Kal melajukan speed boatnya dengan kecepatan penuh menuju kapal besar yang menjadi targetnya. Angin laut menyapu wajahnya, tetapi fokusnya tak sedikit pun beralih. Kemunculannya dengan kecepatan seperti itu bagai malaikat maut yang menjadi momok menakutkan bagi musuh.Di kapal besar, Kapten memandang dengan tajam ke arah speedboat yang semakin mendekat. Dia segera memberikan perintah kepada anak buahnya yang berada di sekelilingnya."Siapkan senjata! Jangan biarkan dia mendekat lebih jauh!" ucap Kapten sambil menatap Kal yang semakin dekat.Seluruh anak buah kapal menyiapkan senjata dan mengarahkannya kepada Kal. Dalam satu kali ucapan tembak oleh sang kapten, mereka pun menembak. Anehnya tembakan beruntun itu tak satupun mengenai sasaran.“Licin sekali. Gunakan basoka!” seru kapten kapal.Salah satu anak buah kapal mengangkat senjata berat yang telah disiapkan sebelumnya. Dengan pandangan tajam, dia menembakkan beberapa kali ke arah speedboat Kal, berharap untuk menghentikan pergerak
Bab 18. Penolakan Presiden“Tuan Hector, apa benar barang-barang ilegal yang disita oleh kepolisian dari kapal barang ilegal itu milik tuan? Apa itu artinya barang-barang yang perusahaan tuan jual selama ini adalah ilegal?”“Maaf untuk semua informasi silahkan tanya ke pengacara saya!”Hector nampak sangat kesal ditanya wartawan mengenai kejadian yang baru saja menimpa perusahaannya. Semua terlanjur terekspose ke media dan tidak bisa dia mengelak. Sekarang yang ia dapat lakukan mencari cara agar penyelundupan barang ilegal itu terkesan ia sama sekali tidak mengetahui.Beruntungnya yang menjadi direktur di perusahaan miliknya itu bukan ia sendiri. Sehingga ia masih bisa mengelak dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi diluar sepengetahuannya.Saat itu Hector sedang menuju Istana Kepresidenan. Ia berniat menemui Presiden Keith. Namun kali ini niatnya itu terhalang protokoler. Apalagi ia saat ini dengan status tersangkanya.Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya, “Tuan Hector, untuk
“Kau terlalu gegabah bocah! Terlalu dini kau mengusik Hector sedemikian rupa!”“Hahaha.. Kau tidak perlu khawatir, semua telah ku perhitungkan. Tak akan dia mengetahui siapa aku.”Presiden Keith setengah membentak marah kepada Kal. Mereka terlibat pembicaraan hebat. Menantu terbuangnya itu kembali menyambangi orang nomor satu di negara Red Diamond itu. “Aku hanya khawatir dia akan nekat berbuat sesuatu kepada Joana!” “Selama dia masih membutuhkanmu, tak akan dia menyentuh Joana. Sekarang aku ingin kau memberikan ku data semua kekayaan Hector. Aku akan membuat ia menjadi gembel!” Kal bersuara dengan dingin. Ucapan menantunya itu membuat sang Presiden sedikit bergidik. Sekarang ia baru sadar telah berurusan dengan singa yang ganas. Sosok yang ia kira hanya seekor anjing yang bisa dikendalikan, ternyata ganas dan liar.Namun tidak mungkin ia begitu saja meminta Kal berhenti bertindak. Apalagi yang dilakukan oleh menantu terbuangnya itu sedikit banyaknya melenyapkan duri dalam daging
“Apa-apaan ini! Berani sekali mengancam. Apa orang itu tidak tahu kita ini orang kepercayaan siapa?”Pagi-pagi sekali kawasan pembangunan hunian baru di sudut kota Golden City terjadi kehebohan. Hari itu kawasan yang dulunya merupakan kawasan padat penduduk yang telah diambil alih kepemilikannya oleh salah seorang pejabat sekaligus pengusaha itu dibuat gempar. Bagaimana tidak sebuah tulisan ‘Berani merobohkan rumah-rumah di sini, maka nasib kalian akan seperti ini’ terpajang pada spanduk besar tepat di depan pintu masuk kawasan itu. Yang membuat heboh keadaan di bawah spanduk itu terdapat sesosok mayat dalam keadaan seluruh kulitnya menghitam. Semua kenal siapa orang itu. Dia tidak lain adalah salah seorang mandor proyek.Bukan hanya para pekerja yang dibuat heboh, tapi warga yang biasa berdemo karena merasa rumah mereka diambil paksa juga dibuat tegang. Mereka menerka-nerka siapa yang sudah berani membunuh mandor proyek yang biasa mengusir dan menghajar para penduduk itu.Disatu s
