Home / Romansa / Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku / 112. Terima Kasih Sudah Mencintaiku Sedalam Ini

Share

112. Terima Kasih Sudah Mencintaiku Sedalam Ini

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2025-05-16 15:47:28

Nate menempelkan dahinya pada dahi Mariana. “Terima kasih,” bisiknya, “karena telah memberiku kesempatan.”

Mariana tersenyum lembut. “Aku nggak tahu masa depan akan seperti apa, Nathaniel. Tapi aku ingin menjalaninya bersamamu.”

Nate mengangguk kecil. “Kita jalani perlahan. Tak perlu terburu-buru. Yang penting, kita sama-sama.”

Malam itu berakhir dengan hangat. Mereka tak bicara banyak lagi, hanya saling menggenggam tangan saat kembali ke mobil, duduk berdampingan dengan tenang seperti sepasang kekasih yang akhirnya menemukan rumahnya masing-masing.

Sesampainya di rumah, Mariana masuk ke kamar sambil memegangi cincin di jarinya. Ia menatap benda kecil itu dengan mata sayu—bukan karena ragu, tapi karena terharu. Ia menyentuh bingkai foto Bella di atas meja kecil di pojok kamar, lalu tersenyum.

“Aku akan menjaga Elhan sebaik mungkin. Dan juga Nathaniel …,” bisiknya pelan. “Kamu tahu… dia membuatku ingin terus hidup setelah kehilanganmu dan Selene.”

Lalu Mariana mematikan lampu, naik ke
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   112. Terima Kasih Sudah Mencintaiku Sedalam Ini

    Nate menempelkan dahinya pada dahi Mariana. “Terima kasih,” bisiknya, “karena telah memberiku kesempatan.”Mariana tersenyum lembut. “Aku nggak tahu masa depan akan seperti apa, Nathaniel. Tapi aku ingin menjalaninya bersamamu.”Nate mengangguk kecil. “Kita jalani perlahan. Tak perlu terburu-buru. Yang penting, kita sama-sama.”Malam itu berakhir dengan hangat. Mereka tak bicara banyak lagi, hanya saling menggenggam tangan saat kembali ke mobil, duduk berdampingan dengan tenang seperti sepasang kekasih yang akhirnya menemukan rumahnya masing-masing.Sesampainya di rumah, Mariana masuk ke kamar sambil memegangi cincin di jarinya. Ia menatap benda kecil itu dengan mata sayu—bukan karena ragu, tapi karena terharu. Ia menyentuh bingkai foto Bella di atas meja kecil di pojok kamar, lalu tersenyum.“Aku akan menjaga Elhan sebaik mungkin. Dan juga Nathaniel …,” bisiknya pelan. “Kamu tahu… dia membuatku ingin terus hidup setelah kehilanganmu dan Selene.”Lalu Mariana mematikan lampu, naik ke

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   111. A Proposal in the Moonlight

    Malam itu, Nate mengajak Mariana makan malam romantis di ruang privat sebuah hotel berbintang. Dengan balutan gaun peach sederhana membalut kulit putihnya, Mariana tampak begitu menawan.Kini, mereka duduk berhadapan, saling menatap penuh cinta sambil menunggu hidangan datang. Ruangan itu mewah, dihiasi mawar putih yang harum semerbak, dengan jendela besar yang menyuguhkan pemandangan kota berkelap-kelip di malam hari.“Pemandangannya indah banget,” ujar Mariana dengan mata berbinar. Pandangannya tak lepas dari jendela yang memamerkan cahaya kota.Nate mengikuti arah pandangnya, lalu tersenyum kecil. “Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu seperti ini. Aku pilih tempat ini karena ingin memberimu malam yang spesial.”Mariana menoleh, membalas senyum Nate dengan lembut. “Terima kasih, Sayang,” ucapnya tulus.Nate mengangguk, lalu menggenggam tangan Mariana yang tergeletak di atas meja, mengusapnya perlahan dengan sentuhan penuh kasih.Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa h

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   110. Sepotong Kue, Sebuket Rindu

