Semua bermula atas pernyataan Gus Bed, yang memberiku dua pilihan, bertahan atas sikap dinginnya atau minta cerai saja. Malam pertama yang kukira penuh kebahagiaan dan kehangatan. Tapi ... aku diabaikan.
Bisa saja kuambil keputusan minta cerai, tapi bagaimana dengan keluargaku? Pernikahan kami bahkan belum sehari.
Suatu malam, aku menunggu Gus Ubed dengan gelisah. Tangan menggenggam sachet obat yang kudapatkan tadi sore. Pikiran ini melayang pada kejadian tadi siang saat berdiskusi dengan salah seorang ustazah, teman mengajar di pesantren.
"Jadi boleh menggunakan obat perangsang?" tanyaku malu-malu.
"Kalau melakukannya dengan pasangan halal kenapa tidak? Asal kandungannya halal. Apalagi misal hubungan keduanya bermasalah karena urusan ranjang. Misal si suami atau si istri tidak bisa bergairah."
"Tanpa sepengatahuan pasangan?" Kulebarkan mata, mengangkat kedua alisnya. Aku sendiri tahu bagaimana hukumnya. Namun, rasa tak terima telah membuat rasaku buta.
Aku juga ingin tahu rasanya dicintai, diingini dan dimiliki seutuhnya. Mungkin dengan cara ini Gus Bed tak akan pernah meninggalkanku.
Siapa tahu hubungan yang terjadi akan membuahkan janin di kandungan. Dengan begitu, Gus Ubed bukan hanya ingin berlama-lama dengan Alhesa -anak perempuan dari istri pertamanya, Liana- tapi juga dengan anak kami di sini.
Aku pun memutuskan mencari obat tersebut di situs online. Lantaran tak mungkin mendapatkan di apotik, bukan hanya obat tersebut yang dijual bebas, tapi juga rasa malu yang mungkin kudapat saat menanyakannya pada penjual. Dengan transaksi online, setidaknya aku merasa bebas dalam bertanya. Setelah deal, kami hanya perlu bertukar barang dan uang lalu pergi. Selesai.
Mataku menyipit, kala membuka layar ponsel.
"Tak biasanya pesan W* sebanyak ini?"
Kualihkan fokus sementara ke sana, mencari tahu, siapakah pengirim pesan selain chat beberapa grup yang aku ikuti.
Mataku melebar ketika mendapati kontak atas nama Habib. Seorang pria yang sempat menjadi partner di Mesir dulu.
Kami sama-sama dipercaya untuk menjadi penghubung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Indonesia.
Jika dia menghandle urusan mahasiswa, maka aku lah yang dipercaya mengurus bagian mahasiswinya. Tak pernah ada interaksi selain kegiatan mahasiswa. Bahkan saat teman-teman dari mahasiswi bertitip salam pun, aku enggan menyampaikan. Mengingat kami tidak boleh memanfaatkan tugas untuk bermaksiat, walau dengan celah kecil. Hingga suatu hari saat akan pulang ke Indonesia, pria dengan kulit putih bersih tersebut mengirim sebuah pesan. Dia ingin mengkhitbahku.
[Assalamualaikum. Afwan bila mengganggu. Ana berniat mengkhitbah anti saat di Indonesia nanti. Semoga anti berkenan dan membicarakannya dengan keluarga.]
Aku hanya termangu menatap pesannya kala itu. Habib bukan pria buruk rupa, miskin atau buruk agamanya. Hanya saja aku belum siap. Traumaku belum hilang.
Masih terekam jelas dalam ingatan, dan sakitnya masih sama saat seorang laki-laki dulu mencampakkanku saat tahu kondisiku sebagai korban perkosaan. Aku merasa menjadi wanita menjijikkan, kotor dan hina. Dan sampai saat itu aku belum siap menerima lelaki mana pun, lantaran hal sama akan terjadi lagi.
Kubuka pesan dari pria tersebut.
[Assalamualaikum, Ukhty. MaasyaAllah. Ana dengar kabar pernikahan anti dengan seorang anak Kiai. Semoga menjadi keluarga yang samawa.🙏]
Khi, kalau saja antum tahu rumah tangga seperti apa yang ana jalani sekarang?
Bersambung
Deuh, Raudah....
Jangan lupa mampir di buku otor yang lain.
