"Kamu?!" pekik Gisa sambil menunjuk wajah si pria. Si pria tersebut hanya mengerutkan keningnya tanpa menjawab keterkejutan Gisa.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Abhinav. Gisa menggeleng pelan. "Dia, Catra Dewantara Ganendra, CEO di perusahaan tempat kita bekerja," bisik Abhinav pada Gisa.
"Jadi, bukan anda CEO nya?" tanya Gisa polos yang sukses membuat Abhinav tertawa.
Mata Catra menatap tajam Abhi. Gisa sendiri menggigit bibirnya sambil memainkan jari jemarinya gugup. Dia sudah berbuat lancang dengan menunjuk langsung wajah CEO-nya.
Catra yang dia temui sore tadi, sungguh berbeda dengan Catra yang ada di hadapannya saat ini. Jiwa kepemimpinannya sungguh mendominasi saat ini.
"Abhi, jelaskan tujuan dia dipanggil ke rumah sakit ini!" perintah Catra pada Abhi.
"Jadi begini__ kamu, 'kan mmm ... " bingung Abhi.
"Ckk," Catra berdecak sambil melayangkan tatapan tajamnya. "Kamu akan mendonorkan darah kamu untuk adik saya yang akan melahirkan! Golongan_" jelasnya terpotong karena Gisa langsung mengajukan pertanyaan lain.
"Kemana saya harus pergi?" tanya Gisa dengan cepat.
"Anda bisa masuk ke dalam!" jelas Catra pada Gisa.
Gisa bergegas masuk. Di dalam sudah ada beberapa suster yang siap dengan alatnya. Selain itu, ada seorang wanita cantik dengan perut besarnya yang tengah berbaring lemas dengan hidung yang terpasang oksigen di atas tempat tidur. Gisa menghampiri wanita tersebut kemudian mengelus perut buncitnya.
"Sabar ya, sebentar lagi kamu akan bertemu dengan ayah dan ibumu!" ucap Gisa lembut sambil tersenyum hangat pada perempuan tersebut.
"Saya Kayanna, terima kasih sudah bersedia membantu saya!" ucap pelan sambil menjulurkan tangannya.
Gisa menyambut tangan Kayanna, kemudian tersenyum hangat, "Tidak masalah," ucapnya singkat.
Gisa sendiri harus melakukan beberapa pemeriksaan terlebih dahulu sebelum melakukan donor. Mungkin akan menghabiskan waktu 1 jam lebih agar Kayana dapat melakukan transfusi.
Gisa meraih sesuatu dari dalam dompetnya. "Sus, ini kartu bank darah milik saya. Sepertinya Nyonya Kayanna, harus segera mendapat tindakan medis! Jadi, ambil saja darah saya yang ada di bank darah rumah sakit ini. Saya rasa jumlahnya lebih dari cukup. Kalau menunggu saya cek ini itu, pasti lama lagi," jelasnya pada suster.
Kayannaa berkaca-kaca, dia terharu disaat dia sudah kehilangan harapan, Tuhan mengirimkan Gisa untuk membantu dirinya. Dia bahkan menggenggam tangan Gisa erat saat suster mendorong Kayanna menuju ruang operasi.
"Terima kasih," ucapnya tulus. Gisa mengangguk sambil mengelus lembut tangan Kayanna seakan memberi kekuatan. "Semuanya akan baik-baik saja, kalian akan segera bertemu!" ucapnya meyakinkan Kayanna.
Kayanna mengangguk kemudian dia menggenggam tangan Catra yang akan ikut masuk kedalam ruang operasi, karena suami Kayanna sendiri masih di luar negeri. Terlihat jelas gurat kekhawatiran dari wajah Catra.
"Abhi, kamu tunggu di sini!" seru Catra pada Abhi. Kemudian Catra mengalihkan pandangannya pada perawat. "Suster, obati juga pergelangan kakinya!" perintah Catra singkat.
Gisa saat ini tengah berbaring. Jarum yang cukup besar menancap kedalam vena nya. Luka di pergelangan kakinya pun sudah suster obati.
