Share

Sarapan Pertama

Author: Mi Casa
last update Last Updated: 2023-10-03 10:59:05

Hah, suasana di meja makan begitu tegang. Dua wanita berbeda usia itu saling melemparkan tatapan ganas, seakan-akan siap untuk menerkam lawannya kapan saja. Sementara Bastian yang baru bangun dari tidurnya masih mengeluh pusing. Pasalnya, tiba-tiba Nala menggedor-gedor pintu kamarnya hingga membuatnya terlonjak kaget.

"Ya ampun, cuma masak mie doang? Bisa-bisanya punya Istri kok begini."

Nala diam, mengamati bagaimana lawan bicaranya ini menyudutkannya, sembari menunggu respon dari laki-laki yang baru menikahinya tersebut. Apakah akan membelanya?

"Di dapur nggak ada apa-apa yang bisa dimasak, belum belanja. Aku lupa," sahut Bastian yang membuat Nala langsung tersenyum senang mendengarnya. "kamu juga ngapain pagi-pagi ke sini? Kapan pulangnya?"

"Semalem. Jahat banget kamu tuh!"

Bastian pusing. Kepalanya terasa pusing karena Sonya dan juga sisa-sisa minumnya semalam. Diliriknya ke arah Nala yang tampak diam saja menyimak obrolannya dengan Sonya. "Nggak kuliah?"

Brakkk

"Lah, iya! Kok bisa lupa." Panik, Nala panik bukan main. Ia langsung bangkit dari posisi duduknya, meraih tote bag miliknya dengan kasar. "aku berangkat dulu, udah telat."

Srggppp

Gerakan Nala terhenti saat tangannya dicekal oleh seseorang, netranya memicing melihat tangan besar tersebut. "Kenapa?"

"Ayo, saya anter." Bastian langsung bangkit dari posisi duduknya, sebelum mengalihkan pandangan ke arah Sonya. "kita bicara setelah ini,"

***

Di dalam mobil hanya ada keheningan yang terjadi diantara keduanya. Nala sendiri masih canggung dengan orang asing di sampingnya saat ini, sedari tadi ia hanya menunduk atau mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.

"Kamu biasanya naik apa kalau kuliah?"

Nala mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. "Motor."

"Mau dibelikan motor nggak? Biar enak nggak pusing-pusing lagi."

"Om?" Nala memicing memandang laki-laki di sampingnya ini. Sementara yang tengah diajaknya bicara hanya menoleh sekilas ke arahnya. Masih harus fokus dengan jalanan di depannya. "itu tadi pacar Om, ya?"

Tak ada raut wajah terkejut yang tertangkap indera penglihatan Nala. Bukankah itu membuktikan kalau tebakannya benar? Ah, lagi pula wanita itu juga yang mengakuinya sendiri.

"Om, boleh nggak nanti aku bicara?"

"Soal apa?"

"Kita," jawab Nala ragu-ragu.

Lampu merah menyala, membuat mobil yang ditumpangi Nala harus berhenti. Rungunya sejak tadi siap menunggu jawaban dari suaminya, tapi hanya ada keheningan. Ditariknya nafasnya perlahan, ia tau tak ada sesuatu yang benar-benar mudah. Baru sehari setelah pernikahan, sudah datang sosok lain di rumah tangga jadi-jadian ini.

"Om nggak budeg, 'kan?"

Bastian terkejut. Perempuan di sampingnya ini benar-benar frontal. "Astaga. Kamu ngomongnya kenapa jelek banget sih?"

"Ya abisnya diajak ngomong nggak nyaut-nyaut." Nala masih setia memandang sinis laki-laki di sampingnya ini, bahkan setelah mobil kembali berjalan. "Om punya niat apa? Om kok malah bawa pacar Om ke rumah? Ya ... bukan apa-apa nih ya maksudnya, tapi kan ...."

"Nggak. Dia nanti pergi, nggak tinggal sama kita," sahut Bastian cepat. Telinganya gatal, pagi-pagi sudah mendapat tuduhan.

Nala ini tak bodoh. Ia bahkan tau dengan betul wanita tadi menatap suaminya dengan perasaan suka. Wah, tiba-tiba saja ide gila muncul. Haruskah ia merealisasikannya? Itung-itung untuk memberi pelajaran pada wanita yang sudah merusak mood-nya pagi-pagi.

