Share

Bab 3. Tuan Besar?

Sarah tidak bisa berkata-kata ketika Ivan menamparnya, melihat Samuel saja nampak ketakutan dengan pria sepuh itu.

"Tu-Tuan Jenner, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Samuel memastikan.

Plak!

Bukannya mendapatkan jawaban, Ivan malah menampar Samuel, kali ini tamparannya cukup keras, sehingga membuat Samuel terhuyung dan hampir jatuh.

"Berani sekali kamu menggoda Istri Tuan besar!" Ivan mengambil ponselnya, ia langsung menghubungi asisten Martin yang lain.

"Lisa, hancurkan Linston grup! Bila perlu lucuti semua properti mereka!" perintah Ivan langsung ketika panggilannya di angkat.

"Tunggu dulu, tidak biasanya kamu seperti ini Ivan," sahut wanita dari seberang telepon.

"Nanti aku jelaskan padamu, lakukan itu sekarang!" perintahnya kemudian mematikan ponselnya.

Samuel tentu saja terkejut, ia langsung bersimpuh di kaki Ivan. "Tuan Jenner, tolong jangan lakukan i...."

Ivan berteriak memanggil bawahan Martin yang merupakan Asasin dengan menepukkan tangannya beberapa kali.

Tiba-tiba ada beberapa orang yang masuk dari luar dan langsung menyeret Samuel, melemparkannya ke luar rumah.

Martin hanya tertegun melihat kejadian itu, ia tidak menyangka kalau pria sepuh yang memanggilnya tuan itu sangat berkuasa.

Sarah tentu saja sangat ketakutan, ia sampai terduduk lemas di lantai, melihat Samuel yang diperlakukan seperti bukan keluarga terhormat.

"Tuan Besar, sekarang tidak akan ada lagi yang mengganggu hubungan Anda dan Nyonya, jikapun ada, kami akan membereskannya," ujar Brody mantap.

Jesica dan kedua orangtuanya menatap tidak percaya apa yang mereka lihat, seorang Martin yang selalu mereka remehkan, nyatanya memiliki kekuatan sebesar itu.

"Aku tidak tahu apa maksud kamu, tapi terimakasih banyak," ucapnya seraya berjalan mendekati istrinya.

Martin menggenggam kedua tangan istrinya. "Sayang, kamu tidak akan meninggalkan aku, kan?" tanyanya lembut.

Jesica tidak bisa berkata-kata, ia bingung dengan kejadian yang di lihatnya barusan. Wanita itu menatap suaminya yang hanya mengenakan pakaian lusuh.

"Nyonya, anda tidak perlu bingung, suami anda tuan kami, mulai sekarang anda tidak perlu lagi meragukan Tuan besar," ucap Brody dengan sopan.

Sarah mulai menyadari kalau Martin merupakan orang yang berkuasa, sehingga ia kembali bersemangat. Namun, tetap diam di tempat karena takut mendapatkan tamparan lagi dari Ivan.

"Maaf tuan, sebenarnya anda siapa? Kenapa anda bisa mengenal Martin?" tanya Jesica sopan.

Ivan tersenyum simpul lalu memperkenalkan diri. "Nyonya, saya Ivan Jenner, Asisten nomor satu tuan Martin," jawabnya sopan.

Jesica terkejut dengan pernyataan Ivan, mau bagaimanapun pengakuan pria sepuh itu diluar logikanya, mengingat Martin selama ini tidak memiliki siapa-siapa.

"Sebentar tuan, biarkan saya bicara dengan Martin dulu," Jesica tentu saja tidak ingin salah paham dengan pernyataan tiba-tiba tersebut.

Wanita itu menarik Martin ke dalam kamar, ia mengunci kamar dan menyuruh suaminya itu duduk di ranjang.

"Jelaskan padaku? Siapa mereka sebenarnya, dan kenapa kamu bisa mengenal mereka?" cecar Jesica penasaran.

Martin tersenyum kecut. "Aku harus menjawab apa sayang? Sementara aku saja tidak tahu mereka, tiba-tiba mereka memanggilku Tuan," jawab Martin tidak berdaya.

"Apa mungkin mereka dari masalalu kamu?"

Martin menggendikan bahunya. "Mungkin, tapi aku tidak ingat siapa mereka dan tidak tahu apa pun. Namun, aku rasa kehidupan kita akan membaik, Pria sepuh itu mengajak kita tinggal di Newland, apakah kamu mau?"

"Newland? Tidak, aku tidak mau ke sana, kita tidak kenal siapapun di sana," jawab Jessica langsung.

Jesica sadar kalau suaminya tidak bekerja sama sekali, jika mereka ke Newland sama saja mereka akan menjalani kehidupan pahit, di tambah Newland merupakan negara yang maju, pengeluaran di sana pasti akan lebih besar daripada di Souland.

Martin tersenyum. "Kalau kamu tidak mau aku akan menolaknya asal selalu bersama kamu."

Jesica menatap suaminya itu, setelah dua tahun menikah, ini pertama kalinya mereka mengobrol berdua di kamar dengan saling menatap seperti itu.

Jesica baru menyadari, ternyata suaminya cukup tampan, hanya saja karena ia tidak merawat dirinya, penampilannya terlihat sangat lusuh.

"Ya sudah, kita keluar dulu, bilang pada pria sepuh itu, kalau kita akan tetap tinggal di sini," ucap Martin sambil tersenyum simpul.

