Di basement perusahaan."Lohh Mas Deva,," matanya reflek mengikuti pergerakan kedua pria yang baru saja melewati depan mobilnya., "Mas Deva dan asistennya mau kemana kenapa kelihatan buru-buru sekali?"Sherly, belum benar-benar pergi meninggalkan lingkungan perusahaan pria itu terbukti dia masih berada di sana dan mengetahui kepergian pria itu dan asistennya."Apa gue ikutin aja ya?" berpikir sejenak akhirnya mobil wanita itu pun maju, mengikuti mobil Deva yang dikendarai sang asisten....Perlahan Sherly memberhentikan mobilnya tat kala melihat mobil Deva juga berhenti, memarkirkannya tak jauh dari mobil Deva yang tengah parkir juga."Ini di mana sih?" di depan sana terlihat Deva dan asistennya turun lalu berjalan memasuki sebuah gang kecil. Sontak saja Sherly pun mengikutinya lagi, seperti tadi.Dari jarak aman terus mengikuti mantan kakak iparnya itu.Jalanan becek, penuh lumpur karena jalannya memang pure dari tanah."Sebenarnya Mas Deva mau kemana sih sampai melewati jalanan jel
"Mas kamu sudah pulang?" sapaan penuh keceriaan dari Dena saat menyambut kepulangan sang suami depan pintu. Namun,, raut cerianya sirna usai mendapatkan respon dingin dari Deva."Hmm,," berdehem pelan lantas berlalu melewatinya begitu saja.Badannya berputar mengikuti arah sang suami pergi."Ihh Mas Deva kenapa sih?" gumamnya usai tak mendapati batang hidung suaminya lagi."Balik ke setelan awal, " kesalnya, memutar bola mata malas. Kemudian ikut naik ke lantai atas, menaiki tangga, memasuki kamar mereka berdua.Tiba di kamar batang hidungnya tak terlihat hanya terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Langkahnya yang santai membawanya ke arah ranjang, duduk di atasnya menyandarkan setengah badannya ke kepala ranjang.Ting.Suara ponsel Deva berbunyi tanda ada sebuah pesan masuk. Ponsel pria itu tepat di sebelah Dena, di atas nakas.Awalnya dia berusaha cuek namun sesaat setelah suara notifikasi pesan berbunyi kembali rasa penasaran Dena mencuat, berakhir dia curi-curi pand
"Bye anak Mama, semangat sekolahnya ya" seperti biasa, rutinitas setiap pagi. Dena akan mengantarkan anak serta suaminya memulai rutinitasnya, kerja dan sekolah."Bye Mama,," "Hati-hati ya Mas bawa mobilnya" tak lupa menyalami tangan sang suami."Hmm,, ingat jangan keluar rumah tanpa izin Mas apalagi sampai bertemu dengan teman SMA kamu itu!!" "Ihh apaan sih orang aku ketemu dia juga gak sengaja kok" "Terus kenapa juga kamu gak bilang sama Mas kalau habis bertemu dia?" "Aku lupa,," "Dasar pikun" tuk,, mengetok pelan dahi Dena."Ihh Mas Deva" wajah Dena berubah cemberut. Yahh walaupun sebenarnya gak sakit sama sekali sih. Cup,, "Mas berangkat ya" "Iya,," usai mobil sang suami tak lagi terlihat setelah belok ditikungan, tubuh Dena segera luruh ke lantai.Masih belum terbiasa dengan ciuman kening sebelum berangkat yang suaminya lakukan.Dena menutup mukanya dengan telapak tangan lalu berteriak sekencang-kencangnya,, "Akhhh,," Sukses membuatnya men-salting,, ...Di perusahaan,
Kemarin sore, kamar Sherly. Sepanjang hari Sherly begitu gelisah. Setelah pulang usai mengikuti Deva dia tak keluar kamar, berdiam diri di balkon sampai sore. "Sialan gue jadi harap-harap cemas begini" umpatnya. Setelah itu dia bangun dari duduknya melangkah memasuki kamar, melangkah ke arah ranjang duduk di atasnya. Tangannya bergerak membuka laci nakas samping tempat tidurnya, bagian paling bawah lalu mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah ponsel berwarna hitam layarnya pun sudah pada retak di beberapa bagian. Kalian pasti merasa anehkan masa seorang Sherly yang high class, sosialita punya ponsel dengan layar yang sudah pada retak begitu? Yahh itu memang bukan ponselnya. Flashback on. 5 tahun yang lalu,, Sherly dengan santai mengendarai mobil kesayangan, musik favorit mengalun merdu menemani perjalanan. Sesaat set
Lusa kemarin, di mall.Sherly tengah berjalan-jalan hanya sendiri, me time. Asik berbelanja namun sesuatu hal mengalihkan pandangan matanya."Dena? itu Dena?" "Lalu pria itu?" Senyuman Sherly terbit begitu lebar, "Ahh rasa-rasanya Tuhan tengah berpihak ke gue""Dulu gue mergokin Kak Atika sekarang Dena. Memang Mas Deva itu ditakdirkan untuk gue" Buru-buru Sherly memfoto mereka berdua yang tengah saling berhadapan, saling melempar senyuman....Pemandangan di depannya mengingatkan dia akan kejadian lusa kemarin, yahh tempatnya pun sama di mall ini juga dengan waktu yang hampir sama pula."Itu Dena? dia ke mall dengan pria itu lagi? mana dia?"Tuhan benar-benar lagi berpihak sama gue. Akhirnya gue bisa mergokin Dena lagi dengan pria lain. Jalan gue untuk bersama Mas Deva sepertinya terbuka amat lebar, pikir Sherly."Lohh itu,," ...Di depan rumah Dena dan Deva.Tok tok tok...Pintu utama rumah Dena dan Deva diketuk seseorang, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diu
Ceklek,,"Lohh Dena kok gak ada di kamar dia kemana?" ucap Deva bingung. Dia baru pulang kerja bergegas ke kamar karena berpikir bahwa sang istri ada di kamar tapi ternyata kamarnya kosong.Lantas kembali dia tutup pintu kamarnya."Dia kemana sih? apa jangan-jangan ada di kamar Darren?" kontan Deva melangkahkan kaki menuju kamar sang putra semata wayang, langsung dibukanya pintu di depannya tanpa mengetuk terlebih dahulu."Kamu ada di sini rupanya" dan benar saja tebakannya. Dena berada di kamar sang putra.Entah mereka tengah ngapain posisinya Dena tengah memangku Darren.Kemudian pria dengan satu anak itu masuk ke dalam kamar sang putra, "Kalian lagi ngapain? lagi main ya? kok Papa gak diajak?"Bukannya menjawab Dena malah berbisik kepada Darren.Setelah itu, "Gak mau Papa bau belum mandi" "Apa?" dia tercengang."Kamu bilang Papa bau? nakal ya kamu, sini biar Papa gelitikin kamu" Darren mulai tertawa, meliuk-liukkan badannya, kegelian karena digelitikin."A-ampun Pa, a-ampun Mama
Di sebuah restoran steak.Di salah satu meja sebuah restoran keluarga kecil Deva duduk, Dena dan Darren sebelahan sementara Deva duduk di depan Dena.Pelayan datang membawakan pesanan mereka yaitu 3 steak sesuai jumlah anggota keluarga.Mata Dena dan Darren berbinar-binar menatap steak mereka. Sungguh,, jika gak tau orang pasti mengira mereka adalah anak dan ibu kandung, sama persis ekspresi wajahnya.Dena mulai memotong steak selesai dia ingin memberikannya pada Darren. Deva,, pria itu juga ingin memberikan steak yang telah dia potong ke Dena."Ini,," ucap Dena dan Deva berbarengan."Lohh,," sontak kedua pasangan suami istri itu saling pandang, sama-sama saling membeku.Beberapa detik,, Dena kembali melanjutkan kegiatan awalnya, mengganti steak Darren dengan punyanya. Kemudian dia mengambil steak yang berada di tangan sang suami, mengganti dengan steak Darren yang belum dipotong."Makasih yang Mas hehehe" Dengan canggung Deva pun mulai kembali memotong steak yang awalnya milik Dar
Kamar Deva dan Dena.Dena duduk di kursi rias, mengaplikasikan skincare di wajah. Deva sendiri duduk di ranjang memainkan ponsel. "Tadi seru banget ya kan Mas?" tanya tanya Dena, melihat ke arah yang suami dari kaca."Iya,," setuju pria itu.Padahal tadi kan dia hanya melihat anak dan istrinya main saja, tak ikut main. Tapi demi tak membuat sang istri marah dia hanya bisa setuju. Apakah sekarang Deva sudah menjadi suami-suami takut istri? "Kapan-kapan kita ke pasar malam lagi ya Mas?" "Iya,, atur saja" Dena bangun dari kursi meja riasnya jalan menuju ranjang, "Aku bahagia banget apalagi saat melihat wajah bahagia Darren" ucapnya sembari menaiki ranjang. Spontan deva menurunkan ponselnya menatap penuh makna kepada Dena, "Terima kasih sudah sangat menyayangi Darren"Dena tertawa kecil, "Dia kan anak aku juga Mas sejak aku menikah sama kamu" "Ternyata Mama nggak salah pilih" "Hah?" "Kamu wanita baik. Pasti berat harus menikah dengan seorang duda. Bukan hanya menjadi seorang ist
Untuk kedua kalinya Elora datang ke rumah Deva dan Dena tanpa sepengetahuan pria itu tentunya."Lohh Elora kenapa ada di sini? mau ketemu suami saya tapi Mas Deva lagi gak ada, lagi ada di kantor" "Gak kok saya ke sini mau bertemu dengan kamu" "Bertemu saya? ada apa? mau ngomongin bisnis? hahaha, kan gak mungkin saya gak ngerti masalah begituan" "Boleh kita berbicara di dalam saja?" wajah Elora tetap serius tak terpengaruh oleh candaan Dena."Ohh boleh,, ayo silakan masuk" Dena pun akhirnya tak lagi bercanda melihat wajah serius Elora.Dena pun berjalan masuk diikuti Elora di belakangnya, "Silakan duduk dulu biar saya ambilkan minum" "Iya,," Tak berapa lama Dena kembali dengan teh di tangannya menaruhnya di atas meja, "Silakan diminum dulu tehnya" "Iya terima kasih,," Elora mengambil cangkir teh tersebut menyeruputnya sedikit.Lantas Dena duduk di sofa tepat di depan Elora, menunggu Elora selesai meminum teh buatannya.Melihat Elora kembali menaruh cangkir tehnya baru Dena mem
Mobil sedan hitam Deva berhenti di depan lobby perusahaan. Deva turun dari mobil setelah Yono sang asisten pribadi membukakan pintu mobil untuknya.Deva berjalan lebih dulu diikuti Yono di belakangnya, "Pak siang ini anda ada meeting dengan Bu Atika" beritahu Yono.Seketika Deva menghentikan langkahnya, "Atika?" gumamnya pelan, amat pelan sampai hanya dia sendiri yang bisa mendengarnya."Sekedar info saja siapa tau anda tidak mau bertemu dengan beliau"Hmm sungguh pengertian sekali ya Yono ini. Deva membalikkan badan sembari mengerutkan kening, "Kok Atika?" "Begini Pak,, Pak Riyan telfon saya beliau bilang gak bisa menghadiri meeting dengan Bapak karena sedang ada di luar kota karena tiba-tiba ada keperluan mendadak. Tapi, sebagai gantinya Bu Atikah lah yang akan menggantikan beliau" "Kenapa dia gak bilang sendiri kepada saya?" "Untuk masalah itu saya tidak tahu-menahu Pak" "Baiklah, tolong bilang sama Neny untuk menggantikan saya meeting dengan Atika" "Baik Pak" ucap Yono sem
