Suaranya terdengar aneh seperti diseret-seret, dan terdengar mirip dengan ….Saat aku membuka pintu bilik untuk keluar, aku mendengar suara seorang pria yang berkata, “Akhirnya dapat juga kamu, aku kangen banget!”Aku sontak tercengang karena itu adalah suaranya James. Aku pun menarik kembali tanganku dan tidak jadi keluar. Tak disangka-sangka ternyata James cukup berani juga. Padahal dia sudah punya istri yang luar biasa, tapi dia masih saja menyeleweng. Sepertinya yang namanya lelaki itu memang tidak pernah beres.“Jangan dekat-dekat! Kalau kamu kangen aku, kenapa kamu masih mikirin orang lain? Tadi di depan kamu ramah begitu, tapi kenapa kamu nggak pernah sebaik itu sama aku? Masih bilang aku penting di hatimu pula! Cih, kenapa aku baru sadar sekarang kalau kamu itu cuma mulutnya yang manis!”“Mana ada, kamu saja yang jago godain orang lain …. Sini, kucium … aku ….”Suara James terdengar sangat keras dan lantang, membuatku yang mendengarnya saja jadi malu.“Tadi itu bosku, mana mung
“Kak Maya jangan nggak tahu diri, ya! Kamu masih nggak sadar betapa baiknya kakakku ke kamu? Kamu bisa hidup santai setiap hari tanpa kerja itu berkat kakakku yang banting tulang kerja keras sendirian di luar sana. Punya hak apa kamu ngomong begitu?”“Lho, kenapa malah jadi kamu yang sewot? Sejak kapan kamu boleh ikut campur kalau aku lagi ngomong sama Harry?” balasku.“Aku ….”“Aku apa?! Memangnya kenapa kalau aku nggak kerja? Kayaknya kamu sendiri juga tersinggung dibilang pengangguran, ya? Pantas saja kamu bangga banget setiap hari datang ke kantor untuk ngerasain kayak apa rasanya jadi ibu bos. Pasti enak, ya?”Aku menatap lurus Jasmine dengan sorot mataku yang tajam. Tampaknya selama ini aku terlalu baik sampai Jasmine berani kurang ajar padaku.“Kakak kamu banting tulang sendirian? Coba tanya dia apa dia berani ngomong begitu ke aku? Aku yang ke sana kemari menemani klien minum sampai lambungku berdarah. Nggak tahu kamu? Atau memang kamu sekeluarga nggak ada yang tahu? Kakakmu s
Adele sudah tertidur sebelum kami sampai di rumah. Begitu mobil terparkir dengan baik, Harry turun dan menggendong Adele masuk ke dalam kamar tidurnya. Aku juga langsung mandi sehabis menyelimuti Adele.Tiba-tiba ponsel Harry berbunyi, spontan aku melirik sekilas sebelum bunyi itu terhenti. Namun aku tahu Harry tidak mungkin mengangkat telepon itu di hadapanku. Aku mengambil baju tidur dan ponselku masuk ke dalam kamar mandi. Aku menyalakan air dan diam-diam mengintip ke luar melalui celah pintu. Sambil memperhatikan suara di luar, benar saja, aku dapat mendengar suara Harry yang sedang berbicara dengan suara lirih.Aku langsung menghubungi nomor Fanny, tapi yang kudapat adalah nada sibuk. Benar dugaanku, sepertinya Harry sedang berbicara dengannya. Aku langsung naik pitam sampai tanganku gemetaran. Di bawah pengaruh amarah itu aku mandi dan langsung keluar dari kamar mandi. Harry yang mendengar suara dari dalam kamar mandi langsung menutup panggilan dan pergi ke balkon berpura-pura si
Kami berdua sama-sama terkejut dengan telepon yang datang secara mendadak itu. Bola mata Harry mendadak menciut, sedangkan bola mataku justru makin tajam. Aku terus mengamatinya dan berkata, “Angkat!”Tubuh Harry membatu dan hanya berdiam diri di tempat.“Harry, kalau kamu masih punya hati nurani, cepat angkat teleponnya tepat di depan mukaku. Aku kasih kamu kesempatan terakhir! Dulu aku pikir kalaupun semua cowok yang ada di dunia ini selingkuh, kamu bakal tetap setiap. Kamu benar-benar sudah bikin aku kecewa!”Akhirnya aku melepaskan kata-kata yang paling tidak ingin kuutarakan. Aku tak pernah berpikir bahwa hubungan di antara kami berdua bisa sampai ke tahap ini. Seketika mengatakannya, air mataku bercucuran bagaikan air hujan dan ikut menangis bersama Adele.Akibat ancaman dariku, Harry pun perlahan mengangkat teleponnya. Nada dering ponsel terus berbunyi makin nyaring, sungguh berbanding terbalik dengan suasana di rumah ini. Aku melihat Harry masih saja terdiam membatu dan menatap
