Beranda / Romansa / Mencuri Calon Suami Adikku / #005 Rencana Yang Agak Rusak

Share

#005 Rencana Yang Agak Rusak

Penulis: aisakurachan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-28 12:18:20

“Hujan?”

Suri mengeluh saat mendengar tetes air dari luar. Ia hanya membuat rencana untuk malam cerah. Suri sudah memeriksa prakiraan cuaca juga dan seharusnya malam ini cerah.

Tapi siapapun yang mengumpulkan data alam untuk hari ini sepertinya melakukan pekerjaan buruk sampai prakiraannya meleset.

Suri menarik tirai dan melihat hujan bertambah deras. Untungnya pernikahan itu masih bertema indoor, jadi tidak akan berdampak untuk acara besar besok, tapi tetap saja berdampak untuk Suri.

Suri menatap ke arah kamar Leland dan melihat lampunya masih mati. Kemungkinan ia belum datang, tapi pasti sebentar lagi.

Suri mengulurkan tangan sampai tetes hujan membasahinya, memikirkan cara cepat untuk membuat Leland menatapnya.

Suri tadinya ingin duduk di teras, dan Leland akan melihatnya. Pertemuan ‘tidak sengaja’ yang lain. Lebih mengesankan, terutama kalau dirinya terlihat menangis sendirian, memelas bersama hembusan angin malam dan lainnya.

Tapi tidak akan bisa terlihat di antara tetes air hujan. Kemungkinan sosoknya hanya akan terlihat seperti hantu putih dari teras kamar Leland. Detail emosinya tidak akan terlihat.

“Bagaimana… bagaimana…” Suri bergumam, menyusun rencana baru. Harapannya adalah Leland datang setelah hujan reda. Itu saja.

Kalau malam ini ia tidak bisa membuat Leland memperhatikannya, Suri akan kehilangan kesempatan untuk membuat Leland mengingat dirinya ada. Jedanya terlalu lama. Ia tidak punya kesempatan bertemu Leland sebelum bulan depan kemungkinan. 

Pria itu hanya datang kurang lebih sebulan sekali ke rumah, belum tentu setiap kalinya Suri bisa mendapatkan kesempatan seperti kemarin.

Lagi pula Suri tidak bisa mengulang ‘kebetulan’ semacam itu lagi. Terlalu mencurigakan. Leland harus yakin benar kalau semua itu takdir alami agar lebih mengesankan.

“Oh, tidak!” Suri mendesah saat melihat lampu kamar Leland menyala saat itu juga—sudah datang.

“Ck!” Suri punya satu rencana, hanya tidak yakin akan bagus. Tapi hanya itu cara menarik perhatian orang saat hujan. 

Suri menyingkirkan gaun Luna yang sudah ia  selesaikan—hanya butuh dua jam menjahit, Suri hanya melebih-lebihkan tadi—lalu mengeluarkan isi tasnya. 

Suri memilih gaun putih tipis yang kemarin dipakainya saat Leland mengintip ke dalam kamarnya. Sengaja, karena Leland akan lebih mudah mengingat kalau penampilannya tidak berbeda jauh. 

Lampu di sekitar taman yang memisahkan paviliun VVIP dan kamarnya tidak amat terang, warna putih itu akan memberinya keuntungan juga.

Suri mengganti pakaiannya—seperti kemarin, menyisakan gaun dan celana dalam saja. Tidak merapikan rambut karena akan basah, lalu menunggu.

Suri berdiri di balik tirai tebal agar bayangannya tidak terlihat dari luar, mengawasi pintu teras kamar Leland, menunggunya bergerak.

Berapa persen kemungkinan Leland akan ada di teras itu? Suri memperkirakan lebih dari 70%, cukup besar karena Leland adalah perokok.

Suri dua kali melihatnya merokok sendirian di teras samping rumah. Ia langsung mematikan rokok itu saat ada orang yang mendekatinya. Itu berarti Leland adalah perokok yang masih peduli dengan keberadaan orang lain—tidak ingin membuat orang lain menghirup asap beracun itu.

Karenanya, kemungkinan besar Leland akan keluar ke teras kalau ingin merokok. Masih ada kemungkinan 30% Suri akan salah, tapi masih besar kemungkinan benar. 

Setengah jam, pintu teras itu tidak memperlihatkan gerakan. Suri mendesah lelah, karena hanya melihat bayangan Leland berjalan di balik tirai.