"Om, aku laper."

Bastian terkejut, ia juga baru teringat perempuan kecil di sampingnya kini belum makan apapun. "Aduh, gimana, ya? Apa aku beliin makanan buat kamu makan di kampus aja?"

Nala diam, otaknya memikirkan sesuatu, hingga akhirnya ia menarik garis senyum di bibirnya. "Om, gimana kalau kita cari sarapan dulu, tadi kan juga belum sarapan."

"Kuliah kamu gimana?"

"Hari ini bolos aja. Aku belum pernah bolos juga kok, jadi masih aman. Anggap aja ini sebagai cara pendekatan kita untuk yang pertama kali."

Setelah menimang-nimang, laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Tak apa bukan? Anggap saja sebagai permintaan maaf karena ucapannya semalam. Mobil yang dikemudikannya melaju semakin cepat, sebelum akhirnya berhenti di salah satu restoran yang menjadi tempat favoritnya.

Kening Nala berkerut saat menyadari di mana kini ia berada. Tak salah. Kepalanya langsung berputar menghadap laki-laki di sampingnya saat ini, ia tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. "Om suka tempat ini juga? Ini tempat favorit aku sama Mama. Sup ayamnya enak banget."

"Kam--" Belum juga ucapannya selesai, Nala langsung melepaskan sabuk pengaman yang melilit di tubuhnya tadi dengan kasar, lalu keluar begitu saja dari mobil.  Bastian hanya bisa menggelengkan kepalanya, agaknya perempuan yang telah resmi menjadi istrinya itu termasuk dalam golongan spesies bar-bar.

Keduanya duduk saling berhadapan di salah satu meja yang dekat dengan jendela, tentu saja ini atas pilihan Nala. Setelah menunggu hampir 10 menit, makanan yang keduanya pesan pun datang. Pramusaji menyajikan makanan dan menatanya dengan rapi, sebelum akhirnya pamit undur diri setelah meninggalkan senyuman santun.

"Kamu suka sup ayam, ya?" tanya Bastian saat Nala langsung menyerang semangkuk sup yang masih mengepulkan asap tipis.

Nala langsung menganggukkan kepalanya, tanpa mengalihkan pandangan pada lawan bicaranya saat ini. "Suka. Suka banget."

Bastian menarik garis senyum tipis di bibirnya, sebelum tangannya terulur untuk meraih sendok dan garpu. Keduanya mulai menikmati sarapan bersama, tak ada obrolan yang terjadi sampai pada akhirnya--

"Om?"

"Hmm?"

"Om sukanya sama yang montok dan semok, 'ya?"

Uhukkk

Bastian langsung tersedak kuah sup ayam yang baru saja masuk ke dalam mulutnya, tak siap dengan pertanyaan yang baru di dengarnya tersebut. Dengan kasar ia langsung meraih segelas air dan menenggaknya hingga hampir setengahnya.

Pandangannya beralih menatap sekitar. Rupanya saat ini ia tengah menjadi pusat perhatian orang-orang. Tak salah memang, sebab perempuan di depannya ini bertanya dengan volume cukup keras. Telinganya memerah, dirinya malu.

"Kenapa nanya gitu sih?"

"Aku emang nggak semontok dan sesemok perempuan tadi, tapi body aku masih bisa dibentuk kok, Om."

Ingin rasanya Bastian menenggelamkan dirinya ke dasar bumi, orang-orang tengah menatapnya dan Nala dengan tatapan aneh. Pasti pikiran mereka macam-macam.

"Udah kan makannya? Ayo, pulang sekarang." Tanpa basa-basi lagi, Bastian langsung menarik tangan Nala, membuat Nala terkejut dengan tarikan cukup keras tersebut.

"Om, sabar Om. Jangan kasar-kasar."

Brakkk

Sesampainya di mobil, Bastian langsung menatap perempuan di sampingnya ini dengan tatapan kesal bukan main. Baru pertama kali ini dirinya bertemu dengan perempuan yang rem mulutnya tak berfungsi, parah sekali.

