Pagi-pagi sekali Leona bangun, dan bergegas ke kamar mandi. Dia harus segera menyiapkan sarapan lebih awal, mengingat mereka melewatkan makan malam karena terlalu larut dalam pergulatan panas yang memabukkan. Menggosok gigi dan membasuh wajah sebentar kemudian melihat ke cermin. Ups..masih wajah asli, Leona keluar dari kamar mandi dan mengambil makeupnya, memoles wajah perlahan mengambil pensil alis dan kini semuanya sempurna. Wajah coklat macan tutul terpantul di cermin, dengan senyum manisnya Leona mengambil lotion coklat dan mulai membalurnya secara merata ke seluruh permukaan kulit. Leona tak sadar jika Abhygael sudah bangun dan terus memperhatikan semua gerakannya, laki-laki itu tersenyum tatkala melihat penampilan isterinya yang kembali seperti semula. Dia menarik nafas lega, karena Leona menerima semua persyaratan yang dia ajukan. Walau di dalam rumah tetap harus menyamarkan wajah, karena yang tahu wajah aslinya hanya dirinya dan bibi Surti. Ceklek...! Pintu terbuka lalu Leon
Tujuh hari semenjak kepergian Nenek Melinda suasana di rumah yang sangat megah itu terlihat sangat sunyi. Sunyi bukan karena tak ada penghuninya, melainkan para maid setelah memasak dan membersihkan rumah memilih kembali ke pondok mereka yang disiapkan tak jauh dari mansion yang besar itu, sehingga rumah ini nampak lengang, dan hanya beberapa satpam berdiri di pintu gerbang. Rumah besar itu kini telah dikuasai Julit, sehari setelah pemakaman mereka bertiga pindah ke rumah itu. Tentunya Abhygael tak bisa protes, karena paman Julit adalah anak kakeknya juga. Rumah ini salah satu peninggalan kakek. Jika berbicara hak waris maka rumah ini dengan sendirinya jatuh ke tangan ayah Abhygael sebagai putra dari mendiang Budiawan dan Melinda. Tapi Putra sudah dinyatakan meninggal sehingga secara tidak langsung Julitlah ahli warisnya. Kecuali ada surat wasiat yang ditinggalkan nenek. Abhygael tak perduli dengan apa yang dilakukan pamannya, toh saat ini perusahaan dibawah kendalinya, lagian kunci
Ujian datang bertubi-tubi menimpa Abhygael, belum juga menemukan kedua orang tuanya kini dia harus kehilangan neneknya. Dokumen yang berada di dalam brankas dibawa ke hadapan pengacara didampingi asisten pengacara.Pengacara mengambil beberapa dokumen dalam tas dan mulai mencocokkannya dengan seksama. Di dalam surat wasiat terdapat tulisan tangan nenek Melinda yang mewariskan perhiasannya pada Leona, beberapa aset lain baik benda bergerak maupun yang tak bergerak di wariskan kepada Julit sebagai anak satu satunya yang masih hidup. Lalu pengacara terdiam sesaat sebelum melanjutkan membaca surat wasiat nenek Melinda." Saham nenek Melinda sebesar 35 persen di wariskan kepada Aditia."Sesaat suasana menjadi hening, baik Aditia maupun Abhygael saling menatap satu sama lain. Semua orang tau jika Abhygael adalah cucu kesayangan nenek Melinda. Pengacara bahkan tak bisa berbuat banyak. Didalam surat wasiat sudah jelas porsi masing-masing kecuali Abhygael."Mungkin pertimbangan Ibu sampai tida
Sebelum pulang ke rumah, Abhygael dan Leona mampir kesebuah bank untuk mengganti kepemilikan surat berharga. Pegawai bank sudah tahu siapa kedua pasangan itu sehingga membawa mereka untuk bertemu langsung dengan pimpinan. Tidak butuh waktu lama bagi kedua pasangan itu memperoleh surat berharga kepemilikan yang baru, walau sebelumnya pihak bank masih harus menghubungi pengacara keluarga Pratama untuk memastikan keaslian salinan surat wasiat yang ditunjukkan Leona. Jika ditaksir perhiasan nenek Melinda senilai ratusan miliar, kelak perhiasan ini akan sangat bermanfaat. Jika perusahaan diambil alih sekalipun, mereka masih akan tetap bisa bertahan hidup. Saat mobil Abhygael memasuki halaman rumah mewahnya, terpakir di sudut kiri rumah mobil fortuner berwarna silver, Regan sudah menunggu mereka. Abhygael dan Leona turun dari mobil setelah memarkir mobil di garasi, lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu samping. Di ruang tamu, Regan sedang membolak balik sebuah majalah. Abhygael dan Le
