Kami berdua sama-sama terkejut dengan telepon yang datang secara mendadak itu. Bola mata Harry mendadak menciut, sedangkan bola mataku justru makin tajam. Aku terus mengamatinya dan berkata, “Angkat!”Tubuh Harry membatu dan hanya berdiam diri di tempat.“Harry, kalau kamu masih punya hati nurani, cepat angkat teleponnya tepat di depan mukaku. Aku kasih kamu kesempatan terakhir! Dulu aku pikir kalaupun semua cowok yang ada di dunia ini selingkuh, kamu bakal tetap setiap. Kamu benar-benar sudah bikin aku kecewa!”Akhirnya aku melepaskan kata-kata yang paling tidak ingin kuutarakan. Aku tak pernah berpikir bahwa hubungan di antara kami berdua bisa sampai ke tahap ini. Seketika mengatakannya, air mataku bercucuran bagaikan air hujan dan ikut menangis bersama Adele.Akibat ancaman dariku, Harry pun perlahan mengangkat teleponnya. Nada dering ponsel terus berbunyi makin nyaring, sungguh berbanding terbalik dengan suasana di rumah ini. Aku melihat Harry masih saja terdiam membatu dan menatap
Aku melihat ponselku yang masih terus berbunyi. Entah harus bagaimana aku menggambarkan perasaanku saat ini. Waktunya benar-benar pas, ketika Harry baru pergi, dia langsung menelepon. Apa lagi yang perlu dijelaskan? Harry pasti melapor kepadanya begitu dia pergi.“Halo, Fanny!”“Kamu lagi apa? Adele sudah baikan?” tanya Fanny dengan suasana hati yang terdengar bahagia.Bagaimana tidak bahagia? Aku terus ribut dengan Harry, dan sudah pasti dialah yang paling diuntungkan.“Hari ini lagi santai kamu? Tumben banget pagi-pagi sudah telepon!” ledekku.“Gini-gini aku juga masih manusia, bukan robot. Aku juga butuh waktu untuk istirahat! Mau makan? Aku traktir.”“Aku mau menemani Adele main di rumah saja!” jawabku.“Oh? … baguslah kalau begitu. Tapi ajak Adele keluar, dong. Aku juga mau ketemu sama dia. Waktu itu kamu lagi bete, jadi aku nggak berani lama-lama!”Aku pun berpikir sejenak. Ini kesempatan yang sempurna. Berhubung dia yang begitu proaktif, rasanya aku yang menyia-nyiakan keramahan
Setelah berkeliling, aku dikecewakan oleh fakta bahwa aku tidak menemukan sandal pria sepasang pun. Aku jadi curiga mungkinkah dia sudah melakukan persiapan sebelumnya. Jika tidak, mana mungkin dia butuh waktu dua jam sebelum menjemput aku dan Adele. Dua jam itu sudah lebih dari cukup untuk menyembunyikan semuanya.Mungkin Fanny menyadari aku sedang melamun, jadi dia menawarkan makanan kecil untuk aku dan Adele. Fanny juga menyalakan tayangan kartun untuk Adele, lalu duduk di samping dan mengamatiku. Tatapannya membuatku sungguh merasa tidak nyaman.“Cerita saja!” katanya sambil menepuk punggungku.“Cerita apa?” tanyaku dengan penuh waspada.“Coba cerita apa yang lagi kamu pikirin sekarang,” kata Fanny seperti sedang menggiringku.Dalam hati aku tertawa sinis dan nada bicaraku jadi terdengar dingin, “Memangnya aku lagi mikir apa? Apa, sih, maksud kamu?”“Kamu temani Adele main dulu, ya. Aku mau masak yang enak untuk kalian!”Setelah itu Fanny melepas jaketnya, mengganti pakaian dan mas
Aku masih tidak bisa menerima fakta bahwa kunci yang ada di kedua tanganku ini ternyata tidak cocok. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa kuncinya berbeda? Apakah mungkin aku salah telah mencurigai Fanny? Mungkinkah selingkuhan Harry bukan Fanny, atau mungkin juga kunci Harry ini menyimpan misteri lain yang tak kuketahui?Hasil dari penemuan ini membuatku sedikit terkejut, tidak tahu apakah aku harus bersyukur atau sebaliknya. Pikiranku terasa hampa, dan sebuah perasaan yang aneh mulai mendatangi diriku, membuatku spontan menoleh ke belakang. Seketika itu aku pun kaget setengah mati karena Fanny sudah berada di belakang dan menatapku dengan tatapan yang datar.“Sudah ketemu apa yang kamu cari?” tanya Fanny santai, seakan-akan dialah yang sudah mengatur semua ini.Perbuatanku yang tertangkap basah olehnya tentu membuatku merasa canggung. Aku menegakkan punggung dan menatapnya dengan serius. “Fanny, sebenarnya kamu mau ngomong apa? Kenapa kamu bohongin aku? Apa hubungan antara kamu sama Ha