Pagi hari."Sebenarnya kapan kamu bisa membuat Deva dan istrinya bercerai? Mama sudah gak sabar mau Deva menjadi menantu Mama lagi" tiba-tiba Mama Atika itu berucap saat Atika baru sampai di lantai bawah."Ma Tika mau ngomong sesuatu sama Mama,,""Kenapa? ahh sudahlah Mama gak mau dengar apapun pokoknya kamu harus bisa membuat dia bercerai dari istrinya itu dan menjadikan dia menantu Mama lagi. Mama hanya mau dia yang menjadi menantu Mama bukan orang lain apalagi mantan pacar kamu yang mokondo itu!" "Tapi Ma,," "Gak ada tapi-tapian. Mama harap kamu segera mewujudkan harapan Mama itu!" "Iya Ma," Atika lantas menoleh ke Sherly yang sedari tadi menatap dia tajam, menaikkan kedua bahunya.Sherly langsung melengos begitu saja membuat Atika menghela nafas kasar.Sialan kenapa gue jadi terjebak diantara posisi yang sulit begini sih,, umpatnya."Baiklah kalau begitu Mama mau siap-siap pergi arisan dulu kamu harus segera bergerak cepat!""Baik Ma,," Melihat keberadaan sang Mama yang tak la
"Ma aku pulang!" seru seorang wanita sembari menggeret koper memasuki rumah. "Ngapain lo pulang merusak pemandangan aja" sahutan ketus seseorang dari ruang keluarga. "Lo gak suka lihat gue balik?" "Iyalah," "Kalau begitu buang saja mata lo biar gak bisa lihat gue" "Lo,," "Apa?" "Ada apa sih ini Atika, Sherly, kenapa ribut-ribut?" "Dia duluan Ma" yahh begitulah mereka selalu seperti tom and jerry kalau bertemu, selalu ribut. "Sudahlah kalian jangan ribut terus pusing Mama dengarnya! Atika kamu baru pulang nak, bagaimana lancar kerjaannya?" "La-lancar Ma,," ekspresi Atika terlihat aneh, seperti ketakutan dan dia bahkan tak berani menatap mata sang Mama. "Baiklah kamu istirahat sana gihh jangan lupa mandi!" "Ba-baik Ma,," gegas Atika menaiki tangga, menggeret koper bersamanya. Pintu kamar dia tutup sontak Atika menyandarkan punggungnya di pintu menghela nafas lega. Kalian percaya kalau dia keluar kota karena pekerjaan? tentu saja itu bohong. Dia keluar
Elora mengendarai mobilnya tak tentu arah, tak ada tujuan. Yang jelas dia tak ingin pulang ke rumah.Sampai akhirnya Elora melihat suatu taman. Banyak pohon tumbuh di sana membuat pemandangannya begitu asri, bunga warna-warni dan ada juga permainan bagi anak kecil.Lantas dia membelokkan setir memilih singgah di taman tersebut. Turun dari mobil Elora langsung berjalan mencari bagian sudut yang tak terjamah oleh orang. Duduk di sebuah bangku panjang, muat untuk sekitar 3 orang dewasa. Tamannya lumayan ramai, banyak keluarga kecil yang berkumpul dan bermain bersama di taman itu.Matanya berkaca-kaca melihat para orang tua dan anak-anak mereka tengah bermain, "Tanpa sadar aku baru saja hampir merusak keluarga kecil orang lain, aku baru saja hampir merusak kebahagian sebuah keluarga" "Aku wanita jahat" diapun menangis di bangku itu. Hatinya begitu merasa bersalah karena menyukai pria beristri. Pasti istrinya sakit hati kalau tau aku menyukai suaminya. Tanpa sadar aku menyakiti wanita l
Weekend."Ini Mas teh di minum dulu" ucap Dena sembari meletakkan secangkir teh di hadapan sang suami yang tengah fokus pada berkas-berkasnya."Terima kasih ya" pria itu mengambil teh yang dibawakan sang istri menyeruput sedikit lalu kembali meletakkan di atas meja."Kamu lagi banyak kerjaan ya Mas sampai weekend juga harus kerja, yahh walaupun kerjanya di rumah sih?" "Iya bentar lagi ada proyek baru jadi banyak banget kerjaan, maaf ya" Dena berjalan mendekati sofa di ruang kerja sang suami duduk di atasnya, "Ngapain juga minta maaf" gumamnya."Kalau kamu mau keluar bersama Darren gapapa, pakai kartu kredit aku, belanja apapun yang kamu dan Darren mau" "Gak mau ahh. Kamunya kerja capek-capek masa aku belanja terus" "Iya gak masalah orang aku kerja kan memang buat kalian berdua" "Gak mau ahh,," setelah itu Dena terdiam sejenak, lanjut berkata,, "Mas kalau capek istirahat dulu saja jangan dipaksakan nanti sakit" "Iya Mas ngerti" Lalu Dena berdiri, "Kalau begitu aku ke bawah dul
