Share

Chapter 4 : Ancaman

Baru kemarin Ryan mendapat teror, kaca depan mobilnya dipecahkan orang yang tidak dikenal saat tengah terparkir di basement kantor. Pagi ini, Ryan tengah fokus memantau data, atas situasi rentan serangan siber susulan di saat-saat tenang perusahaan itu.

White Stone Construction akan merayakan ulang tahun perusahaan dalam waktu dekat, sangat mungkin muncul gangguan pihak asing yang ingin mengacaukan perayaan itu. 

Di dalam ruangannya, Ryan kini tersentak oleh kehadiran seorang pria berjas hitam yang sangat tiba-tiba.

“Kau tanda tangani berkas ini, Ryan. Mulai besok kau gantikan posisiku.”

Sebuah folder berisi lembaran surat perjanjian sengaja tergantung menutupi layar laptop. Tatapan Ryan pun merespon cepat ke arah pemilik tangan yang menyodorkan folder itu. Dia mendongak menatap orang itu yang ternyata seorang pria tua.

Pekerjaan itu membuat Ryan menulikan telinga, dia tidak menyadari kedatangan orang lain yang menyelonong masuk. Pasti karena Ryan lupa menutup pintu ruangan. Namun, siapa pria tua ini begitu santai masuk tanpa mengetuk.

Bibir tipis Ryan tertutup rapat tanpa senyum. Ekspesinya bingung bercampur kesal melihat bolak-balik ke wajah sang pria asing, juga folder yang berada di tangannya. Dengan perasaan terpaksa Ryan menyambut berkas dari tangan pria kisaran enam puluh tahunan itu.

Sambil menatap heran, Ryan menaikkan sebelah alisnya. “Menggantikan posisimu?Apa maksudnya?” Dia membuka folder itu dan membaca cepat isi lembaran di dalamnya. “Huf ... surat yang sama. Sudah kukatakan pada orang-orang seperti Anda yang mendatangiku sejak kemarin. Aku tidak ingin membahasnya lagi.”

Ryan mengendikkan bahu seakan tidak peduli, pasalnya dari isi lembaran surat itu memaksanya untuk setuju akan kenaikan jabatan sebagai CEO-White Stone Construction, yang notabene adalah perusahaan terbesar kedua di negara itu. 

Dengan abai, dia menaruh folder itu di sisi kiri laptopnya. Ryan kembali fokus pada tanpa banyak berbicara.

Pria itu mengulurkan jabat tangan. “Selamat. Kurasa kau tahu maksud kedatangan dua pria asing ke ruanganmu beberapa waktu lalu. Tuan Steel, kau kenal?”

Sorot mata biru Ryan naik turun melihat wajah pria dan uluran jabat tangannya. Ryan melepas kacamata dan menyandarkan kepala di kursi. “Belum kusetujui. Tentu harus menunggu promosi jabatan dua tahun lagi. Itu syarat dari Tuan White sebagai CEO perusahaan. Lantas, siapa yang mengutus Anda?”

“Aku?" balas pria tua itu sambil tertawa. "Ha-ha-ha, Albert James White, senang bertemu dengan Anda.” 

“Kau?” Ryan sempat tersentak di kursinya, mata pria tiga puluh tahunan itu pun membulat sempurna. Dia baru menyadari bahwa orang yang mengikutinya sejak masuk ke lobi kantor adalah seorang CEO.  

“Ryan Miller. Dengar, akan kuberikan bonus fantastis di luar pendapatan utamamu, bagaimana? Karena selain itu ... ada penawaran misi untukmu."

"Jika tidak ada kaitannya dengan perusahaan, maka aku berhak menolak."

"Anak gadisku tidak mampu memimpin perusahaan ini, Ryan. Tapi aku tetap akan mengawasi dia.” Tuan White mendengkus kesal mengingat kelakuan anak tunggalnya. “Dia seorang direktur! Tapi kebiasaan mabuk gadis pembangkang itu membuatku tidak tahan! Perusahaanku akan hancur di tangannya, banyak tender gagal karena sikapnya yang keras kepala!” Dia tampak gusar dan berjalan mondar-mandir di depan meja kerja Ryan. 

Ryan tampak heran, bagaimana Tuan White begitu percaya orang asing yang baru setahun bekerja ketimbang anaknya sendiri. “Aku rasa ini bukan keputusan main-main. Ini waktu yang tidak tepat, maaf, aku harus kembali pada pekerjaanku.” Ryan menggeser kembali surat itu di atas mejanya. “Tuan bisa dapatkan orang lain yang potensial.”

Ryan mengetahui keberadaannya di tengah persaingan para petinggi departemen. Sampai-sampai segelintir dari mereka rela berada di bawah kaki para pemilik saham demi memperebutkan posisi CEO. Tercium kabar, Tuan White terkesan buru-buru mengambil keputusan tapi tanpa alasan jelas.

Meskipun begitu, Ryan merasa belum sepadan dengan para pesaingnya. Pria tampan berambut cokelat gelap itu memilih berkutat di posisi manager IT yang baru satu tahun ditekuni. CEO adalah lonjakan kedudukan yang terlalu cepat dan tinggi bagi dirinya

Alis keabu-abuan Tuan White bertaut. Baru kali ini ada orang yang menolak tawaran besar hingga membuat dirinya turun tangan langsung meminta.

Merasakan penolakan tajam itu, tiba-tiba tangan sang pria tua terangkat lalu menepuk dada kirinya. Dia meringis, seakan merasakan kemunculan rasa sakit yang mendadak.

“Apa yang terjadi? ... Tuan White!" Ryan yang panik segera bangkit dari duduknya dan menangkap tubuh Tuan White yang hampir tumbang ke karpet, lalu memapahnya duduk ke sofa panjang sudut ruangan. "Aku segera panggilkan ambulan! Bersabarlah.” 