“Sebaiknya kau tinggalkan tempat ini, Tuan Menteri," desis suara ancaman, memotong keheningan kekalutan yang melanda tempat itu. “Atau kau akan bernasib sama dengan mobilmu itu!” lanjut suara itu. Suara ancaman terdengar, namun tak ada satupun yang tau siapa pelakunya. Ancaman itu menyusup keluar dari pengeras suara mobil-mobil yang menjadi pengawal sang menteri. Menteri Brade, pucat pasi, melihat sekelilingnya dengan perasaan cemas yang membuncah di dalam dadanya. Matanya memancarkan ketidakpercayaan saat ia mencoba mencerna kenyataan bahwa ancaman itu datang dari mobil-mobil yang seharusnya menjaganya dengan ketat. Seolah menyadari kemungkinan bahaya yang mengintai, ekspresi wajahnya merekah menjadi kebingungan campur ketakutan. Bummmmm! Tiba-tiba, sebuah dentuman mengerikan mengguncang udara. Satu mobil polisi di tengah konvoi meledak dengan kekuatan dahsyat, menyebabkan kekacauan dan kepanikan di antara para pengawal dan penjaga keamanan yang bergegas menyelamatkan diri dari k
Caithlyn dan Wesley melanjutkan kegiatan mereka di pemukiman. Mereka terlibat dalam percakapan dengan para penduduk, sementara Kal memilih untuk mengambil jalan yang berbeda, mengelilingi pinggiran pemukiman.Saat mereka berinteraksi dengan orang-orang, para penduduk mengungkapkan ketakutan mereka akan kekejaman Menteri Brade dan kemungkinan kembalinya untuk merebut kembali rumah mereka. Mereka pun mengungkapkan ketidak berdayaan kalau harus melawan."Saya tidak tahu seberapa lama kami bisa berada disini dan menikmati kedamaian ini di tempat kami sendiri. Rasa-rasanya sudah sangat lelah," kata salah satu penduduk, sambil memandang gelisah ke sekeliling.Caithlyn, menghela nafas. Ia sangat tahu apa yang dirasakan penduduk itu dan rasa ketakutan yang mereka alami. Ia juga pernah mengalami keadaan yang sama dengan mereka."Kita harus tetap yakin semuanya akan berlalu. Saya berjanji akan membantu sebisanya."Di tempat lain, Kal terus memperhatikan semua sisi pemukiman itu. Ia ingin melih
Dengan nafas tertahan, ketegangan menyatu dalam keheningan suasana. Semua mata terpaku menantikan apa yang akan terjadi di hadapan mereka. Hitungan ketiga sudah digaungkan, apakah akan memakan korban.“Matilah kau!” desis sang utusan menteri.Namun, di tengah ketegangan yang memuncak, tiba-tiba saja terjadi sesuatu yang diluar dugaan.“Ukkhhh!”Utusan menteri itu menjerit tertahan. Entah bagaimana caranya telapak tangan kanan yang memegang senjata itu tertembus paku besar. Senjata itu pun jatuh ke tanah."Apa kau kira dengan senjata itu bisa mengancamku? Sekali kau menginjak tempat ini, sama saja kau sudah berada di sarang singa."Sebuah suara kembali terdengar, suara tanpa wujud. Suara itu berasal dari arah yang tidak jelas. Semua pandangan segera beralih ke sosok yang muncul dari balik pohon besar sebelah selatan pemukiman. Dari penampakannya, dia adalah lelaki yang menggunakan pakaian terbuat dari kulit berwarna hitam. Wajahnya tertutup masker dan berkacamata membuat ia tidak bis
“Bedebah!”Menteri Brade memaki. Ia sangat gusar melihat pemandangan di depan ruang kerjanya. Sesosok tubuh tergeletak mengeluarkan suara rintihan kesakitan menyayat hati.“Dia benar-benar mengajakku berperang!” bentaknya lagi sambil menampar dinding yang ada di sampingnya.Menteri Brade menghela nafas dalam-dalam, matanya menyipit penuh kemarahan. Tubuhnya gemetar oleh emosi yang memuncak, keinginannya untuk menundukkan siapapun yang berani menentangnya begitu besar. Dia telah merencanakan segalanya dengan baik, memastikan bahwa semua tindakannya rapi tidak akan terbongkar. Tapi kini ancaman besar di depan mata.Menteri Brade tidak pernah mengira bahwa ada seseorang seperti Kal yang berani menantangnya. Kemarahannya semakin memuncak ketika dia melihat tubuh utusan-utusannya berserakan di tanah, tersungkur oleh pukulan dan tendangan Kal. Kekalahan itu menyakiti harga dirinya sebagai seorang menteri yang kuat dan berkuasa.“Apakah tidak ada yang tahu siapa pengacau itu?” bentaknya den