"Kamu tuh kenapa sih? Mulutnya kok nggak bisa dikontrol? Astaga ... saya sampai pusing dengernya."

"Kok pusing? Aku kan nanya buat solusi kita berdua, Om." Nala berbalik menatap tajam laki-laki di sampingnya saat ini. "aku tanya sama Om sekarang, jawab jujur ya Om?"

Lah? Kok? Situasinya berbalik. Harusnya Bastian yang marah, 'kan?

"Sebelumnya aku minta maaf buat yang tadi, nggak seharusnya aku nanyain itu di sana. Aku tadi cuma keinget sama pesan Mama, kata Mama kalau udah nikah apa-apa harus diobrolin sama Suami.

Deggg

Tiba-tiba saja kerongkongan Bastian terasa kering, susah payah baginya untuk menelan ludah. Sementara Nala masih menatapnya penuh selidik.

"Om bakalan cerain aku, 'ya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 105. Happy

    Tiga tahun kemudian"Mas, gendongg." Rengek Saluna, bocah yang hampir menginjak usia pendidikan pertama itu merengek pada sang kakak, tangannya terbentang luas meminta agar segera digendong.Bastian dan Nala yang sama-sama menuruni anak tangga dan melihat tingkah putrinya itu hanya menggelengkan kepala. Kedekatan antara Adimas dan Saluna sudah bisa diibaratkan seperti lem, saling menempel, meskipun lebih tepatnya Saluna yang selalu ingin ikut dengan kakaknya.Merogoh ponselnya dalam saku celana, Nala pun mengambil potret buah hatinya itu. Dimana Saluna yang masih merentangkan tangannya, sementara Adimas sengaja menggoda adiknya. "Adek, kan udah gede. Berat kalau digendong, kasihan Mas-nya.""Aaaa. Adek mau digendong Mas." Tak terima ditegur begitu saja, bocah kecil ini melipat kedua tangannya di depan dada, persis seperti orang yang tengah merajuk. "Mas," panggil Saluna pada Adimas dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.Runtuh sudah pertahanan Adimas dalam misi mengganggu sang adi

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 104. Nggak Boleh Ngalah Terus

    Sesuai rencana, hari ini keluarga kecil Bastian dan Nala mengadakan liburan singkat. Dufan, adalah tempat yang dipilih keluarga kecil ini.Sepanjang perjalanan, Adimas kecil yang duduk di belakang lebih banyak diam, bahkan hanya sesekali saja menimpali pertanyaan yang Nala atau Bastian lontarkan, mungkin karena masih belum nyaman."Mas, nanti mau naik apa?" tanya Nala yang langsung menoleh ke belakang, terlihat antusias sekali mengajak bicara anak laki-lakinya ini.Si kecil yang tadinya fokus memandang ke arah luar jendela pun lekas menoleh ke arah Nala. "Terserah aja, Ma. Adek mau main apa?""Adek nanti naik yang puter-puter aja sama Mama. Nanti Mas main sama Papa, ya. Seneng-seneng, biasanya Mas kalau sama papa Garren naik apa?""Biasanya naik bumcars, Ma.""Oke. Nanti naik sama Papa." Sahut Bastian yang membuat percakapan ini berakhir.Sesampainya di lokasi tujuan, dengan sigap Bastian menggandeng tangan kecil Adimas disisi kanannya, sementara tangan kirinya dikenakan untuk menyang

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 103. Pendekatan

    Hari ini Bastian sudah kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Bastian sengaja memberi jeda untuk Adimas beradaptasi di rumah ini terlebih dahulu beberapa hari sebelum membiarkan anak kecil itu kembali beraktivitas di sekolah.Dibandingkan kemarin, hari ini Adimas lebih banyak makan. Mungkin lebih merasa nyaman berada di sini perlahan-lahan, meskipun tak jarang juga bocah kecil ini ragu-ragu bersuara atau lebih memilih memendam diri.Seperti saat ini, saat Nala tengah sibuk mengecek Saluna. Adimas kecil yang berada di samping tampak seperti ingin mrnawarkan bantuan, tapi tak berani bersuara."Mas Dimas, boleh minta tolong, nggak?""Boleh." Langsung saja anak kecil itu membalasnya dengan penuh semangat.Tak dapat Nala menyembunyikan senyuman tipisnya, terlebih dahulu ia mengusap sayang puncak kepala anak laki-lakinya. "Tolong ambilin pempers adek di sana, Mas." Nala menunjuk pada pojok ruangan. Dengan cepat Adimas langsung beranjak dari posisi duduknya dan setengah berlari menuju area