Rasanya Suri ingin sekali lari melintasi taman dan mengetuk, lebih mudah tapi itu tidak mengesankan. Suri memperkirakan Leland sudah bosan menghadapi wanita yang dengan mudah melempar diri ke dalam pelukannya.

Suri tidak bisa menjadi biasa saja kalau ingin mengalahkan Luna.

Lalu, pintu itu bergeser membuka, padahal Suri sudah hampir yakin kalau Leland mengikuti kemungkinan yang tiga puluh persen. 

Pria itu memakai kemeja putih yang lengannya sudah digulung, bersandar santai di teralis pembatas, lalu menyalakan rokoknya. Asap mulai mengepul setelahnya.

Suri memekik bahagia, tapi kemudian menarik napas panjang. Ia tidak punya waktu untuk merayakan. Waktunya hanya sampai batas rokok Leland habis.

Suri tidak punya waktu untuk ragu juga. Ada dua kemungkinan, Leland akan menganggapnya indah, atau menganggapnya benar-benar gila. Suri mengambil resiko itu, paling tidak, Leland akan tetap mengingatnya.

Suri turun dari teras dalam langkah pelan, tentu saja tidak menatap ke arah Leland sama sekali, berpura-pura tidak menyadari keberadaannya.

Suri mulai berjalan di bawah deras hujan, mengangkat tangan dan berputar menikmati curahan air dingin itu. Sebenarnya terlalu dingin—bibir Suri sampai gemetar, tapi ia berusaha tertawa dan terus menari, seperti anak kecil menikmati hujan.

Melompat kecil, mencipratkan air dari kubangan, sampai menepuk wajahnya yang hampir mati rasa. Cukup menyenangkan, sampai akhirnya ada satu hal yang merusak, petir yang menyambar! 

Suri menjerit, dan langsung meringkuk sambil menutupi kepalanya. 

Terlalu fokus pada rencananya, Suri melupakan satu hal—ia takut pada petir. Ia lupa karena bisa mengabaikan petir saat fokus pada menjahit dan mengawasi teras kamar Leland—dan memang langit lebih banyak menghasilkan gemuruh saja sejak tadi.

Petir besar yang menyambar itu adalah yang pertama, dan Suri tepat ada di luar ruangan, di tengah taman lapang yang terbuka—paling rawan tersambar petir.

***

Leland menatap rokoknya, memastikan kalau yang dihisapnya murni berisi tembakau, bukan rokok berisi daun yang akan membuatnya berhalusinasi.

Leland punya, tapi tidak akan menghisapnya sekarang, karena tentu bodoh. Acara pernikahan itu cukup penting, dan ia harus dalam keadaan sadar saat menghadirinya.

Tapi kalau rokok itu murni tembakau, kenapa sekarang matanya melihat sesuatu yang tidak tampak seperti manusia?

Tidak mungkin ada manusia yang nekat menari di tengah hujan—malam hari saat cuaca mendekati musim gugur—terlalu dingin.

Tapi setelah mengusap mata pun, sosok itu tetap ada. Leland memutuskan kalau siapun gadis itu tidak waras, karena malah tertawa sambil berputar di bawah hujan.

“Kau… yang itu.” Leland ingat. Namanya lupa, tapi tidak dengan sosoknya. Gadis penuh memar yang memakai gaun putih—lalu membukanya. Penampilannya kurang lebih sama hanya sekarang basah kuyup.

Leland kemarin menilainya waras, tapi sekarang tidak yakin lagi. Mungkin ada benarnya ia tidak diizinkan muncul selama ini.

Leland melupakan rokoknya setelah itu—sampai abunya terus memanjang dan patah. Matanya terlalu terpaku menatap makhluk yang semakin tampak tidak nyata. 

Campuran halusinasi dongeng dan mimpi demam di musim panas yang tidak masuk akal. Aneh memang, tapi tidak buruk, tidak ingin dilupakan karena terlalu unik.

Leland menopang dagu, memutuskan untuk menikmati mimpi itu, karena semakin lama semakin menarik—terutama saat ia bisa dengan jelas melihat siluet tubuh yang berlekuk itu.

Sedikit terlalu kurus untuk seleranya, tapi tetap menarik melihat tubuh basah dalam balutan kain yang menempel ketat. 

“Ah… dia tidak memakai apapun… lagi.” Leland bergumam saat melihat bagian atas, menampakkan dua benda kenyal bertitik yang nyaris terlihat. Gaun itu tipis dan putih, perbedaan warna di baliknya membayang hampir nyata.