“Kualitas gambar rekaman kamera yang aku dapat nggak begitu jelas. Aku nggak bisa lihat jelas siapa orangnya, tapi yang jelas dia lagi dirangkul sama Harry dan menutupi aku.”“Sekarang rekamannya kamu masih punya?” tanyaku.Fanny meraih ponselnya dan memberikan salinan video itu padaku. Malam itu ada banyak sekali orang yang berlalu lalang di jalanan. Sosok Harry juga hanya muncul sekilas saja di dalam rekaman tersebut. Dia mengenakan mantel tebal yang aku setrika untuknya hari itu. Sosoknya yang tinggi besar tampak sedang merangkul seorang wanita berpakaian jaket warna pink di sebelah kirinya. Sayangnya sosok wanita itu benar-benar tertutup oleh Harry. Memperbesar video juga tidak membuahkan hasil apa-apa. Wajah wanita itu masih tidak terlihat sama sekali.“Dia pasti sudah memperhitungkan semuanya dengan teliti!” kataku.Fanny mendekat ke samping dan merangkul bahuku. Aku mengangkat ponselku dan berkata kembali dengan suara yang tertutup oleh tangisan, “Malam itu aku lagi nonton live
Benar saja, tak lama Harry datang ke kantor dan aku langsung bertanya padanya, “Tadi James telepon kamu? Pagi-pagi begini kamu pergi ke mana?”“Iya, tadi dia telepon, dia bilang kalau kamu datang ke kantor. Aku sampai kaget dengarnya. Kemarin malam kamu nggak ada bilang mau datang,” jawab Harry sambil melepas mantelnya. “Tadi aku sekalian mampir lihat-lihat ke tempat proyek.”“Aku cuma iseng saja. Habis ngantar Adele ke TK tadi, aku ngerasa kayaknya terlalu santai. Jadi aku ke sini, deh!”“Tadi aku sempat mikir. Kalau kamu mau balik kerja, aku kasih ruang kantor yang terbuka saja. Aku rasa itu lebih cocok buat kamu. Tempatnya luas, dan kebetulan kamu juga lebih enak kasih kerjaan ke yang lain.”“Nggak, aku mau balik ke bagian marketing lagi saja. Aku sudah paling cocok di sana!” balasku dengan langsung menyampaikan apa yang aku mau.Tentu saja aku tahu apa maksud Harry menyediakan kantor semacam itu untukku. Yang aku inginkan adalah menggali lebih dalam. Aku harus mencari tahu Aurous C
Ketika panggilan tersambung, yang menjawabku hanyalah suara mesin yang memberi tahu kalau telepon Harry sedang tidak aktif. Di saat itu aku langsung berjongkok di lantai dan menangis sejadi-jadinya. Namun mengingat Adele yang entah bagaimana kabarnya, aku langsung berdiri dan kembali ke tempatnya dengan kaki yang sudah tak bertenaga.Aku kembali ke lobby dan menghubungi Fanny, tapi sama saja, dia tidak bisa dihubungi. Karena tidak ada lagi yang bisa kuminta tolong, aku terpaksa menghubungi mertuaku. Aku yakin mereka pasti kaget aku menghubungi mereka di tengah malam begini.Benar saja, begitu telepon tersambung, ibu mertuaku bertanya, “Maya, ada apa telepon malam-malam begini? Kamu kenapa?”Dengan tidak enak hati aku bilang kalau Adele sedang di rumah sakit karena demam tinggi, dan aku tidak punya uang sepeser pun. Mertuaku langsung mengatakan kalau mereka akan berangkat ke rumah sakit sekarang juga dan langsung menutup telepon. Ketika mereka sampai, dokter sedang memberikan infus untu
Seketika itu juga aku tersadar. Benar juga, aku tidak boleh sampai kehilangan semua yang aku punya begitu saja. Kalaupun aku melawan, pada akhirnya aku yang akan rugi. Alhasil ponselku pun lama-lama berhenti berdering.Sembari menatap sorot mata Fanny yang begitu tegas, aku pun kembali tenang dan pikiranku jadi jernih kembali.“Aku ngerti sekarang! Untung saja di saat begini ada orang lain di sampingku yang terus mengingatkan aku harus gimana,” kataku.Saat itu ponselku kembali berdering. Aku sudah menenangkan diri dan Fanny mengembalikan ponselnya padaku, sambil berkata, “Kamu pasti bisa.”Aku menarik napas panjang dan mengangkat teleponnya. “Halo, sayang! Akhirnya kamu telepon juga. Aku mau tanya, uang yang ada di kartu kita ke mana, ya? Ini Adele lagi kena pneumonia akut, tengah malam tadi aku bawa dia ke rumah sakit. Pas itu aku lagi nggak bawa cash, pas aku mau tarik uangnya, ternyata uangnya sudah nggak ada!”Fanny langsung menepuk jidatnya seketika dia mendengar aku berkata sepe