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 102. Adimas

    "Ren, lo pasti bisa, Ren. Percaya sama gue." Bastian mencengkeram pelan punggung tangan Garren. Mayakinkan laki-laki itu jika semuanya akan baik-baik saja.""Huwaaa. Pa, Papa ayo besok main, Pa. Pengen main bola." Suara isakan tangis terselip dalam rengekan anak laki-laki berusia sekitar lima tahun itu. Matanya memerah dengan air mata yang terus membasahi pipi tembamnya, ingusnya bahkan sudah meleber ke area pipi. "ayo, Pa, bangun. Kita pulang, nggak suka di sini." Tangan kecil itu terus berusaha mengguncang tubuh besar yang tengah berbaring di depannya ini.Bangunan rumah sakit menjadi tempat di mana do'a tulus sering dilangitkan dengan sepenuh hati, bahkan lebih tulus dan dalam dari pada di rumah ibadah sekalipun.Nala sendiri tak dapat menahan bendungan air matanya melihat anak kecil bernama Adimas itu terus merengek. Menarik tangan papanya, seakan ingin cepat membawa laki-laki itu pergi dari tempat ini.Melihat bagaimana reaksi anak semata wayangnya membuat Garren tertawa pelan, t

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 101. Jalan Masing-Masing

    Sentuhan terakhir, Nala menambahkan bando manis untuk putri kecilnya. Disambut dengan gelak tawa dan tubuh mungil itu yang meronta-ronta, terlihat senang sekali."Nah, anak Mama udah cantik banget." Tak rela jika harus melewatkannya begitu saja, Nala langsung mencium wajah putrinya bertubi-tubi, gemas sekali rasanya. Tangannya langsung terulur untuk meraih kasar ponselnya di atas nakas, setiap momen harus diabadikan. Nala mengambil beberapa gambar mengemaskan Saluna, sebelum membawa gadis itu dalam gendongannya, mengajak foto bersama.Puas dengan banyak gambar yang berhasil diambilnya, Nala pun langsung meraih tas dan membawa putrinya pergi. Baru saja Dewa mengatakan sudah hampir sampai, Dina tak bisa menjemputnya karena berangkat bersama Argi. Terlalu mutar jauh jika menjemputnya terlebih dahulu.Timingnya pas sekali. Baru saja Nala selesai dengan menutup pintu, mobil putih itu berhenti tepat di depan rumahnya. Dengan senyuman lebar, Nala yang menggendong Saluna menghadap depan itupu

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 100. Papa Bas dan Mama Nal

    "Mbrrr hik hik hik.""Loh! Kok nyembur." Nala pura-pura kaget, melihat putri kecilnya yang menyemburkan air susu dimulutnya. Bukannya takut, gadis mungil ini justru tertawa lebar menunjukkan gusi lucunya sembari bertepuk tangan. Mamanya terlihat menggemaskan di matanya."Abmrrrr."Nala meletkkan putri kecilnya di atas ranjang, tak lupa memberikan mainan gigit-gigitan padanya. Langsung saja Saluna memainkannya, menggigit-gigitnya. Tak terasa gadis kecil ini akan segera memasuki fase pertumbuhan gigi.Tak berselang lama Bastian pun datang dengan handuk kecil di kepalanya, menggosok-gosoknya agar rambut basahnya lekas mengering.Melihat buah hatinya berbaring riang di atas ranjang membuat Bastian langsung melompat menyusul putrinya, melemparkan asal handuk kecil yang tadi dikenakannya. Tanpa permisi laki-laki beranak satu itupun langsung mencium wajah putri kecilnya bertubi-tubi. "Ih anak papa lagi apa, emesnya. Emesnya anak Papa. Mwah mwah mwah.""Hek hek." Bibir Saluna langsung mengeru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status