Share

Mencintai Sang Gamophobia
Mencintai Sang Gamophobia
Author: Igamurti Ndekano

JANGAN MEMBERI HARAPAN

Salma Andara terbangun di atas ranjang Fredy Antonio! Dia tidak salah lihat. Di antara rasa peningnya karna pengaruh alkohol semalam, dia masih dapat mengenali laki-laki yang berbaring telungkup dalam balutan selimut tanpa busana di sampingnya itu adalah Fred.

Sahabatnya, sekaligus lelaki yang dia cintai. Kilasan kejadian semalam bermunculan dalam benaknya, dia tidak begitu ingat bagaimana bisa dia berakhir di tangan Fred. Yang Salma ingat, dia terkahir berada di klub bersama dua sahabat lelakinya yang lain, sahabat mereka, Effendy dan Andika.

Lalu, dia tidak ingat apapun selain malam panas yang dilewatinya tanpa akal sehat, ketika dia dan lelaki di sampingnya tidak lagi mengenal jarak.

"O, Sh*t." keluhnya dengan paras memerah. Salma adalah perempuan terhormat, dia tidak pernah bermimpi akan berakhir seperti ini meskipun dia telah mencintai Fredy sejak lama. Dia menatap Fred, laki-laki itu masih terbaring tenang. Bulu matanya yang lentik dan panjang di teduhi sepasang alis tebal yang teratur membuatnya demikian kalem dan lugu saat tidur. Sebuah harapan bodoh singgah di dada Salma, berharap setelah ini sikap Fred yang dingin dan masa bodoh dengan perasaannya akan berubah.

Dengan perlahan, Salma turun dari tempat tidur untuk memungut pakaiannya. Dia tahu dirinya tidak akan memiliki cukup kepercayaan diri jika dia tetap disana dan Fredy terbangun lalu menyadari semuanya.

Setelah memakai pakaiannya, Salma bergegas meninggalkan kediaman itu dengan tergesa meski tak dapat dipungkiri sekujur tubuhnya terasa pegal dan nyeri untuk bergerak cepat.

***

Setelahnya mereka tidak lagi bertemu untuk beberapa Minggu ke depan. Selain daripada jadwal pertemuan circle mereka tidak terlaksana karna kesibukan masing-masing, Salma memang tidak punya kepentingan khusus untuk bertemu dengan Fredy.

"Bu, berkas yang ini mohon di tandatangani," sekretaris Salma, menyentakkan lamunan wanita itu. Dia memeriksa berkas itu sebentar dan mulai menandatanganinya.

"Lima menit lagi break makan siang, Ibu mau dipesankan makanan kesini?" tanya Yuli, sang sekretaris lagi.

Salma mengangguk. "Boleh." ujarnya pula dengan senyum tipis. Merasa pekerjaannya sudah sedikit longgar, wanita yang merupakan Direktur Utama Perusahaan mengambil ponselnya, menggeser layar untuk sekedar mengetahui kabar terkini.

Lalu gerak tangannya yang tengah berselancar di social media terhenti. Dia melihat postingan terbaru dari akun Millena Aswar yang menandai akun Fredy Antonio.

Keduanya tampak sedang menikmati liburan di Maldives. Di video short itu tampak Fredy yang sedang berjalan di depan Millen, menoleh saat Millen memanggilnya, laki-laki itu tersenyum singkat ke arah kamera kemudian berpaling lagi ke depan.

Senyum itu. Senyum yang tidak memiliki beban apapun.

Tanpa sadar Salma meremas ponselnya. Perempuan itu tersenyum pahit, menyudahi kegiatan santainya mengecek sosial media. Rasanya terasa seperti di tikam pisau, sesak yang membuat Salma sadar bahwa Fredy tidak

pernah sedikitpun menganggapnya ada.

***

Salma berjalan dengan langkah yang tenang, melihat ke empat sahabatnya, duduk di ruangan VIP restoran ternama ibukota itu. Dia mendekat lalu duduk di atas kursi yang tersisa. Di sana ada Andika sahabatnya yang merupakan dokter muda, Effendy Abimanyu, si tampan blasteran Prancis Indonesia, Ashley Bimantara, lalu tentu saja-Fred Antonio yang bahkan hanya meliriknya sekilas ketika dia datang.

Makanan telah tersedia di atas meja, namun belum ada yang menyentuhnya.

"Akhirnya datang juga, kami menunggumu," seru Andika. Dia selalu menjadi yang paling heboh di antara semuanya.