Gisa bisa mendonorkan darahnya setelah melakukan beberapa pemeriksaan dan akan di ambil satu labu darah yang nantinya akan di simpan di bank darah untuk mengganti darah yang tadi di pakai Kayanna untuk operasi.
Orang pemilik Golden Blood sendiri, boleh melakukan donor kepada siapa saja. Namun, mereka tidak bisa menerima darah dari orang lain kecuali dari orang pemilik Golden Blood lagi. Maka dari itu, beberapa tahun terakhir Gisa menyimpan darahnya di bank darah untuk dirinya sendiri jika sewaktu-waktu dia mengalami hal yang tidak diinginkan.
Setelah selesai donor, Gisa tertidur diatas bed untuk memulihkan energinya. Gisa tertidur kurang lebih setengah jam. Dia membuka matanya, saat dirasa badannya sudah cukup segar.
Dia mengerjapkan matanya, saat sadar dia masih berada di rumah sakit. Dia harus segera pulang. Ada seseorang yang sedang menunggu kepulangannya.
Matanya melihat sekeliling ruangan. Dia melihat Catra dan Abhi sedang duduk tidak jauh dari tempat Gisa.
Gisa berdiri sambil merapihkan kembali penampilannya. Dia bejalan pelan kearah Catra dan Abhi. Abhi yang melihat Gisa berjalan kearahnya, kemudian tersenyum sambil bertanya, "Bagaimana keadaan kamu? Sudah jauh lebih baik?" tanyanya.
Catra yang membelakangi Gisa secara otomatis menoleh kearah Gisa. Gisa tersenyum canggung pada dua pria tampan dihadapannya.
"Sudah lebih baik, Pak. Bagaimana operasinya?" tanya Gisa kembali sambil melihat netra jamrud Catra yang selalu mengingatkannya pada seseorang.
"Lancar," jawabnya singkat sambil memalingkan wajahnya kearah lain.
"Syukurlah," ucap Gisa penuh kelegaan. "Kalau begitu, saya ijin pulang," lanjut Gisa.
Catra bangkit dari duduknya, "Abhi, titip Kayanna! Sebentar lagi sepertinya dia akan dipindahkan ke ruangan ini," pinta Catra pada Abhi.
Catra keluar dari dalam ruangan Kayanna. Namun saat akan mencapai pintu, langkahnya terhenti. Dia sadar Gisa tidak mengikutinya.
"Cepat!" seru Catra pada Gisa.
Gisa menoleh kearah Catra. "Saya?" tanya Gisa sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Ckk," decak Catra kesal kemudian berjalan keluar ruangan.
"Iya, kamu. Cepat sebelum dia marah," terang Abhi.
"Jadi, saya pulang sama__ " ucapnya terpotong sambil melihat kearah Abhi. Abhi mengangguk cepat sebagai jawaban.
Gisa berlari kecil menyusul langkah lebar Catra. Mereka masuk kedalam lift yang mengantar Gisa dan Catra menuju basemen tempat mobil mewahnya terparkir.
***
Satu jam perjalanan dari rumah sakit menuju rumah Gisa, mereka habiskan dalam keheningan. Baik Gisa maupun Catra, tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Catra fokus pada MacBook nya. Sementara Gisa, sibuk melihat kearah samping jendela untuk menghindari kecanggungan nya.
Sopir memberitahu kalau mereka sudah sampai di tempat tujuan. Catra menyimpan MacBook nya sebelum keluar dari dalam mobil menyusul Gisa yang sudah keluar terlebih dahulu.
Gisa membungkuk, "Terima kasih atas tumpangannya," ucapnya tulus.
Catra hanya berdiri dengan kedua tangannya dia masukkan kedalam saku celana.
Merasa tidak ada respon, akhirnya Gisa berbalik untuk masuk kedalam rumah sederhana bercat putih tersebut. Saat baru beberapa langkah, Catra mengatakan sesuatu yang membuat dia menghentikan langkahnya.
"Ayo kita menikah!" ucapnya dengan suara serak khas Catra.
Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ Jangan lupa Vote ya! 🤗🤗
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka