Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas10. Minta UangAku bergegas ke depan dan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang berteriak-teriak tadi. Dasar tidak punya sopan santun! Bukannya mengucapkan salam malah berteriak-teriak tidak karuan, aku membatin kesal di dalam hati.Aku sudah punya dugaan sebenarnya siapa yang berteriak tadi, tapi untuk lebih memastikan aku harus segera ke depan dan melihatnya sendiri dengan kedua mataku secara langsung."Lama sekali kamu!" ketus Kak Ambar saat aku membuka pintu, matanya memelototiku sedangkan Bang Gery yang berdiri di sampingnya hanya diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.Wajahnya terlihat merah padam, entah menahan cuaca panas di depan, entah karena menahan amarah. Aku tidak tahu persisnya, karena Kak Ambar memang begitu orangnya. Kami tidak dekat dan jika dia kesini, pasti hanya untuk menyampaikan pesan Ibu atau membawa keributan dan huru-hara. Mereka langsung nyelonong masuk ke ruang tengah, aku hanya bisa mendengus
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas11. Kecurigaan Ellena (Bagian A)Nafas Kak Ika langsung terengah-engah setelah selesai berteriak barusan, matanya menatap Kak Ambar dengan nyalang. Amarah yang sangat besar terlihat jelas di kedua bola matanya, sehingga aku menelan ludah dengan susah payah dibuatnya.Jika Kak Ika sudah marah bisa-bisa Kak Ambar habis dibuatnya, karena Kakak iparku itu memang berwatak keras dan juga tegas. Sedangkan Bang Usman hanya diam dan meminum sirup yang aku hidangkan dengan sangat nikmat, seolah tidak peduli dengan keributan yang akan segera terjadi di depan matanya.Dia malah cuek dan memalingkan wajahnya guna menatap Aksa yang sedang menonton televisi dengan damai, tepat ketika aku menatapnya memohon pertolongan agar menjinakkan Kak Ika."Apa? Ngapain kamu teriak-teriak? Dasar orang kampung!" ujar Kak Ambar menantang.Aku menepuk dahiku dengan kuat, kenapa pula harus ditantang, sih? Kak Ambar ini memang benar-benar tidak tahu situasi. Tapi memang sifatny
12. Kecurigaan Ellena (Bagian B) Kak Ika dan Kak Ambar terdiam dengan memalingkan wajah masing-masing, rasa muak terlihat jelas di wajah kedua wanita yang kebetulan bergelar sebagai kakak iparku itu. Sedangkan Bang Usman masih setia melihat Aksa di depan televisi, dan Bang Gery masih setia plonga-plongo tidak jelas."Apaan sih, Luh? Biar Kakak kasih pelajaran Kakak ipar kamu ini, mulutnya tidak ada tata krama!" ketus Kak Ambar sambil menatap tajam Bang Galuh.Kak Ika hanya mencebik dan segera kembali mendudukkan diri dengan nyaman di sofa, mungkin emosinya sudah mereda sehingga dia terlihat lebih santai saat ini. "Kak, jangan begitu. Malu sama Bang Usman," kata Bang Galuh lagi, sambil menatap Bang Usman dengan sungkan."Oh, tidak apa-apa, Luh," kata Bang Usman santai sambil mengibaskan telapak tangannya. "Santai saja, Abang suka kok. Kapan lagi bisa melihat monyet betina yang berkelahi," katanya sambil bercanda."Ih, Abang ini …." Rajuk Kak Ika dengan manja."Lah, maksud sampeyan ap
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas13. Selingkuh? (Bagian A)"JANGAN PEGANG-PEGANG!" pekik Kak Ambar kuat sambil menyentak tangannya yang tadi aku pegang, dia terlihat risih dan segera membetulkan lengan bajunya.Aku limbung karena hentakannya dan hampir saja terjungkal ke depan jika saja tidak segera dipegang oleh Bang Galuh."Kak!" tegur Bang Galuh pada kakaknya, suamiku terlihat sagat tidak suka karena aku hampir saja terjatuh.Aku hanya diam dan mencerna kejadian yang sangat cepat ini, lalu kembali bersikap setenang mungkin. Kududukkan diriku lagi, dan segera meminum sirup yang dari tadi memang sudah ada di gelasku."Sudah, Bang. Tidak apa-apa," kataku pada Bang Galuh yang masih menatap Kak Ambar dengan marah.Kutarik tangannya untuk ikut duduk bersamaku, dan menyodorkan minuman untuknya. Sedangkan Kak Ambar terlihat gelisah dan lantas menatap Bang Gery dengan takut-takut."Jadi kamu tidak mau memberikan uang itu, Luh?" tanya Bang Gery pada suamiku."Tidak, Bang! Uang itu akan