    Nate sedang mondar-mandir di ruang tengah dengan langkah gelisah ketika suara langkah kaki mendekat. Ia spontan menoleh, dan napasnya langsung mengalir lega ketika Mariana muncul dengan senyum manis. Tanpa pikir panjang, ia berlari menghampiri sang kekasih.“Kamu ke mana saja?” tanyanya tanpa basa-basi. Tatapan matanya menyapu wajah Mariana, memastikan wanita itu baik-baik saja.Mariana sempat terkejut, lalu menjawab santai, “Aku ke minimarket.”“Minimarket?” Nate mengulang.“Iya,” Mariana mengangguk sambil menenteng kantong belanjaan kecil. “Ada yang harus kubeli.”Nate menatap wanita itu sejenak. Tak lama, matanya langsung melunak. “Kenapa tidak bilang ke Mbok Darmi atau aku?”Mariana menghela napas pendek. “Aku pikir cuma sebentar. Lagi pula, kamu masih di jalan pulang tadi.”Nate mengusap wajahnya pelan. “Kamu tidak menjawab teleponku tiga kali. Kamu tahu betapa khawatirnya aku?” katanya tegas.Mariana mengerjap beberapa kali. “Aku lupa bawa ponsel. Ketinggalan di kamar,” jawabnya

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   109. Baby's Breath

    Ponsel Nathaniel bergetar pelan di atas meja kaca saat rapat baru saja berakhir. Ia melirik ke layar, dan alisnya langsung bertaut. Lima panggilan tak terjawab dari satu nama—Mama. Nate mengangguk singkat pada para anggota eksekutif yang mulai beranjak, lalu meraih ponselnya dan melangkah keluar ruangan. Begitu tiba di koridor luar, ia segera menekan tombol panggil untuk menghubungi kembali ibunya. Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum akhirnya suara lembut sang ibu menyapa dari seberang. “Nathaniel, kamu bisa pulang ke rumah malam ini?” Nate bergumam sebentar. “Ada apa, Ma?” tanyanya seraya berjalan menyusuri lorong menuju ruangan CEO. “Tidak ada apa-apa,” jawab Arsita cepat. “Tapi Mama ingin makan malam bareng kamu. Sudah lama kamu tidak mampir. Pulang, ya? Malam ini.” Arsita setengah memohon. “Baiklah. Setelah pulang kantor, aku mampir,” jawab Nate tanpa basa-basi. *** Langit mulai menggelap ketika Nate memasuki halaman rumah orang tuanya. Sorot lampu taman menyambutn

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   108. Pemikiran Keliru

    Hari-hari berikutnya terasa asing bagi Mariana.Setiap kali ia berjalan menyusuri lorong kantor, senyuman yang dulu ringan dan tulus dari para rekan kerja berubah menjadi canggung atau sekadar anggukan basa-basi.Tak ada lagi obrolan santai di pantry saat mengambil kopi. Tak ada lagi sapaan ceria dari staf departemen lain.Mereka tidak mengucilkan Mariana secara terang-terangan, tetapi ia bisa merasakan perbedaan itu. Halus, namun menghantam seperti tamparan diam-diam yang menyakitkan.Seolah-olah ia bukan lagi sekadar sekretaris CEO, melainkan subjek utama dalam cerita yang semua orang tahu, namun tak satu pun berani mengaku telah membacanya.Bahkan petugas keamanan yang biasanya menyapanya dengan santai, pagi ini hanya memberi anggukan disertai senyum kaku.Di balik meja kerjanya, Mariana mencoba tetap tenang. Ia fokus pada pekerjaannya—menanggapi surel, menyusun agenda mingguan untuk Nate, mengatur jadwal rapat, dan mencatat hal-hal penting.“Ya ampun ….”Helaan napas pelan lolos d

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   107. Bagaimana Aku Tidak Jatuh Cinta Padamu Lebih Dalam?

    Nate melangkah keluar dari ruang rapat tanpa banyak suara. Pandangannya tak lepas dari punggung Mariana yang semakin menjauh di lorong.Ia tahu betul langkah-langkah kecil di depannya itu sedang menahan banyak hal. Malu, bingung, dan mungkin marah.Nate mengikutinya dari belakang tanpa sepatah kata pun. Ia tak memanggil, tak mempercepat langkah, hanya menjaga jarak.Bukan karena tak peduli. Justru sebaliknya.Nate terlalu peduli hingga tahu pasti bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara. Mariana sedang gelisah. Dan ia cukup mengenalnya untuk tahu bahwa jika ia mendekat sekarang, itu hanya akan membuat semuanya terasa lebih buruk.Jadi ia membiarkan Mariana terus berjalan, hingga sosoknya menghilang di tikungan menuju pantry. Nate menarik napas panjang, lalu berbalik dan kembali ke ruangannya.Begitu duduk di balik meja, ia langsung menghubungi kepala tim legal lewat sambungan internal.“Temukan sumber pertama foto itu,” ucapnya singkat. “Aku ingin jawabannya hari ini.”Beber

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   106. Berita Panas

    Pukul 08.43, Mariana baru saja menyelesaikan memo untuk Nate. Setelah mengirimkannya lewat email, ia menyandarkan punggung ke kursi. Baru saja ia hendak menyesap teh hangat, notifikasi di ponselnya tiba-tiba bermunculan bertubi-tubi.Grup What$App kantor yang biasa sunyi saat jam kerja, mendadak riuh.Ia mengangkat alis dan membuka pesan itu dengan penasaran. Tapi senyumnya langsung hilang.Sebuah foto, agak buram tapi cukup menjelaskan bagi mereka yang tahu siluet siapa. Nate berdiri di depan lift, menahan pintu sambil menoleh ke Mariana. Seorang anak kecil bersama mereka.Jantung Mariana mencelos.Tangannya refleks mengetik.[Dari mana kalian dapat foto itu? Hapus, sekarang. Itu privasi.]Tapi pesannya tenggelam di antara puluhan komentar lain yang terus berdatangan—campuran candaan, spekulasi, dan nada menggoda.Beberapa mulai menyebut namanya secara terang-terangan, lengkap dengan stiker gif cewek menangis dan emoji api.Mariana menggenggam ponselnya erat. Napasnya memburu. Tubuhn

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   105. Rasa Iri yang Mencabik Logika

    Ratna menatap Mariana dari kejauhan dengan pandangan yang intens. Tatapan seorang ibu yang setengah khawatir, setengah ingin tahu, tapi tidak ingin langsung menghakimi. Ia mengusap punggung cucunya perlahan sebelum beralih pada Bianca yang masih berdiri di sampingnya.“Udah, jangan terlalu mikir,” gumamnya pelan. “Mungkin cuma iseng pakai aja.”Bianca mengangguk, tapi senyum liciknya muncul sekejap. “Iya, Bu. Tapi kalau Kak Mariana udah terikat sama seseorang, Ibu kan harus tahu duluan. Masa dia nggak kasih tahu keluarganya.”Beberapa saat kemudian, acara makan bersama dimulai. Suasana makin ramai. Obrolan, gelak tawa, dan suara piring saling berdenting mengisi ruangan.Mariana duduk di sudut, sesekali ikut menyendok makanan ke piring walau selera makannya tak seberapa. Ia menyadari beberapa pasang mata diam-diam melirik ke arahnya, terutama Ratna yang tampak memperhatikannya lebih sering malam ini.Hingga akhirnya, ketika acara hampir usai dan para kerabat mulai pamit pulang, Ratna m

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   104. Acara Syukuran

    Siang itu, Mariana masuk ke ruang kerja Nathaniel sambil membawa berkas yang perlu ditandatangani. Pria itu sedang menelepon seseorang. Begitu melihat Mariana, ia mengangkat tangan, memberi isyarat agar menunggu.Mariana mengangguk kecil, lalu meletakkan berkas di meja.Namun Nate tak langsung menoleh ke dokumen. Pandangannya tertahan. Matanya membeku beberapa detik saat melihat jari manis kiri Mariana.Cincin yang ia berikan kemarin kini melingkar di sana.Begitu telepon selesai, Nate melangkah mendekat. Sorot matanya tak berubah.“Kamu pakai,” ucapnya pelan.Mariana mengangkat alis, sedikit bingung. “Maaf?”Tatapan Nate jatuh lagi ke tangan kiri Mariana. Kali ini Mariana ikut menunduk dan baru sadar bahwa cincin itu terlihat jelas. Pipinya langsung memerah.“Oh … iya,” gumamnya cepat, berusaha terdengar biasa saja. “Aku pikir nggak ada salahnya.”Senyum kecil namun sangat tulus merekah di wajah Nate. “Tidak ada salahnya?” Ia mengulang kalimat itu dengan nada rendah. “Bagi aku, itu b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status