Aku melihat ponselku yang masih terus berbunyi. Entah harus bagaimana aku menggambarkan perasaanku saat ini. Waktunya benar-benar pas, ketika Harry baru pergi, dia langsung menelepon. Apa lagi yang perlu dijelaskan? Harry pasti melapor kepadanya begitu dia pergi.“Halo, Fanny!”“Kamu lagi apa? Adele sudah baikan?” tanya Fanny dengan suasana hati yang terdengar bahagia.Bagaimana tidak bahagia? Aku terus ribut dengan Harry, dan sudah pasti dialah yang paling diuntungkan.“Hari ini lagi santai kamu? Tumben banget pagi-pagi sudah telepon!” ledekku.“Gini-gini aku juga masih manusia, bukan robot. Aku juga butuh waktu untuk istirahat! Mau makan? Aku traktir.”“Aku mau menemani Adele main di rumah saja!” jawabku.“Oh? … baguslah kalau begitu. Tapi ajak Adele keluar, dong. Aku juga mau ketemu sama dia. Waktu itu kamu lagi bete, jadi aku nggak berani lama-lama!”Aku pun berpikir sejenak. Ini kesempatan yang sempurna. Berhubung dia yang begitu proaktif, rasanya aku yang menyia-nyiakan keramahan
Setelah berkeliling, aku dikecewakan oleh fakta bahwa aku tidak menemukan sandal pria sepasang pun. Aku jadi curiga mungkinkah dia sudah melakukan persiapan sebelumnya. Jika tidak, mana mungkin dia butuh waktu dua jam sebelum menjemput aku dan Adele. Dua jam itu sudah lebih dari cukup untuk menyembunyikan semuanya.Mungkin Fanny menyadari aku sedang melamun, jadi dia menawarkan makanan kecil untuk aku dan Adele. Fanny juga menyalakan tayangan kartun untuk Adele, lalu duduk di samping dan mengamatiku. Tatapannya membuatku sungguh merasa tidak nyaman.“Cerita saja!” katanya sambil menepuk punggungku.“Cerita apa?” tanyaku dengan penuh waspada.“Coba cerita apa yang lagi kamu pikirin sekarang,” kata Fanny seperti sedang menggiringku.Dalam hati aku tertawa sinis dan nada bicaraku jadi terdengar dingin, “Memangnya aku lagi mikir apa? Apa, sih, maksud kamu?”“Kamu temani Adele main dulu, ya. Aku mau masak yang enak untuk kalian!”Setelah itu Fanny melepas jaketnya, mengganti pakaian dan mas
Aku masih tidak bisa menerima fakta bahwa kunci yang ada di kedua tanganku ini ternyata tidak cocok. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa kuncinya berbeda? Apakah mungkin aku salah telah mencurigai Fanny? Mungkinkah selingkuhan Harry bukan Fanny, atau mungkin juga kunci Harry ini menyimpan misteri lain yang tak kuketahui?Hasil dari penemuan ini membuatku sedikit terkejut, tidak tahu apakah aku harus bersyukur atau sebaliknya. Pikiranku terasa hampa, dan sebuah perasaan yang aneh mulai mendatangi diriku, membuatku spontan menoleh ke belakang. Seketika itu aku pun kaget setengah mati karena Fanny sudah berada di belakang dan menatapku dengan tatapan yang datar.“Sudah ketemu apa yang kamu cari?” tanya Fanny santai, seakan-akan dialah yang sudah mengatur semua ini.Perbuatanku yang tertangkap basah olehnya tentu membuatku merasa canggung. Aku menegakkan punggung dan menatapnya dengan serius. “Fanny, sebenarnya kamu mau ngomong apa? Kenapa kamu bohongin aku? Apa hubungan antara kamu sama Ha
“Kualitas gambar rekaman kamera yang aku dapat nggak begitu jelas. Aku nggak bisa lihat jelas siapa orangnya, tapi yang jelas dia lagi dirangkul sama Harry dan menutupi aku.”“Sekarang rekamannya kamu masih punya?” tanyaku.Fanny meraih ponselnya dan memberikan salinan video itu padaku. Malam itu ada banyak sekali orang yang berlalu lalang di jalanan. Sosok Harry juga hanya muncul sekilas saja di dalam rekaman tersebut. Dia mengenakan mantel tebal yang aku setrika untuknya hari itu. Sosoknya yang tinggi besar tampak sedang merangkul seorang wanita berpakaian jaket warna pink di sebelah kirinya. Sayangnya sosok wanita itu benar-benar tertutup oleh Harry. Memperbesar video juga tidak membuahkan hasil apa-apa. Wajah wanita itu masih tidak terlihat sama sekali.“Dia pasti sudah memperhitungkan semuanya dengan teliti!” kataku.Fanny mendekat ke samping dan merangkul bahuku. Aku mengangkat ponselku dan berkata kembali dengan suara yang tertutup oleh tangisan, “Malam itu aku lagi nonton live