Beranda / Romansa / Mencintai Kakak Sahabatku / Apakah hanya kecelakaan biasa?

Share

Apakah hanya kecelakaan biasa?

Penulis: dwi23end
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-07 01:43:05

Ramon menunggu Ganis keluar dari kamar mandi dengan gelisah. Ia mulai menimbang-nimbang. Tak mungkin juga ia mengambil langkah aborsi kalau memang Ganis benar-benar hamil. Ia bukan pria sekejam itu.

Ganis muncul dari kamar mandi dengan wajah yang sulit ditebak. Bagi gadis itu positif atau negatif baginya sama saja. Sekarang ia bukan gadis lagi. Tubuhnya telah ternoda. Hal yang di banggakan dan akan ia persembahkan untuk orang yang paling dicintainya sudah hilang.

"Bawa sini!" perintah Ramon tak sabar.

Ganis mengangsurkan test pack itu.

Ramon menatap alat itu dengan seksama. Desahan berat terdengar dari nafasnya.

"Hasilnya negatif. Ini akan menjadi hal mudah bagi kita. Kita tak perlu lagi terlibat dalam suatu hubungan," ucap Ramon tak bisa menyembunyikan kelegaannya.

"Kau telah merugikanku!" rutuk Ganis marah.

"Maaf. Ya aku khilaf. Jangan jumawa. Entah apa yang aku pikir saat itu hingga bisa menodaimu. Kau tak begitu cantik. Aku juga punya tunangan. Lagipula mencari gadis yang mau aku tiduri tak sulit bagiku. Ucapanmu terlalu lancang. Apapun alasanmu itulah hukumanmu," ucap Ramon tak mau terlihat bersalah di depan Ganis. Ganis berdecak.

"Sombong sekali. Kau pikir dengan mengatakan itu aku tak akan berani menuntut dan melaporkanmu? kau pikir aku akan bangga menjadi wanita yang kamu nodai? Ok, kau memang tampan tapi ketampananmu tak sebanding dengan Marco. Setidaknya Marco sangat menghormati wanita," sahut Ganis sinis.

Hari Ramon kembali meradang.

"Jangan sebut Marco lagi! Apalagi membandingkannya denganku. Kita bisa menyelesaikan semua ini secara dewasa. Ok, aku memang merugikanmu tapi itu sepadan. Aku sendiri juga tak mau repot dan aku masih kasihan denganmu kalau melapor. Aku bisa membuatmu malah masuk penjara. Ingat disini yang punya uang dan kuasa adalah aku. Jadi kau harus menuruti semua tawaranku,"

"Aku rasa Marco mungkin sekarang sedang menangis melihat kelakuan kakaknya. Kau mau membeli hukum rupanya. Marco pasti menyesal telah begitu bangga padamu. Bagaimana bisa aku jatuh cinta padamu," Ganis menatap jijik pada Ramon.

Pria itu mulai hilang kesabaran. Ia meraih dagu Ganis. Mata mereka bersitatap.

"Kau selalu menyebut Marco untuk membuatku marah. Apa kau ingin aku menodaimu lagi? Apa kau malah penasaran gimana rasanya bermain bersamaku tanpa paksaan? kau berkata apa tadi, kau jatuh cinta padaku?" seringai Ramon menekan dagu Ganis lebih keras.

Ganis langsung menepis tangan Ramon dan membuang muka.

"Siapa yang jatuh cinta padamu," ralat Ganis buru-buru. Bisa-bisa makin besar kepala saja ini orang.

Sebenarnya Ramon sendiri hanya menggoda Ganis saja. Namun keberanian dan sifat keras kepalanya mengusik sisi lain Ramon. Segera ia meraih tengkuk Ganis dan menutup bibir Ganis dengan mulutnya. Mulanya Ganis berontak tapi sapuan lembut bibir Ramon di atas bibirnya membuatnya terpaku. Sungguh ini di luar kendali Ganis. Pikirannya menolak tapi gelayar nikmat dari gerakan bibir pria itu membuatnya hilang akal. Lidah Ramon mulai bermain di dalam mulutnya begitu dominan saat gadis itu membuka mulutnya hendak bicara.

Jujur Ramon tak pernah berhasrat sekuat itu pada seorang wanita. Jiwa pemberontakan Ganis membuatnya tertantang untuk menguasai nya dalam cumbuannya.

Hampir semenit keduanya terlena sampai kesadaran Ganis mulai menguasai akalnya. Ganis mendorong tubuh Ramon dengan keras.

"Dasar mesum tak tahu diri!" bentak Ganis sambil menyesali diri yang telah terlena dengan kenikmatan ciuman Ramon. Matanya langsung berkaca-kaca.

Perlahan Ramon jadi paham mengapa Marco sampai jatuh cinta padanya.

Ganis sendiri sangat ketakutan dengan ciuman kakak Marco itu. Sebelum kejadian perudapaksaan itu mungkin berciuman dengan Ramon adalah impiannya. Pernah juga ia membayangkan percintaan yang panas dengan pria itu.

Untuk saat ini tentu saja tidak. Rasa sakitnya begitu membekas meninggalkan trauma. Bahkan bekas kebuasan Ramon masih tersisa di beberapa titik tubuhnya.

Sejenak Ramon membayangkan bagaimana permainan Ganis di atas ranjang. Ia masih ingat bagaimana kesat dan legitnya keperawanan Ganis. Apalagi bila gadis itu aktif di atas ranjang, mengerang penuh kenikmatan di bawah tubuhnya dengan penuh penyerahan. Ada keinginan untuk memiliki tubuh Ganis dan tak ingin ada pria lain yang menyentuh gadis itu. Namun ia tak punya alasan untuk menahan Ganis. Gadis itu pasti punya keluarga yang juga mencari dan mengkhawatirkannya.

Ramon sedikit menyesal tak bisa mengendalikan diri dan kembali mencium dan melecehkan gadis itu. Ia bisa melihat mata Ganis yang hampir menangis.

"Mungkin aku tak bisa mengembalikan kesucianmu tapi aku akan memberi kompensasi untuk kesalahpahaman ini," ucap Ramon mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya.

"Aku tak tertarik. Memang kesucianku bisa diganti dengan uang," bantah Ganis kesal.

"Entahlah. Yang jelas kita sudah selesai. Jangan mengusikku lagi. Kurasa uang yang ada di kartu itu cukup untuk kamu bisa sekolah atau buka usaha. Kau tak berbakat jadi jalang atau sugar daddy siapapun. Kau masih muda," kata Ramon tak bisa menyembunyikan rasa penyesalannya.

Ganis bisa melihat mata hazel milik Ramon meredup. Ya Ramon tulus menyesali perbuatannya. Ia hanya membuang muka tak ingin terperdaya oleh pria itu.

"Jalani hidupmu. Lupakan Marco dan apa yang telah aku perbuat. Kau boleh tinggal di sini sampai kau benar-benar pulih. Ada bibi pelayan yang bisa membantumu," ujar Ramon menatap Ganis sejenak dan melangkah menuju pintu kamar.

Ganis tak bisa mengatakan apapun. Sampai di ambang pintu Ramon menoleh,

"Tunggu. Jangan senang dulu. Aku masih akan menyelidiki penyebab kecelakaan Marco. Jika kau terlibat jangan harap kau bisa lolos dariku. Kau masih dalam pengawasanku selama 3 bulan ke depan sampai penyelidikan ini selesai," ucap Ramon tegas dan kemudian berbalik menghilang di balik pintu.

"Tidak hanya kau, aku juga akan mencari tahu kenapa Marco bisa kecelakaan," desis Ganis penuh tekad.

Ia menatap kartu kredit dari Ramon. Tentu saja kesuciannya tak bisa tergantikan. Sakit hati dan perasaan cintanya pada pria itu membuat perasaannya campur aduk tak karuan.

Ia mendengus kesal. Kenapa uang selalu menggiurkan. Ia pun meraih kartu itu dan memasukkan ke saku kemeja yang ia pakai. Uang bisa berguna dalam banyak hal. Uang juga bisa mempermudah segalanya. Ia jadi teringat ponsel dan juga tasnya.

Ia bangkit dan keluar mencari bibi suruhan Ramon.

"Bibi!"

"Ya Nona manggil saya," seru wanita itu begitu ia panggil.

"Apa pak Ramon sudah pergi?"

"Baru saja Nona. Ada apa ya?"

"Kau tahu pak Ramon menyimpan tas kecil dan ponselku?"

Wanita itu berpikir sejenak.

"Saya tak melihat sama sekali Non," jawabnya akhirnya.

Ganis menepuk dahinya. Gawat! Tanpa ponsel ia akan kehilangan semua kontak teman-temannya dan juga teman Marco. Ia ingat tas kecilnya itu tertinggal di mobil Ramon saat Ramon memaksanya keluar dari mobil. Ponselnya sendiri ia masih tak tahu pasti hilang dimana. Tas kecil itu hanya berisi KTP dan juga kartu sosial.

*****

Ramon sendiri kini tengah dalam perjalanan menuju suatu tempat di mana ia telah menahan beberapa teman dekat Marco untuk mencari tahu kronologi kejadian. Ia tahu Marco sangat ahli dalam berkendara. Mustahil ini kecelakaan biasa.

Mengenai Ganis melalui KTP gadis itu yang ia dapatkan dari jok belakang mobilnya ia telah menyuruh anak buahnya menyelidikinya.

"Sergio apa yang bisa kau informasikan mengenai gadis itu?" tanya Ramon pada salah satu anak buahnya yang kini sedang menginterogasi teman-teman Marco.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 120

    Seperti kilatan mimpi upacara pernikahan berlangsung singkat dan mengundang haru. Pestanya di halaman panti, tamunya semua anak panti dan juga penduduk sekitarnya. Bagi Ganis ini sudah lebih dari cukup. Ia sempat mengira Ramon akan memberikannya pesta bak miliarder di ballroom hotel dengan tamu ribuan mengingat status Ramon. Alih-alih pria itu memberinya pesta yang intimate dan membuatnya meneteskan air mata. Tak ada pendeta yang ada Ramon mengundang petugas catatan sipil untuk memberikan surat nikah untuk ditandatangani. Mungkin Ramon ingin menghormatinya karena dirinya secara identitas juga beragama islam. Tak sampai di situ karena di negara ini tak diizinkan ada pernikahan beda agama Ramon mengganti agamanya menjadi islam di atas kertas.Ganis tahu semua mata yang hadir mendoakan kebahagiaan mereka begitu tulus. Bu Panca berulang kali mengusap matanya dengan sapu tangan. Beberapa pegawai panti ikut terharu. Lain halnya para anak. Mereka menyanyikan lagu wedding penuh semangat denga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 119

    Setelah perjalanan yang lumayan membosankan terbang dari Barcelona ke Indonesia pagi itu Ganis sampai kembali di tanah air. Ia menghembuskan nafas dalam sambil menyeret kopernya menuju peron bandara. Kali ini ia akan benar-benar pulang. Setelah sekian lama merantau ke luar negeri.Ia tersenyum tatkala ia tak melihat seorang pun menjemputnya. Biasanya bibi Sunnah dan juga Givani yang akan menyambutnya. Ia tak tahu harus bersyukur atau tidak. Ternyata Ramon tak menjemputnya dan juga Givani. Mereka juga tak menghubunginya. Belum selesai rasa keheranannya tiba tiba seorang pria berbadan tegap menghampirinya"Anda harus ikut kami.Anda Ganis, bukan?" "Ya benar. Anda siapa kok saya harus menuruti anda?" tanya Ganis sama sekali tak bergeming dari posisinya."Saya suruhan pak Ramon," ucap pria itu membungkuk hormat dan meraih koper Ganis. Ganis mendesah pelan dan mengikuti kemana pria itu.Ganis tak banyak bertanya meskipun pria itu membawanya ke daerah yang sama sekali tak dikenalnya. Mungk

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 118

    Terdengar suara panggilan dari pengeras suara. Mereka harus segera naik pesawat. "Kita bisa menundanya besok," kata Ramon masih menggenggam tangan Ganis. Givani tersenyum jahil pada Ganis."Tak perlu Ayah. Salah sendiri kakak tiba-tiba mau ikut," serunya membuat Ganis tak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi Givani. "Ok. Aku bisa menyusul kalian besok. Aku juga harus membereskan pekerjaanku sekalian aku ingin ziarah ke makam bi Sunnah. Jadi sekarang berangkatlah anak centil," ucap Ganis gemas. "Ku tunggu Nis," ucap Ramon seolah begitu berat melepaskan tangan Ganis."Ayah, jangan lebay ah," decak Givani berjalan lebih dahulu. Mereka pun berciuman sebentar dan melambaikan tangan. Ramon segera di dorong oleh perawat dan Raffi.Hari itu setelah Ganis pamit pada rekan kerja dan atasannya ia mengunjungi makan bibi Sunnah dengan ditemani Shawn dan juga bibi Merry."Aku ingin memindahkan makamnya ke Indonesia sebenarnya," kata Ganis ketika mereka dalam perjalanan pulang."Kalau kau

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 117

    Ramon menatap muram cincin berlian di tangannya. Detik demi detik berlalu. "Ramon," suara Ganis akhirnya terdengar. Ramon melihat wajah Ganis yang tampak ragu. "Bagaimana Nis?" tanya pria itu kini semangatnya mulai mengendur. "Cincinnya sangat bagus dan aku senang kakak melamarku. Tapi untuk menikah aku butuh waktu lagi. Kau tahu pekerjaanku," seru Ganis tercekat. Hatinya kini sedang bergulat hebat. "Tak apa. Aku akan menunggu. 7 tahun masih ditambah lagi beberapa tahun juga tak apa. Asal pada akhirnya kau bersamaku. Tapi apakah Givani bisa menunggu dan memahaminya," ujar Ramon perlahan meraih tangan Ganis yang menggenggam erat sisi kemejanya. Ganis tak punya kekuatan untuk menarik tangannya dan menolak saat Ramon mengecup punggung tangannya dan menatapnya dalam. Dalam sekejap mata cincin berlian itu kini sudah melingkar indah di jarinya. Air mata Ganis luruh. Ramon segara menarik tubuhnya ke dalam pelukannya. "Kau milikku. Dari dulu Nis," bisik Ramon di telinga Ga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 16

    Ganis merasa cepat atau lambat memang ia harus segera memutuskan. "Aku akan pikirkan. Aku akan segera mandi. Waktunya untuk bekerja," seru Ganis kemudian dengan cepat mengancingkan baju Ramon. Ramon hanya mengangguk tak mau terlalu menekan Ganis. Saat Ganis selesai membersihkan diri rupanya Givani, Shawn dan juga bibi Merry sudah datang termasuk juga asisten Ramon. "Kak kata Ayah besok aku akan pulang. Aku juga harus sekolah. Kakak ikut kan? Sekarang sudah tidak ada lagi ibu," tukas Givani dengan wajah sedihnya. Ganis menjadi tak enak."Kakak tidak bisa untuk langsung berhenti bekerja sayang. Beri kakak waktu " seru Ganis sambil mengelus rambut putrinya. Ramon memandang Givani"Vani jangan desak ibumu," seru Ramon tegas. Givani pun mundur dan kembali ke dekat Ramon. Ia pun terdiam dan tak banyak bicara lagi. Suasana hangat menjadi sedikit tegang."Ayo kita sarapan di kantin. Biar Shawn membawa Ramon ke toilet dulu," kata bibi Merrymengajak Ganis dan juga Givani. Setelah sarapan

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 115

    Ciuman itu berlangsung pelan dan intens. Pikiran Ganis kosong Telapak tangan Ramon mengelus pinggang dan punggungnya pelan. Ganis tak bisa menutupi perasaannya lagi. Senikmat ini bersama dengan orang benar-benar dicintai. Saat keduanya tengah tenggelam saling menghisap dan melumat, sebuah suara langsung menghentikan mereka. "Astaga! Apa kalian sudah tak bisa menahannya sama sekali Pintu ini terbuka. Bagaimana kalau ada perawat masuk," seru Shawn yang harus kembali untuk mengambil tasnya yang tertinggal. Keduanya perlahan saling menjauhkan diri. Rasanya Ganis ingin menghilang saja saking malunya. Seperti perempuan tak berhati saja. "Kau kembali," ucap Ganis dengan risih. Ramon sendiri tampak santai dengan menyentuh bibirnya dengan jemarinya. Shawn menahan perasaannya untuk tidak menonjok kakaknya itu. "Ada yang ketinggalan. Nis apa kau sudah makan?" tawar Shawn yang sengaja mengajaknya karena ingin berbicara dengannya. "Belum. Ayo pergi makan," ajak Ganis buru-buru bera

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status