LOGINAnget dikit nggak pa2 lah Suri :))
Lottie dan Mark saling berpandangan, tidak ada yang terucap, tapi mata mereka penuh sukacita.“Kau akan selamat… kau akan sehat lagi …” Lottie meremas tangan Mark yang mengangguk.“Suri…” Mark menatap Suri dengan mata penuh air mata haru. “Terima kasih.”Terdengar suara muak dari Leland, yang mendekati Suri. Masih ingin berusaha. “Rain… aku mohon. Jangan—”Suri mengangkat tangan, meminta Leland diam, kemudian berjalan mendekati Mark, berdiri di samping ranjangnya.“Te…terima kasih, Suri.” Mark berterima kasih lagi, bahkan berusaha meraih tangan Suri—yang mana dihindari.Suri mundur, masih dekat tapi di luar batas jangkauan tangan Mark. Pandangan Mark pun berubah heran.“Baru sekarang aku mendengar mu begitu sering menyebut namaku. Kau dulu lebih sering menyebutku ‘makhluk’, ‘anak sialan’, ‘kutukan’, ‘pembawa sial’, ‘makhluk aneh’ dan lainnya. Kau nyaris tidak pernah memanggilku dengan nama.” Suri hanya memberi sedikit contoh, masih banyak yang lainnya. Mata Mark melebar kebingungan. T
Leland ingin mencari Suri, tapi saat sampai di luar tentu Suri sudah tidak terlihat. Leland sangat bisa bertanya dimana Suri, tapi rasanya akan percuma. Suri terlihat sangat bertekad tadi.“Belum tentu akan cocok. Kau tenanglah.” Kaiden yang sudah menyusul keluar menepuk punggung Leland ingin menenangkannya.“Bagaimana kalau cocok?” Leland melotot padanya.“Well…” Kaiden mengangkat bahu. “Sekali lagi itu terserah Suri. Ia berhak memutuskan apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Apalagi ini bukan hal ilegal.”“Seharusnya ilegal! Kenapa Suri harus menghabiskan seumur hidup hanya dengan satu ginjal? Pria itu tidak pantas mendapatkan apapun dari Suri!”Leland menghempaskan diri di atas kursi sambil meremas rambutnya sendiri. Tidak berusaha mencari Suri karena ia juga yakin usahanya itu akan percuma. Suri kemungkinan tidak mau mendengarnya.“Suri lebih baik dari kita. Aku pun mungkin tidak akan sudi memberikan.” Kaiden duduk di samping Leland, menepuk pahanya.Leland hanya bisa menghela na
Suri mendekat, menatap mata cekung yang tidak lagi menakutkan. Suri masih ingat bagaimana mata itu membuatnya takut. Mata itu yang dipakai Mark untuk memberi peringatan padanya. Suri akan menghindar setiap kali mata itu tertuju padanya.Tapi tidak untuk saat ini, Suri menatap balik. Mata gelap itu tidak menakutkan. Tidak bisa melotot, sayu dan tampak tidak fokus. Sama sekali tidak menunjukkan tanda kalau dulu pernah menjadi sumber teror.“Su—tolong aku…” Mark berbisik, lirih. Tangannya bergerak, ingin menggapai, meminta Suri menyentuhnya.Suri hanya menatap tentu. Tangan itu yang selalu menyakitinya. Tidak mungkin Suri ingin menyentuhnya.Tangan Mark akhirnya hanya menggantung di udara—tidak bersambut, sebelum akhirnya kembali jatuh lemas.Meski hanya separuh sadar, Mark mengerti kalau dirinya baru saja diabaikan, matanya tampak memerah.“Kau tahu…” Suri bergumam, tanpa senyum, hanya tatapan.Suri tidak ingin menjelaskan emosinya memang, ia ingin Mark menebak. Juga Lottie, yang perlah
“Kenapa kau ikut?” Leland memprotes kehadiran Kaiden di samping Silas yang sedang menyetir.Leland sudah cukup jengkel karena harus mengantar Suri, tambahan keberadaan Kaiden sangat tidak diinginkan.“Grandad yang menyuruhku. Katanya harus menjaga Suri juga.” Kaiden juga tidak berinisiatif. “Tapi memang aku ingin melihat bagaimana Quinn sekarang. Banyak yang bertanya padaku tentang mereka—terutama setelah berita itu, dan aku sudah bosan menjawab tidak tahu.”Kaiden menyebut sedikit motif lain yang membuatnya dengan rela mengikuti permintaan Martell. Karena pernikahan York dengan Quinn memang terjadi, Kaiden menjadi sasaran tanya orang yang penasaran.“Untuk apa Grandad menyuruhmu ikut?” Leland bingung.“Katanya untuk menjaga Suri.” Kaiden menyebut alasan Martell sambil mengerutkan kening. “Itu aneh.”Kaiden tadi menurut karena punya maksud lain, kini merasa alasan itu janggal.“Untuk apa juga? Sudah ada aku dan Silas.” Kejanggalan itu disebutkan oleh Leland.Bahkan Suri yang sejak tadi
Tapi ada satu orang yang tampak tidak waras—yaitu Lottie.“Ada ada dengannya?” gumam Suri, heran. Dari kejauhan pun mereka bisa melihat kalau Lottie dalam keadaan tidak baik-baik saja.Penampilannya berantakan. Rambutnya tidak tergelung rapi, dan mantelnya miring karena ikatan tali di pinggangnya tampak longgar. Penampilan yang sangat tidak mencerminkan Lottie seperti yang biasa dilihat Suri.“Suri!”Saat melihat Suri, Lottie langsung berseru penuh dengan kelegaan. Tidak ada bentakan atau hinaan, wajahnya murni lega saat menghampiri Suri.“Stop!” Leland tidak membiarkannya sampai menyentuh Suri tentu. Silas sudah maju dan menghadangnya dengan tangan.“Aku tidak akan melakukan apapun. Aku hanya—tolong lah!” Lottie merintih lalu membuat semua orang terkejut saat tiba-tiba saja menjatuhkan lututnya ke lantai.Suri tentu saja langsung mundur menjauh—bersama Leland. “Apa—”Suri mengangkat kedua tangannya, menghindar saat Lottie berusaha menjangkau. Suri tetap tidak mau disentuh meski sedang
“Oh… katakan saja kau iri.” Kaiden terkekeh, “Kau iri bentuk tubuhku lebih indah darimu.” Kaiden membusungkan dadanya yang kekar, lalu menepuk perutnya yang rata.“Apa yang harus aku irikan? Kau kecil dan—”“Apa? Siapa yang kau sebut kecil?” Kaiden lebih sabar dari Leland, tapi tentu tidak akan berlega hati begitu membahas ‘kecil’.“Kau merasa perlu memamerkan karena—”“Apa menurut kalian itu hal yang pantas dibahas di meja makan?!” bentak Martell, akhirnya menengahi.“Tapi dia mengejek!” Kaiden tidak mau dimarahi tentuk karena Leland yang mencela terlebih dulu.“Karena memang benar kau menyakiti mata! Grandad juga keberatan tadi!” Leland menyeringai, merasa menang.“Kau diamlah!” Martell malah menegur Leland. “Aku hanya merasa Kaiden tidak pantas, kau malah membahas kecil dan lainnya.’“Hei! Kau seharusnya mendukungku!” Leland tidak terima dan semakin kesal.“Rasakan! Kau seharusnya tidak ikut campur!” Kaiden yang tertawa sekarang.“Jangan merasa menang! Aku masih berpendapat kau tida