Kamar Deva dan Dena.Dena duduk di kursi rias, mengaplikasikan skincare di wajah. Deva sendiri duduk di ranjang memainkan ponsel. "Tadi seru banget ya kan Mas?" tanya tanya Dena, melihat ke arah yang suami dari kaca."Iya,," setuju pria itu.Padahal tadi kan dia hanya melihat anak dan istrinya main saja, tak ikut main. Tapi demi tak membuat sang istri marah dia hanya bisa setuju. Apakah sekarang Deva sudah menjadi suami-suami takut istri? "Kapan-kapan kita ke pasar malam lagi ya Mas?" "Iya,, atur saja" Dena bangun dari kursi meja riasnya jalan menuju ranjang, "Aku bahagia banget apalagi saat melihat wajah bahagia Darren" ucapnya sembari menaiki ranjang. Spontan deva menurunkan ponselnya menatap penuh makna kepada Dena, "Terima kasih sudah sangat menyayangi Darren"Dena tertawa kecil, "Dia kan anak aku juga Mas sejak aku menikah sama kamu" "Ternyata Mama nggak salah pilih" "Hah?" "Kamu wanita baik. Pasti berat harus menikah dengan seorang duda. Bukan hanya menjadi seorang ist
Di sebuah restoran steak.Di salah satu meja sebuah restoran keluarga kecil Deva duduk, Dena dan Darren sebelahan sementara Deva duduk di depan Dena.Pelayan datang membawakan pesanan mereka yaitu 3 steak sesuai jumlah anggota keluarga.Mata Dena dan Darren berbinar-binar menatap steak mereka. Sungguh,, jika gak tau orang pasti mengira mereka adalah anak dan ibu kandung, sama persis ekspresi wajahnya.Dena mulai memotong steak selesai dia ingin memberikannya pada Darren. Deva,, pria itu juga ingin memberikan steak yang telah dia potong ke Dena."Ini,," ucap Dena dan Deva berbarengan."Lohh,," sontak kedua pasangan suami istri itu saling pandang, sama-sama saling membeku.Beberapa detik,, Dena kembali melanjutkan kegiatan awalnya, mengganti steak Darren dengan punyanya. Kemudian dia mengambil steak yang berada di tangan sang suami, mengganti dengan steak Darren yang belum dipotong."Makasih yang Mas hehehe" Dengan canggung Deva pun mulai kembali memotong steak yang awalnya milik Dar
Ceklek,,"Lohh Dena kok gak ada di kamar dia kemana?" ucap Deva bingung. Dia baru pulang kerja bergegas ke kamar karena berpikir bahwa sang istri ada di kamar tapi ternyata kamarnya kosong.Lantas kembali dia tutup pintu kamarnya."Dia kemana sih? apa jangan-jangan ada di kamar Darren?" kontan Deva melangkahkan kaki menuju kamar sang putra semata wayang, langsung dibukanya pintu di depannya tanpa mengetuk terlebih dahulu."Kamu ada di sini rupanya" dan benar saja tebakannya. Dena berada di kamar sang putra.Entah mereka tengah ngapain posisinya Dena tengah memangku Darren.Kemudian pria dengan satu anak itu masuk ke dalam kamar sang putra, "Kalian lagi ngapain? lagi main ya? kok Papa gak diajak?"Bukannya menjawab Dena malah berbisik kepada Darren.Setelah itu, "Gak mau Papa bau belum mandi" "Apa?" dia tercengang."Kamu bilang Papa bau? nakal ya kamu, sini biar Papa gelitikin kamu" Darren mulai tertawa, meliuk-liukkan badannya, kegelian karena digelitikin."A-ampun Pa, a-ampun Mama