Langkah Ryan pun dihentikan Tuan White. “Ryan, tunggu dulu! A-ambilkan saja obat dalam tasku. Cepat!” 

Ryan membalikkan tubuhnya beralih pada tas yang diminta, lalu membawanya pada Tuan White. Dia merogoh-rogoh bagian saku tas untuk mencari obat yang dimaksud. Kemudian dia mendapatkan sebuah botol kecil berisi penuh kapsul berwarna merah.

"Apakah ini?" tanya Ryan dengan panik.

White pun mengangguk pelan tanpa berkata-kata. Ryan pun menyodorkan sebutir kapsul itu beserta segelas air putih yang tersedia di meja.

Tuan White menepuk dadanya dengan sesak dan terbatuk-batuk, dia kerap memaksa kepastian dari Ryan. “Dengar ini baik-baik, Ryan. Percayalah, kau tidak punya pilihan lain." Senyum licik muncul di bibir pria tua itu. "Ikuti permintaanku … atau dalam waktu 10 menit, polisi akan datang menangkapmu karena telah meracuniku.”

"Sial! Ini jebakan!" Ryan membatin. “Kau melakukan agar aku menyetujuimu? Tuan White, aku tidak mungkin melangkahi Christopher Burton, dia yang berambisi mengincar kesempatan itu. Bukan aku! Dan mengharapkan keputusan sepihak tanpa pertimbangan para investor, kau sungguh aneh.” Ryan menegaskan prosedur kenaikan jabatan pada Tuan White, dia mengerutkan dahinya terheran-heran.

“Chris mengincar putri dan hartaku, isi kepala si pirang itu sudah kuselidiki. Dan kau tentunya. Tidak kubiarkan perusahaan ini jatuh di tangan seseorang yang ingin merampas kejayaanku.”

“Berpikirlah jernih, Tuan, ini darurat! Tapi kau masih memaksaku menerima tawaran ini, apa kau gila?”

“Pilihan ada di tanganmu. Tanda tangani surat itu atau siapkan pembelaan diri di ruang pengadilan. Kujamin kau tidak bisa lolos, semua alat bukti ini ada padamu.”

“Kau sengaja menjebakku, huh?” 

“Yang kau berikan adalah obat pemicu penyakit jantungku. Mudah saja. Kau sengaja ingin membunuhku. Surat itu ada dan sidik jarimu membekas di botol itu,” jelas Tuan White yang tertawa sambil menahan napasnya yang semakin sesak.

Geram dengan rencana busuk Tuan White. Ryan dengan geram membalikkan tubuhnya dan membuang napas kasar. “Baiklah! Aku akan menandatanganinya, jika itu maumu!” Ryan melangkah menuju mejanya mengambil lembaran tadi. Ryan mengumpat pelan, “Sialan!”

Sekilas membaca surat pernyataan itu, Ryan cepat meraih pena di atas meja kerjanya dan membubuhkan tanda tangan di dasar surat. Dia membuang pena itu dengan kasar, lalu melayangkan surat itu tinggi menghadap Tuan White.

“Lihat! Kita telah sepakat, Sekarang hentikan berakting di depanku!”

“Hahaha … mudah sekali ternyata. Anak buahku saja sulit membujuknya, tapi si bodoh ini mudah sekali mengikuti kemauanku,” ejek Tuan White dalam hati. Lalu diameraih botol kapsul lain dari dalam sakunya sendiri dan meminumnya. “Kuberikan tugas pertama untukmu, Ryan.”

“Katakan.” Ryan menjawab dingin, wajahnya masih menegang merasa dipermainkan.

“Jaga anak gadisku ... Briana.”

“Akan kucarikan pengawal khusus untuknya, ini tidak ada kaitannya dengan tugasku di perusahaan,” ucap Ryan tegas.

“Tolong! Aku percaya kau bisa mengendalikan Briana, aku mengkhawatirkannya. Maka mulai nanti malam, awasi dia. Hanya dia yang kumiliki saat ini.” Tuan White merogoh sesuatu dari dalam sakunya dan memberikan sebuah kartu pada Ryan. “Simpanlah, untuk berjaga-jaga.”

Ryan mengambil kartu itu, mengernyitkan dahinya. “Malam ini? Ya Tuhan ... tapi bagaimana—.” 

“Briana hampir dilecehkan oleh pengawalnya sendiri.” Tuan White kini leluasa menghela napas setelah meminum obat penawar. Akan tetapi, tatapannya menerawang seakan mengkhawatirkan kejadian nahas yang hampir mencelakai putrinya. “Ha-ha-ha, tentu saja, Ryan. Aku tidak bodoh melepaskan penjaga itu. Dia berakhir di gudang. Tiga tembakan di kepala." Tatapan pria paruh baya itu kini mengarah pada Ryan yang bergeming dekat meja kerjanya. "Tidak terkecuali jika kau macam-macam.”

Ryan terkejut membayangkan eksekusi pada si pelaku Namun, dirinya masih bingung dan terpojok. Mendapatkan wewenang yang tidak ada kaitannya dengan tugas utama jabatannya. Ryan membanting tubuh duduk di kursi, menggeleng sambil mengusap wajah dengan kasar.

“Briana, apa lagi ini. Direktur angkuh itu anak tunggal Tuan White? Dan aku harus bertaruh nyawa demi wanita itu?!" Ryan membatin.

Sedangkan Tuan White membatin menatap tajam Ryan dan tersenyum licik. “Kau pikir bisa mudah melepaskan tanggung jawab itu, Anak muda. Kubuat kau menderita jika berani menyentuh putriku.” 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Pena Ilusi
Wow! Tuan White licik menawarkan ancaman ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status