1. Dilamar Anak Kiai (End)
2. Istri Mudaku (End)
3. Istriku Kurus (End)
4. Naik Ranjang Ibuku (on going)
5. Kakak Ipar (on going)
Da masih banyak lagi. Dijamin seru dan banyak hikmah di dalamnya. InsyaaAllah 😍
'Fay?'Kenapa Liana tersenyum pada Fay? Dan menyebutnya sebagai suami? Apa dia hilang ingatan? Atau hilang akal memilih berpura-pura, karena saking muaknya pada Gus Bed yang menjatuhkan talak padanya? Apa iya dia sepicik itu? Kakak maduku itu kukenal baik selama ini. Mungkinkah perangai buruknya muncul karena merasakan hal yang sama denganku? Buta karena cemburu.Entahlah. Aku selalu saja memiliki prasangka pada Liana lantaran kecemburuan yang tak bertepi.Gus Bed bergeming melihat sikap istri pertamanya. Ya, tentu saja suami kami sangat terpukul. Wanita yang sudah lama dinanti-nanti dan akan segera dirujuk, malah menyebut nama pria lain. Dia pasti sangat syok dan terpukul."Suami? Jadi Li sudah menikah dengan Kak Fay, Bu?" tanya Liana kemudian."Ap-apa?" Ibu Liana melebarkan mata. Begitu juga dengan Gus Ubed dan semua orang yang ada di kamarnya.Apa yang terjadi sebenarnya dengan Liana? Dia terlihat bingung melihat reaksi semua orang."Apa maksud kamu Li?" Ibunya bertanya heran.Lia
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا بَلَى يَا رَسُوْلَ الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حَتَّى تَرْضَى“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)💕💕💕"Ya, Gus. Tentu saja saya akan mencarikannya," jawabku cepat. Tak bisa kesembunyikan rasa senang ini. Lalu bergegas dengan meraih tas yang berada di ujung kursi dalam ruangan.Kam
Gus menatap Habib dengan ekspresi bingung. "Saya Habib, Gus. Mahasiswa yang pernah jadi ketua BEM di Mataraman. Hari itu saya yang menyambut Gus Bed di lorong kampus." Suara renyah Habib terdengar begitu hangat untuk orang yang baru ditemuinya.Sementara lelaki yang sempat beberapa kali menatap ke arahku dengan ekspresi dingin di atas ranjang, menautkan dua alis tebalnya. Ia seperti tengah memindai siapa sosok di hadapan. Namun, berakhir dengan gelengan kepala.4"Afwan. Ana lupa." Pria itu tersenyum samar. Seperti sebuah senyum, kala seseorang tak ingin berdamai pada orang lain? Apa Gus Bed marah pada laki-laki itu karena cemburu padaku? Jika iya, betapa bersyukurnya. Aku merasa dicintai, walau cinta itu tak ada seujung kuku cinta Gus Bed pada Liana.Ah, Raudah! Kenapa kamu mengkhayal? Tidak baik mengharap sesuatu di saat seseorang sedang sangat marah padamu. Kesalahanmu tak terampunkan. Lantaran sudah memisahkan dua orang yang saling mencintai. Karena perkara yang paling disenangi
Gus masih tampak lemah. Kupegangi daun pintu kamar pasien yang sedikit terbuka. Berdiri menatap priaku dari kejauhan, lantaran ia memintaku untuk enyah dari hadapannya. Dan melarang mendekatinya.Sebagai istri, aku juga ingin memehaminya. Memberi waktu pria itu sendiri setelah tahu semua. Gus Bed sangat berhak untuk marah, istri nusyuz sepertiku layak mendapat hukuman darinya. Tentu saja, karena sebagai manusia berakal kita harus melihat dari sisi orang lain. Menempatkan diri di posisi sebagai Liana yang sangat cemburu, dan berada di posisi Gus Bed yang berusaha adil pada kami.Aku sungguh tak tahu, jika Gus pun tak menyentuh istri pertamanya. Kupikir ia telah berbuat tak adil, selalu bersenang-senang dengan Liana dan Alhesa serta mengesampingkanku.Inilah kebodohan dan kecerobohanku selanjutnya, berprasangka buruk, tanpa tabayyun mengambil tindakan orang lain dan menjadikan mereka korban. Bahkan hingga hampir kehilangan nyawa.Lelaki yang kini masih menyandar di atas ranjang itu, ta
"Ma-m-maaf, Gus." Aku mengucap dengan bibir bergetar. Takut Gus Bed marah dan menjauh dengan menceraikanku. Air mata sudah menggenangi mata lalu jatuh memenuhi pipi. Tanpa bisa kukendalikan.Dan ....Gus Ubed tak peduli!Wajahnya masih terlihat marah. Dia tak peduli aku menangis, menyesal dan takut.Jika Gus benar akan menceraikan, apa yang mesti kulakukan? Terlebih sekarang aku sedang dalam keadaan hamil.Gus Ubed mengusap wajahnya kasar saat aku sedikit mengangkat kepala. Ia seperti tak mengerti bagaimana membuang rasa kesalnya sekarang selain melampiaskan semua padaku. Tangannya memukul ranjang dengan masih terkepal.Aku takut Gus. Sungguh takut."Astagfirullah," desahnya menekan kemarahan yang bertumpuk-tumpuk dalam dada."Saya ...." Ucapanku tergantung. Dia
Melihat sikap Gus yang sangat dingin dan mengintimidasiku kali ini, entah kenapa hatiku bertanya, apa kah jika aku menikah dengan pria lain akan mengalami nasib sama? Melihat sikap semua orang, tiba-tiba aku ingin tahu rasanya hidup dengan pria yang mencintaiku.Lalu ingat bagaimana kejadian tadi saat bertemu dengan seorang pria. Lelaki itu menyapaku dengan sopan."Ukhty Raudah?"Mataku menyipit dengan dahi mengerut setelah berbalik. Mengingat siapa pria di depanku. Lelaki berjambang tipis, perawakan agak gemuk dan seorang wanita dengan perut membuncit di sampingnya.Kenapa dia bisa mengenalku? Padahal selama pulang dari Mesir tak bergaul dengan lelaki. Pun dulu sebelum keberangkatanku.Setelah lulus mondok aku bahkan hanya di rumah menunggu hari H pernikahan dengan Gus Bed, lalu insiden perkosaan yang dilakukan Bapak Liana dan rekannya, membuatku terpaksa meninggalkan Indonesia ka