Leland menjentikkan rokok di ujung jarinya, membayangkan apakah akan ada suara desahan seumpama ia menyentil lembut dua titik itu. 

Tentu saja ada, Leland bisa membayangkan suaranya, sudah mendengar contoh desahannya beberapa hari lalu—lembut, sedikit serak juga.

“Shit!” Leland memaki karena tahu nafsunya menginginkan desahan dan sentuhan itu menjadi nyata—bagian bawah tubuhnya sudah menampakkan tanda.

Tidak seharusnya terjadi tentu. Wanita serupa mimpi itu kakak dari tunangannya—diakui atau tidak, seperti itu adanya. Belum lagi keadaan yang jelas rumit—antara tidak waras atau dalam keadaan yang sangat buruk sampai membuatnya terluka sedemikian rupa.

Batasan ‘tidak boleh’ yang terlalu banyak. Leland biasanya akan menjauh—tidak akan mencampuri urusan yang nanti akan merepotkan.

Tapi peringatan waspada itu padam saat petir datang dan terdengar jeritan.

Leland menyambar jas yang tadi tersampir di kursi, melompat turun dari teras, menghampiri gadis yang kini terpuruk itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mencuri Calon Suami Adikku   #008 Lolos Yang Mendebarkan

    Secepat mungkin, Leland melemparkan selimut yang sempat tersingkir ke bawah ranjang—menutupi Suri yang juga langsung berbaring lurus di atas ranjang .Selimut itu cukup tebal—memperlihatkan tekstur tapi setidaknya masih tersamar. Tidak terlihat ada manusia di balik selimut itu—hanya terlihat seperti tumpukan selimut yang berantakan.“Apa kau baru mandi?” Luna masuk dengan langkah goyah, dan melihat Leland yang berdiri dalam balutan bathrobe berantakan.Keadaan yang masih pantas dilihat. Leland agak bersyukur, Luna bisa saja masuk pada saat yang lebih panas. Lalu memaki dalam hati, karena lupa tidak mengunci pintu. Tidak merasa perlu lebih tepatnya karena biasanya tidak akan ada orang yang berani memasuki kamarnya tanpa izin.Leland lupa kalau sedang berada di dalam atmosfer yang sama dengan Luna. Wanita yang merasa tidak perlu meminta izin saat memasuki kamarnya.“Apa kau mabuk?” Leland menyadari kalau Luna tidaklah amat sadar. Selain langkahnya yang goyah, pandangan matanya juga tida

  • Mencuri Calon Suami Adikku   #007 Rencana Yang Lebih Penting

    Rencana balas dendam… rencana… balas dendam… rencana…Suri berusaha… ingin mengingat apa tujuannya hari ini—menjerat Leland, bukan untuk berguling di ranjang bersamanya. Tapi bahkan bisikan dalam kepalanya itu terdengar semakin samar. Suri merencanakan mereka akan bicara—hal ringan saja, tidak perlu hal penting, asalkan ia bisa menampilkan kesan agak bodoh dan polos. Agar Leland tidak meragukan apapun kisahnya nanti.Tapi apa? Suri malah harus berjuang agar waras—yang mana sulit, karena bibir dan tangan Leland seolah masing-masing memiliki akal sendiri dan tahu benar apa yang harus dilakukan untuk membuat Suri menggelinjang nikmat.Suri bahkan melupakan nyeri lebam di punggungnya, karena Leland memang tidak menyentuh bagian itu. Jari yang kini mengelus dan mengusap seluruh lekuk bagian depan tubuh Suri tahu benar mana tempat yang harus disentuh.“Hangat…kau hangat sekali…” bisik Leland, memuji saat Suri memeluk kepalanya dalam erangan panjang. Suri melepaskan kenikmatan, hasil dari

  • Mencuri Calon Suami Adikku   #006 Bagian Yang Harusnya Tidak Sekarang

    Suri meringkuk sambil menutup kedua telinganya. Menjerit lagi saat ada sambaran petir kedua. “Bodoh… bodoh…” Suri memaki dirinya sendiri sambil terus menutup mata dengan kening menempel di tanah berumput. Lupa sudah seluruh rencana yang disusunnya, Suri akan lari berlindung begitu petir itu selesai.Tapi langit seolah mengejek seluruh rencana Suri. Setelah menurunkan hujan yang di luar perkiraan, mengadakan petir tepat di jantung rencananya, sekarang langit terus mencurahkan petir tanpa henti yang membuat Suri terlalu takut bergerak.“Selesailah… kau akan baik-baik saja… tidak ada yang mati.” Suri berusaha memberanikan diri, tapi bayangan sosok tubuh yang gosong melepuh di depan matanya sangat jelas terbayang. Tubuh yang mengulurkan tangan meminta pertolongan, tapi Suri terlalu takut untuk bergerak.Sekarang, otak Suri mengulang seluruh kenangan itu, dan membuat tubuhnya seolah lumpuh, hanya sanggup tersentak setiap kali petir memecah langit.“HEI!”Suri tersentak lagi. Bukan petir, t