14. Selingkuh (Bagian B) "Dek, pulang yuk!" ajaknya pada Aksa yang masih betah menonton televisi, dia bahkan tidak terganggu sedikitpun dengan keributan yang tadi ada."Hm?" gumamnya tidak jelas."Pulang, Yuk!" Kali ini Kak Ika yang mengajak."Enggak, ah. Mama sama Papa pulang aja, Aksa nginep di sini." Final Aksa tak mau pulang."Ih, jangan ah. Ntar kamu ngerepotin Om sama Tante." Kak Ika berusaha melarang."Enggak, Aksa kan udah gede. Gak akan ngerepotin, kok, Ma," ucap Aksa merayu. "Boleh, kan, Tan?" tanyanya padaku."Ya boleh, dong!" jawabku semangat. "Nanti malam Aksa akan Tante ajak jalan-jalan, iya kan Om?" Aku meminta persetujuan Bang Galuh."Iya dong, nanti Aksa mau jajan apa, bilang aja. Om belikan semuanya," kata Bang Galuh menyetujui ucapanku. "Mumpung di desa Timbang Jaya ada pasar malam, kita kesana nanti malam," lanjut Bang Galuh lagi."Wah, Aksa mauuuuuu!" pekiknya dengan wajah imut."Ya udah, deh. Mama sama papa pulang dulu, ya. Aksa jangan nakal, jangan ngerepotin Om
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas 15. Pasar Malam (Bagian A) "Astaghfirullahaladzim," ucapku sambil mengusap dada, lantas dengan cepat menatap Kak Luna demi meminta penjelasannya. "Kamu kaget? Lah, Kakak juga begitu tadi," katanya dengan nada bercanda. "Kak, yang benar? Jangan sampai jadi fitnah, loh," kataku lagi, berusaha mengingatkan. Sambil berbincang, aku tetap memfokuskan tangan dan mataku untuk tetap memilih baju untuk Aksa karena tujuanku datang ke sini adalah untuk itu. Namun telingaku tetap awas dengan segala ucapan Kak Luna, karena dia berbicara dengan nada pelan dan juga hati-hati jadi terpaksa aku harus membagi fokusku menjadi dua. "Nah, ini yang buat Kakak ragu untuk ngomong sama kamu. Karena belum tentu kebenaran berita ini, tapi kok ya mulut Kakak gatal, Loh Len. Kepengen ngomong sama kamu," katanya sambil terkikik kecil. "Emangnya Kakak dengar dari mana? Atau Kakak lihat sendiri, gitu?" tanyaku memastikan. "Aku lihat sendiri, jadi memang belum ada yang t
16. Pasar Malam (Bagian B) Aku manyun, niatku yang hari ingin membuat dia marah malah gagal. Aku segera beranjak menuju jendela dan menutup sedikit gordennya karena aku lihat Aksa mengernyit akibat paparan sinar matahari sore."Dek, beli baju Aksa berapa pasang?" tanya Bang Galuh sambil mengamati segala kegiatanku yang mondar-mandir di kamar kami yang luas ini."Sepasang, Bang." Aku menyahuti dari balik pintu lemari."Loh, kok cuman sepasang, Dek? Belikan lah entah tiga pasang gitu," katanya protes.Aku mengernyit dan menatap Bang Galuh dari balik pintu lemari, sedangkan yang ditatap malah balik menatap seolah bertanya kenapa aku menatapnya."Lah, kan emang cuma nginap satu malam, Bang. Besok juga sudah diantar pulang," kataku heran."Walaupun satu malam, kan nggak ada salahnya membelikan beberapa pasang, Dek." Bang Galuh menyahut sambil membetulkan posisi tidur Aksa yang mulai merosot, dan hampir jatuh ke bawah."Iya, sih. Besok deh Bang," jawabku singkat."Lagian, kita kan punya ban
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas 17. Permulaan (Bagian A) "Walah, walah, ngakunya sudah tidak punya uang. Lah, ternyata habis untuk keponakan istrimu ini. Galuh … Galuh … jadi suami kok, ya, bodoh sekali?" ujar Kak Ambar. Kak Ambar menggelengkan kepalanya sok dramatis, dia mendekat sambil melihat Aksa dengan pandangan jijik. Lah, kok jijik? Keponakanku kan tidak salah apa-apa? Huh, Untung saja Aksa bukan model anak yang cengeng, yang dilihat oleh orang baru langsung menangis. Malahan anak abangku satu-satunya ini memelototi balik Kak Ambar, dia tidak gentar. "Apa sih, Kak? Malu didengar orang," ucap Bang Galuh, dia melihatku dengan pandangan meminta maaf. Aku sih santai, aku tidak ambil pusing kelakuan Kak Ambar dan juga Bang Gery. Semakin kesini, aku semakin cuek bebek menghadapi mereka. Biar saja mau bilang apa, aku sudah tidak peduli. Lah, wong yang menyakitkan hati saja sudah biasa aku terima. Kalau hanya ucapan-ucapan seperti ini, aku sudah tahan banting! "Malu? Kal