Jesica mengangguk, mereka berdua pun keluar dari kamar menemui Ivan yang sudah menunggunya di luar.

Ketika mereka berdua keluar dari kamar. Betapa terkejutnya mereka, ketika melihat ada banyak orang di ruangan tersebut, dan kedua orang tua mereka sedang duduk bersimpuh di lantai dengan wajah pucat pasi.

Pasangan suami istri itu bingung, siapa sebenarnya orang-orang yang ada di sana itu.

Orang-orang berpakaian serba hitam, mereka ada di luar rumah juga, seolah seperti warga yang sedang melakukan penggerebekan.

"Tuan-Tuan ada apa ini?" tanya Jesica sopan.

Mereka menoleh secara bersamaan, Adrian tangan kanan Martin Luther, ia terkejut ketika melihat tuannya benar-benar masih hidup.

"Tuan Luther!" Adrian langsung bertekuk lutut di hadapan Martin, ia terlihat menitihkan air matanya.

Jesica yang melihatnya jelas saja bingung, kenapa orang-orang itu begitu menghormati suaminya, yang selama ini selalu di hina.

Keterkejutan Jesica tidak sampai di situ saja, ketika Adrian bertekuk lutut, semua orang berpakaian serba hitam juga ikut bertekuk lutut dihadapan Martin.

Jesica menatap suaminya, ia benar-benar bingung, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa suaminya begitu di hormati.

"Tuan dan Nyonya besar, maukah kalian pulang ke Newland?" tanya Ivan sopan.

"Sebelumnya saya minta maaf tuan-tuan, saya benar-benar tidak mengenal kalian, dan saya juga akan tinggal di sini bersama Istri saya, karena ia tidak mau pergi ke Newland," ucap Martin sopan sambil membungkukkan badan.

Ivan tentu saja terkejut, ia bergegas menghampiri Martin, menyuruh tuannya itu untuk menegapkan badannya. Karena tidak pantas bos besar menundukkan kepala kepada bawahan.

"Tuan, kalau anda tidak mau pulang ke Newland, setidaknya anda harus pindah dari sini, kita pergi ke Mansion Dreams, di sana juga kebetulan properti anda," ucap Ivan memberikan saran.

"Ma-Mansion Dreams milik suami saya? Apa saya tidak salah dengar, tuan?" tanya Jesica tidak percaya.

"Benar Nyonya, dan tolong panggil saya Ivan saja, tidak pantas saya yang hanya asisten tuan Luther mendapatkan panggilan formal seperti itu," ucap Ivan sopan.

Martin tidak bisa berkata-kata, karena menurutnya semua itu terlalu berlebihan untuknya.

"Mari Tuan dan Nyonya, silahkan ikut kami," ajak Ivan sopan.

Jesica menatap suaminya, Martin hanya menggendikkan bahu, karena ia hanya akan pergi jika Istrinya itu juga pergi.

Tentu saja Jesica mau pergi, karena semua orang di kota Bros, pasti menginginkan tinggal di Mansion Dreams.

Mansion Dreams merupakan bangunan termewah di kota Bros, semua orang di kota Bros tahu betul bagaimana jika tinggal di sana bagaikan raja.

"Martin, apa aku beneran boleh melihat Mansion Dreams?" tanya Jesica malu-malu.

"Tentu saja boleh, benarkan Tu, eh... Ivan?" tanya Martin gugup.

Ivan tersenyum. "Tentu Tuan,"

Jessica juga ingin membawa orang tuanya, tapi ia takut Martin marah, sehingga wanita itu hanya bisa menatap kedua orang tuanya dengan Iba.

Ivan dan Adrian bergegas membukakan pintu mobil untuk tuan mereka, tentu saja hal tersebut membuat Martin dan Jesica merasa bagaikan raja.

Ketika Martin mulai duduk di dalam mobil mewahnya, bayangan masalalunya kembali muncul, ia memegangi kepalanya yang terasa pusing karena mengingat potongan-potongan masalalu tersebut.

"Martin kamu tidak apa-apa?" tanya Jesica khawatir.

Martin mengangkat tangannya. "Aku tidak apa-apa, hanya sedikit pusing saja."

Jesica hanya bisa menatap pria itu tidak berdaya, mau menyentuhnya saja ia merasa kaku, karena selama ini memang hubungannya dengan Martin hanya sebatas suami istri dalam lisan. Mereka tidak pernah berhubungan badan sekalipun, walau sudah hidup bersama selama dua tahun.

Jesica mengepalkan tangannya, entah kenapa akhir-akhir ini ia sudah mulai khawatir dengan Martin. Ketika pulang bersama Samuel pun sebenarnya ia merasa tidak tega dengan suaminya itu, tapi ia yang butuh kebahagiaan seperti wanita lainnya, terpaksa memenuhi ajakan Samuel.

Mobil yang mereka naiki meninggalkan kediaman orang tua Jesica, semua pengawal Martin juga naik mobil masing-masing, mengikuti mobil tuannya.

Sarah dan Suaminya bergegas keluar. Sarah menginjak-injakkan kakinya kesal, karena Jesica tidak membawa mereka.

"Dasar, anak tidak tahu di untung!" gerutu Sarah marah.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
kasihan sarah
goodnovel comment avatar
Patra Gantu
suda mulai penasaran..
goodnovel comment avatar
Tukang Copy
lumayan cuma lebih pendek ceritanya dari bab sebelumnya ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status