Martin Reflek menoleh ke arah suara, pria itu jelas saja kebingungan ketika ada seorang pria sepuh yang menegurnya tiba-tiba, ia menghapus air matanya yang membasahi pipi.
"Siapa Anda?" tanya Martin sambil menatap pria sepuh dengan seksama.Pria sepuh terkejut saat Martin tidak mengenalinya, sehingga membuatnya memastikan pandangannya. Akan tetapi dari wajah dan perawakan Martin, di tambah bekas luka jahitan di lehernya, membuat ia sangat yakin kalau pria lusuh tersebut merupakan tuan besarnya."Tuan besar, ini saya Ivan Jenner asisten pribadi anda," ucap pria sepuh sopan."Asisten pribadi? Saya tidak mengenal anda," jawab Martin yang langsung beranjak dari sana dan berniat meninggalkan pria sepuh itu."Tuan tunggu! Saya bisa membuktikannya kepada anda, kalau saya asisten anda!" tegur Ivan meyakinkan.Martin menghentikkan langkahnya, ia menoleh ke arah pria sepuh tersebut, dan menatapnya dengan seksama.Ivan bergegas mendekat ke arah Martin, ia mengeluarkan sebuah liontin yang isinya foto Martin dan kekasihnya yang dulu.Liontin tersebut merupakan milik Martin, pemberian dari kekasihnya dulu yang meninggal karena kanker otak. Benda tersebut merupakan benda berharga milik Martin yang kebetulan terjatuh ketika Martin dalam pelarian dan di temukan para bawahan yang mencari dirinya."Tuan, lihatlah ini," Ivan menyerahkan liontin kepada Martin.Martin menerimanya dengan bingung, ia membuka isi liontin tersebut, betapa terkejutnya dia ketika melihat fotonya sendiri dan di sisi lain ada foto seorang gadis.Tiba-tiba pecahan ingatan masalalu Martin mulai bermunculan saat bersama dengan gadis yang ada di liontin tersebut.Martin memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia terhuyung akan jatuh, tapi Ivan dengan sigap menangkapnya."Tuan, apa anda tidak apa-apa?" tanya Ivan khawatir.Martin mengangkat tangannya. "Aku tidak apa-apa, kepalaku hanya sedikit pusing," jawabnya sopan."Tuan besar, lebih baik kita pulang ke Newland, semua orang sedang mencari anda, semenjak anda menghilang dua tahun lalu," ujar Ivan sedih.Martin menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mengingat semuanya, jika benar kamu mengenalku, apa kamu bisa memberikan aku uang?"Ivan mengernyitkan dahi, tapi ia segera menganggukkan kepalanya. "Tentu saja tuan, tapi alangkah baiknya kita pulang dulu, anda juga harus melakukan pemeriksaan."Ivan terlihat sangat khawatir dengan tuan besarnya itu. Ia tentu tidak mau kehilangan jejak tuannya lagi setelah dua tahun pencarian, akhirnya tuannya itu berhasil di temukan. Namun, Martin menolak untuk pergi dari Souland, negara yang berbatasan dengan Newland langsung, hanya di pisahkan oleh sungai Snow."Aku punya istri di sini, kalau harus pergi, aku akan mengajak istriku," ucap Martin mantap."Tuan sudah menikah? Astaga, selamat tuan, siapa wanita beruntung itu? Kita ajak Nyonya juga pulang ke tempat kita!" Ivan sangat bersemangat ketika mendengar Martin sudah menikah.Ivan tentu senang, walaupun Martin tidak mengingat masalalunya, setidaknya ia sudah melupakan kekasih yang dulu membuat dirinya terpuruk."Dari tadi kamu memanggilku tuan besar terus, apakah aku memiliki harta yang banyak?" tanyanya memastikan.Ivan mengangguk, ia menjelaskan semua kekayaan Martin tanpa di tutup-tutupi sedikitpun, sehingga membuat Martin tercengang. Namun, ia juga merasa senang, dengan begitu ia yakin Jesica akan menerima dirinya."Kalau begitu, nanti saja pulangnya, aku ingin membalas perbuatan mereka yang berani menindasku!" Martin menyeringai penuh arti.Ivan menelan ludah, seringai Martin yang seperti itu, biasanya ia tunjukan pada musuhnya yang akan ia hancurkan, dan bisa di pastikan orang tersebut tidak akan selamat sama sekali.Martin meminta kepada Ivan sejumlah uang, tapi pria sepuh itu malah memberikan Black Card milik tuannya yang selalu ia bawa bersama dengan barang-barang berharga lainnya."Apa ini?" tanya Martin bingung.Ivan tersenyum. "Tuan besar, itu Black Card milik anda.""Black Card?" Martin membolak-balik kartu Bank berwarna hitam tersebut."Tuan besar, semua uang anda ada di dalamnya," ucap Ivan sopan."Maksudmu ini seperti kartu Bank lainnya, hanya beda warna?" tanya pria itu memastikan."Kurang lebih seperti itu tuan," jawab Ivan sambil mengangguk.Martin mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, ia memasukkan Black Card ke sakunya. Ivan yang tidak tahu kenapa tuannya jadi seperti orang bodoh, ia hanya bisa bersabar untuk mencaritahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Martin.Ivan meng Martin pulang ke rumah keluarga Istrinya menggunakan Rolls-Royce phantom yang digunakan pria sepuh itu.Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah keluarga Bloody.Ivan menelpon Kyle yang merupakan pengawal terbaik Martin Luther, agar segera ke Souland untuk mendampingi tuannya.***"Tuan, anda tinggal di sini?" tanya Ivan tidak percaya, melihat rumah kecil yang di tinggali tuan besarnya tersebut."Iya, memangnya kenapa? Ayo masuk," ajak Martin dengan percaya diri.Ivan hanya mengangguk, ia mengekori tuannya, sementara mobil mereka terparkir di halaman rumah kecil itu.Pria yang sudah menjadi bawahan Martin sejak lama itu menghela napas berat ketika tahu tuannya tinggal di rumah kecil, ia merasa kalau dunianya di putar balikkan dengan begitu saja.Martin Luther yang seharusnya tinggal di sebuah istana megah, ia sekarang menjadi seseorang yang tampak tidak berdaya. Pantas saja Ivan melihat pakaian tuan besarnya itu tampak begitu lusuh.Hati Ivan terasa sangat sakit saat melihat kenyataan itu.Martin mengepalkan tangannya saat melihat mobil Samuel, ia tidak menyangka kalau pria itu akan terang-terangan mendekati Istrinya."Bedebah itu!" gumam Martin sambil mengepalkan tangannya.Ivan hanya memerhatikan tuannya itu. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah, dengan Ivan yang mengekori dari belakang.Saat Martin membuka pintu, benar saja Samuel, kedua Mertuanya dan Jesica sedang ada di ruang tamu, mereka terlihat sedang asyik mengobrol."Akhirnya kamu pulang juga Martin, cepat siapkan minuman untuk Samuel!" bentak Sarah langsung ketika melihat Martin. Padahal menantunya itu baru saja membuka pintu.Samuel tampak menyeringai, ia kemudian buka suara. "Martin, darimana saja kamu, ada tamu malah baru pulang?"Martin mengepalkan tangan, ia sebenarnya sangat marah, tapi dirinya sadar tidak bisa apa-apa di hadapan mereka semua.Ivan masih memperhatikan dari belakang, pria sepuh tersebut masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan kehidupan tuan besarnya itu."Martin, buatkan sesuatu untuk samuel," perintah Jesica lirih."Baik Sayang."Tampak Martin menurut dan mau pergi menjalankan perintah dari Jesica. Namun, Ivan mencekal lengan Martin, tentu saja pria itu menoleh ke belakang, Ivan menggelengkan kepalanya.Ivan sekarang tahu, kalau tuan besarnya itu di pandang remeh keluarga tersebut, jelas ia tidak akan tinggal diam begitu saja."Kenapa kamu bengong di depan pintu, idot! Apa sekarang kamu juga tuli!" Sarah meraung marah.Ivan melangkah ke depan Martin sambil tersenyum. "Biar saya yang menggantikan tuan Martin menyiapkannya untuk kalian."Samuel membelalakan mata tidak percaya saat melihat Ivan. Ia tidak menyangka kalau Ivan Jenner datang ke rumah Jesica.Ivan memang sangat terkenal di kalangan atas para pebisnis Souland, karena ia memang menggantikan Martin memegang seluruh kekayaan tuannya ketika menghilang selama dua tahun belakangan.Nama Ivan Jenner tentu saja sangat di segani. Semenjak Martin menghilang, ia mengeksploitasi bisnis di berbagai negara, tujuannya agar bisa menemukan tuannya. Karena itulah sangat wajar, kalau Samuel yang dari keluarga kalangan atas tahu tentang Ivan."Tu-Tuan Jener!" ucapnya terkejut beranjak dari duduknya.Sarah mengerutkan keningnya. "Kamu tahu siapa pria tua itu Samuel?" tanya Sarah penasaran."Tante, siapa yang tidak tahu beliau, dia Ivan Jenner, pemilik Luther Capital. Perusahaan terbesar di dunia!" ujar Samuel sangat bersemangat menghampiri Ivan."Tuan Jenner, Saya Samuel Linston, pewaris dari Linston grup, senang bertemu dengan anda," ucapnya sambil mengulurkan tangan.Sarah tentu saja tidak ingin mengabaikan kesempatan tersebut. Ia yang berusaha mati-matian untuk mendapatkan kedudukan kalangan atas, ikut menghampiri Ivan..Sayangnya uluran tangan Samuel hanya di tatap sinis Ivan, sehingga tangan pria itu menggantung di udara.Samuel tersenyum getir, ia menarik tangannya kembali. "Tante, cepat buatkan jamuan untuk tuan Jenner, sebuah keberuntungan rumah anda di datangi beliau!""Ah benar, silahkan Tuan Jenner duduk," ajak Sarah ramah."Martin! Ngapain kamu masih diam di situ? Cepat ambilkan minuman untuk Tuan Jenner!" bentak Sarah lagiPlaaakSebuah tamparan keras mendarat di wajah Sarah, sehingga membuat Samuel dan yang lainnya terkejut.Sarah juga ikut terkejut, ia menatap tidak berdaya pria sepuh yang menamparnya itu, seolah bertanya apa salahnya."Berani kau membentak Tuan besar, ku bunuh kau!" ucap Ivan geram.Sarah tidak tahu apa maksud Ivan, ia memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan, sambil menatap Samuel dengan bingung.Samuel tampak berkeringat dingin, ia pun tidak berani jika berhadapan dengan Ivan, apa lagi melihatnya marah seperti itu, membuat nyalinya semakin menciut.Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya