Share

Tes Pack

Ramon berjalan menuju apartemennya. Entahlah ia bisa melewatinya atau tidak. tinggal lagi di apartemen tanpa Marco. Ingatannya kembali pada Ganis. Gadis itu ia tinggalkan saat ia tertidur setelah meminum obatnya. Mungkin ia harus menelpon Sofia. Ia akan membiarkan Sofia menemaninya.

"Sofia aku ada di apartemen sekarang," kata Ramon menghubungi Sofia.

"Ya Ramon aku akan ke sana dalam 10 menit. Tunggulah. Aku akan menyerahkan semua pekerjaan pada asistenku dulu," ujar Sofia. Panggilan pun ditutup.

Ramon membuka pintu apartemen. Segera ingatan tentang kenangan Marco semasa hidup kembali mengisi pikirannya. Ia menatap foto Marco di dinding. Mainan Marco di rak pajangan. Ia seolah melihat Marco duduk di sofa melemparkan senyum jahilnya. Ramon tak bisa menahan kepiluan yang menderanya.

Ia meraih minuman di kulkas dan menenggaknya. Sambil minum ia berjalan menuju kamar Marco. Ia kini terkenang saat Marco tengah berkelahi dengannya dan berguling-guling di kasur. Hampir 15 tahun ia hidup bersama adiknya itu.

Dalam ketermenungannya ia tak menyadari kalau Sofia telah datang. Sofia bisa masuk begitu saja ke apartemen Ramon karena pria itu telah memberinya akses. Ia menemukan Ramon sedang melamun di kamar Marco. Kesedihan masih bergelanyut di wajah tampannya. Sofia memutuskan untuk menghibur pria yang dipujanya sepanjang hidup itu.

"Aku mengkawatirkanmu sayang," ucapnya lembut dan memeluk pinggang Ramon dari belakang.

Ramon sedikit terkejut. Tangannya meraih kedua tangan Sofia yang melingkar di pinggannya. Ia memutar tubuhnya.

"Ayo kita ke kamar!" ajaknya membimbing Sofia menuju kamarnya sendiri.

"Kalau kau mau kita bisa menurunkan semua barang-barang Marco," usul Sofia begitu ingin Ramon segera keluar dari kesedihannya dan kembali beraktivitas seperti biasanya.

"Tak perlu. Aku akan menjalani semuanya apa adanya. Tanpa memaksa untuk Marco pergi dengan cepat di pikiranku. Biarkan saja semua ada pada tempatnya," ucapnya kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Sofia yang beberapa hari tak mendapakkan perhatian Ramon seperti biasanya sangat merindukan sentuhan Ramon. Saat inilah waktu yang tepat. Ia langsung naik ke atas tubuh Ramon. Ramon hanya diam. Pikirannya tak fokus.

"Sayang apa kau tak merindukanku," ujar Sofia manja. Tangannya mulai menelusuri dada Ramon yang dipenuhi bulu halus yang menggoda. Wanita cantik itu mulai mengecup dada pria itu. Ramon tak bereaksi. Biasanya ia akan langsung terpancing dan akan segera melakukan sesi bercinta mereka. Tapi entah kenapa ia malah teringat Ganis. Gadis yang ternyata telah ia renggut kegadisannya dengan cara tak manusiawi.

Akhh ternyata Ganis masih perawan. Ramon melihat bukti nyata itu lewat noda darah di sprei dimana gadis itu berbaring. Pantas saja rasanya sungguh berbeda. Ia tahu perbedaanya karena Sofia dari awal bersamanya sudah tak perawan. Sofia adalah gadis asli Argentina dengan kehidupan di sana yang lumayan bebas.

"Sofia kita tidur saja," ucap Ramon menunjukkan keenggannya. Sofia menngerucutkan bibirnya. Ia mulai mencium bibir penuh milik Ramon. Ramon tak bisa untuk menyingkirkan Sofia karena ia juga menginginkan Sofia untuk datang.

Sofia mengakhiri lumatannya. Ia sangat kecewa karena sikap Ramon yang dingin. Sementara pikiran Ramon masih berkutat pada Ganis dan juga Marco. Jadi Marco masih tak menyentuh sama sekali gadis itu. Gimana bisa.

Sofia pun berusaha memaklumi sikap Ramon. Mungkin pria itu masih begitu merasa kehilangan.

"Oh iya gimana kabar gadis itu. Kau apakan dia?" tanya Sofia teringat gadis yang kemarin Ramon bawa. Gadis yang meriupakan teman Marco atu bahkan lebih.

Ramon sedikit gugup. Tak mungkin juga ia akan meceritakan apa yang terjadi.

"Dia sudah aku bebaskan. Aku tak punya alasan untuk menahannya lebih lama," jawan Ramon singkat.

"Kalau mau menemukan bukti yang nyata tentu saja tak akan kita dapatkan. Lebih baik kau berusaha mencari tahu pada teman-teman Marco lainnya," ucap Sofia dengan wajah sedikit tampak kecewa.

"Ya aku akan perintah anak buahku untuk menahan beberapa teman Marco yang bisa mereka dapatkan. Kita akan tanyakan langsung kronologi kejadiannya," kata Ramon membelai rambut Sofia lembut.

"Sayang aku mulai menyiapkan acara pernikahan kita. Aku harus sering terbang ke Buenos Aires. Sesuai rencana kita akan menikah di sana," kata Sofia mulai mengalihkan pembicaraan.

"Itu kan masih lama sayang. Masih 3 bulan lagi," kata Ramon tampak tak bersemangat.

"Tapi ini adalah sesuatu yang sakral. Sekali seumur hidup. Aku juga ingin seluriuh sanak keluargaku hadir di pesta kita," tambah Sofia tak bisa menyembunyikan antusiasmenya.

Ramon mendesah berat. Bagaimana bisa Sofia membicarakan pesta sementara kematian Marco belum genap 3 hari.

"Terserah kaulah," ujar Ramon kini bangkit. Sofia juga mengangkat tubuhnya.

"Pesankan aku makanan," kata Ramon bergegas untuk membersihkan diri.

"Baiklah sayang. Aku akan segera memesankanya. Aku akan menyiapkan peralatannya," sahut Sofia keluar kamar. Sofia sendiri tak begitu mahir memasak. Seringnya sih ia pesan atau makan masakan Bu Shi di rumah pamanya yang kini ia tinggali selama di Indonesia. Sofia sebenarnya tak menetap di Indonesia. Ia masuk ke negera ini lantaran ia tak kuat terlalu lama LDRan dengan Ramon.

Mulanya Ramon ke Indonesia mencari adiknya yang beda ibu. Setelah ayahnya meninggal ia diberi tanggung jawab selain mewarisi harta keluarga ia juga harus mengurusi adiknya. Kehidupan Marco sangat memprihatinkan pada awalnya. Ia ditelantarkan oleh ibunya yang seorang blasteran Belanda -Indonesia. Menurut kabar ibunya pergi bersama kekasihnya ke Moldova. Tapi dalam perjalanan kapal yang ditumpanginya tenggelam.

Setelah menemukan Marco, Ramon kemudian membuka cabang usaha yang ada di Argentina untuk di buka di Indonesia. Tak disangka cabang usaha di Indonesia lumayan maju pesat. Bisnis penjualan merchandis bola dari klub Argentina sangat laris. Ramon pun jadi betah di Indonesia.

Tak lama pesanan datang. Ramon telah selesai dan keluar dari kamar mandinya. Makanan telah siap santap di meja makan. Sofia telah menunggunya. Tanpa banyak kata Ramon menghabiskan makanannya.

"Ada acara reality show yang mungkin kau suka," usul Sofia berusaha membuat Ramon sedikit ceria. Mereka sedang duduk di ruang televisi. Ramon mulai mengikuti saran Sofia.

Tak lama kemudian Sofia sudah tertawa-tawa melihat kejenakaan tayangan di TV. Ramon sendiri berusaha konsentrasi untuk ikut mencari kelucuan dari tayangan itu tapi ia tak bisa tertawa sedikitpun. Lama-kelamaan Sofia tahu Ramon tak menunjukkan perubahan.

"Gimana kalau kita keluar saja. Jalan-jalan ke taman mungkin," ucap Sofia kini sudah mulai jenuh.

"Tak usah. Ini juga sangat bagus," kata Ramon singkat. Sofia tahu Ramon berbohong. Mata Ramon kebanyakan kosong.

"Aku ingin kau tak mengambil cuti terlalu lama. Apa perlu kupanggilkan psikiater?"

"Sofia aku tak apa-apa!" Kata Ramon dengan nada sedikit meninggi. Sofia tahu ia harus menghentikan usahanya untuk membuat Ramon melupakan Marco.

Sofia pun mulai membuka ponselnya. Ia pun mulai berkonsentrasi menyiapkan keperluan pernikahannya dan mengabaikan Ramon yang menonton TV tapi pikiranya melayang entah kemana.

"Kau bisa balik ke kantor Sof," ucap Ramon membuat Sofia sedikit mengeryit. Tadi ingin ditemani tapi sekarang menyuruhnya pergi.

"Tapi kau...," protes Sofia sungguh tak mengerti pikiran Ramon saat ini.

"Aku baik-baik saja. Hanya saja aku minta mulai hari ini pulanglah ke apartemenku,"

"Ya tentu saja," Sofia langsung menyanggupi. Kebetulan hari ini pekerjaannya sedikit menumpuk karena beberapa hari lalu menemani Ramon di rumah sakit dan mengurus pemakaman.

"Aku akan segera kembali. Istirahatlah. Baca buku lucu mungkin," kata Sofia masih merasa khawatir. Ia tak mengira ternyata kehilangan Marco begitu berdampak besar pada Ramon.

Ramon menatap kepergian Sofia. Ia megira dengan bersama Sofia ia bisa sedikit tenang. Ternyata kehadiran Sofia di dekatnya malah membuat pikirannya tambah kalut. Kehilangan Marco membuat hidupnya kehilangan haluan sementara.

Ia bangkit ia akan kembali ke Bungalow tempat Ganis. Mungkin gadis itu sudah bangun dan keadaannya sudah membaik. Ia ingin hasil test pack segera diketahui. Hingga ia bisa memutuskan langkah selanjutnya.

Sampai di Bungalow ia mendapati Ganis tengah menangis sambil menatap foto Marco di sudut ranjang kamar. Ganis tak menyadari saat pria itu perlahan masuk kamar.

"Marc, kenapa kau pergi," seru Ganis menepuk dadanya. Ia masih belum rela kehilangan Marco. Seharusnya mereka bisa melakukan banyak hal menyenangkan bersama.

Ramon tak bisa berpikir kalau gadis itu hanya berpura-pura sedih. Ganis menyusut air matanya dan menyadari kehadiran Ramon.

"Kau mau apa?" tanyanya dengan pandangan waspada.

"Apa permintaanku sudah kau lakukan?" tanya Ramon menyingkirkan kesedihan yang menekan dadanya.

"Memang apa?" seru Ganis bingung. Ia baru saja bangun dan langsung mengingat Marco. Tentu saja ia langsung menumpahkan kesedihannya. Ia tak mengira kehilangan begitu terasa menyakitkan.

"Test Pack!!" ucap Ramon meraih bungkusan di atas troli dan mengangkatnya ke muka Ganis.

"Jangan pura-pura bodoh. Kurasa keadaanmu juga sudah membaik," tambah Ramon dengan mata tajam.

Tak ada alasan Ganis untuk tak segera pergi ke kamar mandi sambil membawa test pack.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mumud
orang kaya bodoh.mana ada hamil dlm waktu 1 mlm
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status