  • Mencuri Calon Suami Adikku   #005 Rencana Yang Agak Rusak

    “Hujan?”Suri mengeluh saat mendengar tetes air dari luar. Ia hanya membuat rencana untuk malam cerah. Suri sudah memeriksa prakiraan cuaca juga dan seharusnya malam ini cerah. Tapi siapapun yang mengumpulkan data alam untuk hari ini sepertinya melakukan pekerjaan buruk sampai prakiraannya meleset.Suri menarik tirai dan melihat hujan bertambah deras. Untungnya pernikahan itu masih bertema indoor, jadi tidak akan berdampak untuk acara besar besok, tapi tetap saja berdampak untuk Suri.Suri menatap ke arah kamar Leland dan melihat lampunya masih mati. Kemungkinan ia belum datang, tapi pasti sebentar lagi.Suri mengulurkan tangan sampai tetes hujan membasahinya, memikirkan cara cepat untuk membuat Leland menatapnya.Suri tadinya ingin duduk di teras, dan Leland akan melihatnya. Pertemuan ‘tidak sengaja’ yang lain. Lebih mengesankan, terutama kalau dirinya terlihat menangis sendirian, memelas bersama hembusan angin malam dan lainnya.Tapi tidak akan bisa terlihat di antara tetes air huj

  • Mencuri Calon Suami Adikku   #004 Pertemuan Yang Aku Atur

    Seperti yang diperkirakan Lottie, mereka tidak peduli. Percaya saja begitu Suri diperkenalkan sebagai asisten Luna.Tidak aneh juga kalau Luna bepergian membawa asisten, karena saat bekerja pun, Luna selalu membawa managernya. “Kau pasti semakin sibuk saja pasti sampai memerlukan asisten tambahan.” Leah, salah satu teman Luna yang menjadi bridesmaid, menatap Suri dengan pandangan prihatin karena penampilannya.Suri sudah memakai baju miliknya yang paling bagus, yaitu celana jeans pudar berpadu dengan blouse biru dan cardigan longgar, tapi belum cukup baik untuk disandingkan dengan kemilau tamu lain yang datang ke resort itu.Mereka semua datang membawa penampilan indah yang tidak mengandung rambut berkuncir memakai karet gelang seadanya dan kacamata minus besar seperti Suri.Suri sebenarnya bisa memilih gaun lain, tapi Luna hanya mengizinkan pakaian yang tertutup rapat tentu, agar memar di lengan Suri tidak terlihat orang lain.“Kau akan membawanya ke acara malam ini? Tidak akan coco

  • Mencuri Calon Suami Adikku   #003 Pengaturan Yang Berikutnya

    “Kenapa belum selesai? Aku ingin memakainya sekarang!”Seperti biasa, Luna menjerit begitu kenyataan hidup tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Suri baru saja mengatakan kalau gaun yang diinginkannya belum selesai. Kesalahan yang langsung diukur sejajar dengan tindakan kriminal oleh Luna. “Aku harus berangkat sebentar lagi!” bentak Luna sambil mendorong tubuh Suri, dan merebut gaun yang ada di tangannya.Ia baru puas setelah memeriksa sendiri kalau memang jahitannya belum sempurna. Tapi bukan tidak mungkin. Hanya bagian lengan yang masih terbuka, juga sedikit merapikan ujung gaun.Untuk warna dan model, Luna tidak memiliki keluhan. Sudah sesuai dengan apa yang diinginkannya. Apa yang ia bayangkan saat meminta gaun itu pada Suri sudah dituruti dan memang seindah itu.Akan sangat sayang kalau tidak dipakai saat pesta pernikahan sepupunya itu. Luna sangat ingin memakainya. Sudah ada perhiasan dan make up yang bisa dipadukan.Luna menatap gaun itu sambil mendesah. “Berapa lama la

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status