Monolog merupakan tempat favorit Abhygael untuk nongkrong di sore hari, tempat yang berada di Plaza Senayan ini menjadi satu-satunya tempat untuknya melepas lelah setelah beberapa jam yang lalu dia harus menandatangani persyaratan pendirian perusahaan baru.Abhygael tak memperhatikan pengunjung yang sesekali meliriknya, dia memilih menekuni ponselnya dan tidak perduli dengan tatapan ingin tahu mereka.Abhygael yang mewakilkan Regan pada rapat pemegang saham hari ini memilih menunggu apapun hasil keputusan rapat hari ini. Dia sudah berpesan untuk memindahkan beberapa perabotnya ke ruangan Regan. Tanpa ikut rapat sekalipun dia tahu jika perusahaannya sudah berpindah tangan ke saudara sepupunya itu. Dua puluh persen saham yang ditinggalkan ayahnya untuknya tak akan mempengaruhi hasil rapat. Pemegang saham terbesar setelah meninggalnya nenek Melinda adalah Aditia.Kepalanya terasa berdenyut sakit, perusahaan baru yang dirintisnya bersama Leona membutuhkan biaya yang tak sedikit, bahkan di
Regan terpaksa harus menunggu pergulatan selesai baru bisa keluar dari rumah besar ini. Resiko menjomblo seperti ini. Terpikir olehnya untuk mencari pendamping yang cantik tapi seketika dia meringis, sahabatnya yang tampannya selangit saja punya isteri macan tutul, bagaimana dia bisa berharap memperoleh pendamping yang cantik jika dia menyadari wajahnya pas-pasan.Dua jam berlalu, Abhygael tak juga keluar dari kamarnya, Regan memilih membaringkan tubuhnya dikursi malas yang ada diruangan itu.Terlelap sekian menit tiba-tiba dia merasa tubuhnya di goyang dengan keras."Ada gempa," Regan segera melompat.Hahahaha....terdengar tawa keras Abhygael. Nampak Leona tersenyum sambil geleng-geleng kepala di ujung tangga."Enakan dirimu, aku menunggu tiga jam lamanya," Regan melirik jam tangannya."Makanya, menikahlah secepatnya," ucap Abhygael lalu memilih duduk di kursi sofa."Gimana aku menikah, pacar saja tak punya, kau menyita seluruh waktuku," sungut Regan dan duduk kembali di kursi malas.
Tampil dengan dua wajah beda karakter sungguh sangat merepotkan. Tapi apa boleh buat, Leona harus melakukannya demi menolong suaminya. Menyewa kamar hotel yang tak jauh dari gedung kantor, lalu meminjam salah satu koleksi mobil sport yang jarang digunakan Abhygael.Leona bersama Regan sedang mempersiapkan ruang pertemuan, dimana direktur baru akan datang bersama Burman dan Abhygael. Semua karyawan sudah berkumpul diruangan itu, saat ini karyawan berjumlah 150 orang, dari berbagai latar belakang pendidikan. Semua karyawan sudah memenuhi syarat untuk dipekerjakan di perusahaan yang diberi nama PT. Abyleon Sejahtera. Seiring berjalannya waktu mereka akan melakukan perekrutan secara bertahap. Karena perusahaan ini tidak hanya bergerak di bidang jasa konstruksi tapi juga di bidang industri dan manufacture.Lepas dari suasana serius saat ini, Leona berbisik pada Regan."Badanku terasa pegal, aku harus pulang untuk istrahat." "Kau tidak akan menghadiri pertemuan ini ?" tanya Regan."Bukanka
Perlu waktu sebulan bagi Leona untuk beradaptasi dengan wajah aslinya, dia yang sengaja memilih tinggal di hotel yang tak jauh dari gedung kantor tak ingin buang-buang waktu untuk bolak balik ke Mansion. Pagi ini Leona sudah membuat janji untuk bertemu Benyamin, staf kakeknya itu sangat perduli pada kehidupannya dan Abhygael. Menggunakan salah satu mobil koleksi Abhygael yang jarang dia gunakan, Leona mengendarai mobil itu seorang diri menuju markas besar kepolisian untuk bertemu dengan Benyamin. Kini Benyamin bukan lagi staf melainkan Kepala intelijen menggantikan kakeknya. Sepasang kaki jenjang yang putih mulus bagai porselin turun dari mobil forche berwarna merah, berjalan dengan anggunnya sejauh mata memandang, tatapan polisi yang sedang berjaga tak lepas dari pemandangan nan indah menawan ini. "Saya sudah janjian dengan pak Benyamin," lapor Leona di penjaga piket. "Mari bu silahkan," seorang polisi berpangkat sersan menunjukan arah menuju ruangan pimpinannya. "Terima kasih."