"Hai," Salma tersenyum manis, dia menatap Fredy dengan senyum tak luntur, "Fred, kamu terlihat tampan hari ini."

"Terimakasih." sahut Fred ala kadarnya, dia mengangkat kepala membalas tatapan Salma tanpa cela, lalu meraih gelas minumnya.

"Brengsek!" maki Salma dalam hati.

"Kalian ini padahal sangat serasi, namun sayang tidak jodoh," gurau Ashley pula. "Fredy lebih memilih Milena, padahal-" Ashley menatap Salma Andara. Wanita itu sangat cantik dan berkelas, karna itu dia mengernyit setelahnya, "Padahal seorang Salma Andara bukankah tidak ada cacatnya?" Ashley mengatakan itu dengan main-main. Dalam circle mereka sudah menjadi rahasia umum kalau Salma menyukai Fredy dan Fredy tidak membalas hal itu. Dia terlalu adem ayem dan tidak pernah menanggapi ataupun menolak.

"Aku sudah di jodohkan, jadi tutup mulutmu, bitch." kecam Salma dengan tatapan tajam pada Ashley. Sang Nona Bimantara hanya mendengus pelan lalu lanjut bermanja pada Effendy.

Salma menunduk menatap hidangan ayam cemani di hadapannya.

"Kamu dijodohkan? Jadi yang kamu katakan di rumahku itu benar? Siapa laki-laki beruntung itu?" tanya Effendy pula dengan nada yang lebih santai.

"Adyan Maheswara." sahut Salma. Perkara perjodohan itu memang benar. Tapi dia tidak menginginkannya. Rasa jengkelnya pada Fredy membuatnya gusar dan seenaknya mengungkapkan perjodohan itu semata hanya untuk membuatnya selamat dari ejekan Ashley.

"Putra Konglomerat Maheswara? Tidak buruk juga," kali ini Andika yang bersuara.

Sedang Fred tampak tidak terganggu, hanya melirik sedikit ketika Salma menyebutkan nama itu, lalu dengan tenang mulai menyantap makanannya.

"Ah, Fred, kamu akan kehilangan satu fansmu," lanjut Andika pula dengan bergurau. Mereka mengira Fredy akan diam saja seperti biasa, mengingat karakter laki-laki itu yang tidak banyak berbicara, namun ternyata Fred menanggapi ucapan Andika, "Bukan sebuah masalah."

Saat mendengarnya, dengan perasaan sesak Salma menelan anggun Ayam cemaninya, menahan diri untuk tidak melemparkan pisau di sisi piringnya ke arah wajah Fredy Antonio yang menatapnya dengan senyum miring yang samar, sebelum akhirnya laki-laki blasteran Arab itu memasukkan potongan daging dalam mulutnya, mengunyahnya lembut, dengan pandangan yang berubah dingin pada Salma. Wanita itu tak ingin berlama-lama berperang pandang, dia menunduk dan mulai menikmati makannya, bersikap seolah dia tuli dengan keadaan.

***

Pesan pesan dari ibunya yang masuk mendesak Salma untuk segera pulang ke rumah. Sang ibu meminta Salma pulang ke rumah utama untuk menyapa keluarga Maheswara yang datang berkunjung.

Karnanya, dia menjadi orang pertama yang meninggalkan meja, berpamitan pada teman -temannya dengan alasan ada urusan yang urgent.

Demi apapun, Salma sebenarnya tidak ingin menanggapi serius perjodohan itu, tapi di situasi dimana dia sesak berada di sekitar Antonio membuatnya memilih alternatif itu sebagai alasan. Meski kawan-kawannya sempat mengomel, Salma tetap pergi. Tentu saja hanya Andika, Effendy dan Salma yang mengomentari kepulangannya yang terburu-buru. Fredy tidak mengatakan apapun dan seperti biasa hanya menatapnya sekilas saat dia berpamitan.

Selepas kepergian Salma, Effendy menatap ke arah Fred.

"Kenapa harus dingin begitu, Fred?" tanya Effendy pula, sembari menenggak anggur dari gelasnya pula.

Fredy membalas tatapan Effendy. "Memangnya apa yang sudah kulakukan?"

"Kamu memperlakukan Salma sebagai musuh."

Fred terdiam sejenak, lalu dia menatap Effendy dengan serius, "Well, bukankah seharusnya aku bersikap demikian untuk tidak memberinya harapan?"

Andika berdecak. "Suka-sukamulah, Fred."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status