ruang VVIP, jadi dokter dan para perawat sudah siap sedia 24 jam nonstop. Bahkan bisa diibaratkan, setiap detik mereka hanya menatap lampu emergency agar bisa siap siaga ketika lampu itu menyala."Dok, tolong Bastian!" ucap Alexa sembari memegang dokter pria.Dokter itu menganggukkan kepalanya. Lalu dia bertanya, "Apa yang terjadi, Nyo
Semua keluarga dan juga teman Hans tergeletak dengan bersimbah darah. Mereka semua langsung mati seketika karena peluru yang bersarang di tubuhnya tidak satu, dua saja. Ada lebih dari 5 peluru yang bersarang di bagian-bagian vital tubuh keluarga dan teman Hans.Tidak ada kesempatan untuk hidup.Kemudian seorang pria yang berpakaian hitam juga namun lebih berkelas dan mewah, berjalan masuk ke dalam rumah. Dia tersenyum melihat ke sekeliling ruangan di mana mayat-mayat bergelimpangan dengan darah yang menggenang."Ambil foto mereka!" seru Patrick.Setelah itu dia menyeringai dan secara perlahan tertawa dengan keras, seolah dia menunjukkan siapa yang berkuasa."Orang yang sudah berani melawanku maka aku akan membawanya menuju ke mereka lebih cepat."Patrick kembali tertawa dengan sangat keras. Dia sangat bahagia bisa membantai seluruh keluarga Hans.Kaki tangan Patrick dengan cekatan mengambil foto keluarga Hans yang sudah tidak bernyawa itu. Bahkan dia mengambil gambar dengan sangat jel
Mendapatkan lampu hijau dari Sintia membuat Davis menjadi sangat bersemangat. Dia pun kemudian menarik kepala Sintia agar semakin dekat dengannya. Lalu … dia menyentuh bibir Sintia dengan bibirnya.Kejadian itu berlangsung dengan cepat karena Sintia langsung menarik kembali kepalanya.Saat Davis terkejut, Sintia buru-buru menjelaskan, "Tahan dulu, dong! Kamu boleh memegangku setelah kamu memberitahukan kepadaku yang sebenarnya mengenai latar belakang kak Bastian."Davis pun menganggukan kepalanya dengan mimik wajah yang lega. Pasalnya sebelum Sintia menjelaskan, dia sudah berpikir jika Sintia menolak apa yang dia lakukan dan marah."Baiklah kalau begitu, aku akan mengatakan yang sebenarnya kepadamu," kata Davis.Sintia tersenyum. Dia sangat tidak sabar untuk mengetahui kebenaran dari latar belakang Bastian sesungguhnya.Sejak awal dia curiga jika ada setia memiliki latar belakang berbeda dibanding dengan yang ditampilkannya sekarang ini. Banyak kejanggalan yang ditunjukkan oleh Bastia
Sintia kini duduk di samping Davis dengan kaki kiri yang diangkat menyilang ke atas kaki kanannya.Dengan apa yang dilakukannya ini membuat Sintia terlihat sangat menggoda. Davis pun semakin tidak karuan, dia tidak bisa mengontrol hasratnya yang kian menggelora."Apa wine itu akan tetap di sana saja?" tanya Sintia memecah keheningan."Oh … i-iya … maaf Nona," kata Davis dengan suara bergetar sambil mengambil botol wine dengan tangan yang gemetaran.Sintia tersenyum melihat sikap Davis yang dinilainya sangat lucu.Ternyata sikapnya Davis ini bukan hanya membuat Sintia tersenyum saja, namun juga membuat Sintia dapat melepaskan kegugupan yang ada di dalam dirinya.Kini Sintia bahkan merasa ingin menggoda Davis. Dia pun sengaja mengulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan Davis yang sedang mengangkat botol wine."Sini biar aku bantu!" ucap Sintia sambil tersenyum.Sontak saja hal ini membuat Davis semakin gemetaran tubuhnya. Disentuh oleh seorang wanita yang sangat cantik adalah
Setelah mendengar tawaran dari Sintia yang mengajak minum di kamarnya membuat Davis terkejut. Siapa yang tidak terkejut ketika mendengar ada seorang wanita cantik mengajak minum di kamar hanya berdua saja.Davis sadar jika dia menerima tawaran itu maka kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, akan terbuka lebar."Apa kamu serius, Nona? Apa nggak lebih baik kita minum di restoran saja?" tanya Davis.Sintia menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak. Kalau kita minum di restoran dan aku mabuk, nanti kamu malah menggendongku ke kamar. Aku nggak mau merepotkanmu."Davis masih tampak bingung. Di dalam pikirannya kini bermain-main sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya."Tapi —""Nggak ada tapi-tapian! Kalau kamu mau menemaniku, aku akan menyampaikan kepada kakakku betapa baiknya kamu. Tapi kalau kamu nggak mau, ya sudah, nggak apa-apa," kata Sintia, memotong perkataan Davis.Sebenarnya hati Sintia berdetak dengan sangat keras ketika dia m