Share

Chapter 2. Pacar Pura-pura

Author: El Hawra
last update Last Updated: 2023-06-28 19:10:49

Harry menggelengkan kepala. Tampak jelas pria itu tak percaya dengan ucapan Anna.

“Apa saya nggak salah dengar?” tatap Harry tajam pada Anna, “nikah?” 

“Iya … nikah, tapi palsu,”  ujar Anna polos.

Harry memejamkan mata. Pria itu merasa ucapan Anna tak masuk akal.

Mungkinkah, wanita di depannya ini gegar otak gara-gara jatuh sebelumnya?

“Sayang, kamu tunggu di sini, ya,” ucap Harry mendadak menatap putrinya, “Papa akan menemui dokter. Sepertinya, Nona Anna mengalami gangguan di kepalanya, sehingga berbicara asal.” 

Mendengar itu, mata wanita itu sontak membulat. “Eiit, tunggu ... tunggu. Saya enggak gegar otak, saya normal dan sehat, saya sadar,” sahut Anna cepat.

“Lalu, kenapa kamu bicara ngawur? Kamu kira nikah itu bisa buat main-main?” ketus pria itu.

“Kamu kan belum kenal saya. Kamu lihat saya sudah punya anak, kan? Kamu tidak berpikir bagaimana perasaan istri saya?”

Anna menunduk seketika–menyadari tindakan konyolnya.

Wajar saja bila pria di hadapannya ini marah, kan?

Hanya saja, Amel tiba-tiba memotong ucapan sang ayah, “Pa, istri Papa siapa? Bukannya Amel enggak punya mama?”

Anak itu tersenyum jahil–membuat Harry tampak sedikit gugup. “I-iya ... itu misalkan, Sayang.”

“Jadi, enggak boleh seenaknya minta nikah sama orang  asing yang belum dikenal,” tambah pria itu lagi kembali memasang wajah angkuh pada Anna.

Amelia tampak mengangguk.

“Maaf, maksud saya bukan nikah sungguhan,” ucap Anna akhirnya setelah berhasil mengendalikan diri, “hanya pura-pura agar nenek saya tidak menyuruh saya nikah.”

“Saya juga enggak mau nikah. Makanya, saya kabur sampai tertabrak mobil Anda,” jelas wanita itu lagi tanpa disuruh.

Tampak, Harry memijit kening. “Maksudnya, bagaimana?” 

Anna menghela napas sambil menepuk  keningnya. “Duh, gimana ngejelasinnya?”

Drrt!

Suara ponsel Anna yang bergetar–membuat wanita itu segera membuka tasnya.

[ 7 Panggilan Tak Terjawab ]

Melihat itu, Annna membelakkan mata. Mama dan papanya tampak menghubunginya berkali-kali!

Segera, wanita itu menelpon balik kontak mamanya. “Halo–”

“Anna kamu di mana? Kenapa panggilan Mama dan Papa enggak diangkat dari tadi.” Terdengar suara Mama bergetar karena marah.

“I-iya, Ma. Maaf Anna baru buka handphone. Anna mengalami sedikit kecelakaan. Ini baru siuman makanya baru angkat panggilan Mama.”

“Kecelakaan? Kecelakaan apa? Anna, apa sebenarnya yang terjadi?” Suara mamanya kini berubah cemas.

Anna menghela napas. “Tadi, waktu Anna kabur, Anna lari sampai tidak lihat sekeliling sehingga tertabrak mobil. Sekarang, Anna ada di rumah sakit, tapi Anna enggak apa-apa kok, Ma. Nanti Anna segera pulang, Mama tenang saja, oke.”

“Apa?” teriak mamanya, “Tenang? Bagaimana tenang? Sebenarnya, ada apa? Mengapa kamu kabur? Tadi, Ardi marah-marah sama nenek karena dia merasa dipermainkan. Dia bilang tidak terima dipermalukan seperti ini."

“Ha? Tidak terima kenapa?” Kening Anna mengerut. “Memang, dia rugi apa? Apa dia sudah keluar biaya besar? Bilang sama dia, Anna akan ganti rugi.”

“Tidak penting soal ganti rugi itu, Anna. Masalahnya, setelah mendengar ucapan Ardi, nenek sangat marah, hingga mengalami serangan jantung, sekarang kondisinya kritis.”

“K–kritis?” beo Anna tak percaya. “Ya, Tuhan….Nenek kritis?”

“Sudah. Cepat kamu ke mari. Kalau terjadi hal yang buruk sama nenek, Om dan Tante kamu pasti akan menyalahkan kamu meski mereka sayang denganmu.”

Tuut! 

Panggilan pun terputus.

Anna memejamkan matanya. Tanpa sadar, air mata sudah mengalir deras di kedua pipinya.

Melihat itu, Amelia segera bertanya, “Kak Anna, kenapa menangis?”

Anak itu bahkan mengusap tangan Anna lembut, membuat wanita itu terisak. “Nenek Kakak kritis, dan semua karena Kakak.” 

Amelia segera memeluknya.

Anak kecil yang mudah tersentuh itu bahkan ikut menangis bersama Kakak Anna yang baru dikenalnya.

Melihat pemandangan di depannya, Harry sedikit melunak. Pria itu tampak menarik nafas dalam sebelum berbicara, “Sebenarnya, apa yang terjadi? Coba ceritakan pelan-pelan karena anak saya juga jadi ikut menangis.” 

Mendengar suara Harry, Anna sadar akan tindakannya.

Perlahan, wanita itu melepaskan pelukan Amel dan berusaha tersenyum pada anak itu. “Amel kenapa ikut menangis?”  Diulurkannya tangan dan menghapus air mata gadis cilik di depannya itu.

“Amel sedih lihat Kakak menangis, Amel juga jadi ingat nenek.”

“Ya sudah Kakak enggak akan menangis, tapi Amel juga jangan menangis lagi, ya?” bujuk Anna yang disambut dengan anggukan anak itu.  

Ketika melirik Harry yang menatapnya penasaran, Anna kemudian menghela napas pelan. “Dua hari lalu nenek saya datang. Beliau terus menanyakan kapan saya menikah. Jujur, saya memang belum kepingin menikah. Saya masih ingin menikmati hidup saya sendiri. Mama dan papa saya juga enggak masalah, tapi nenek beda. Beliau terus mendesak saya untuk menikah, karena saya belum juga menunjukan calon suami pilihan saya, akhirnya nenek memaksa saya untuk menerima pilihannya.”

Anna kembali menghela napas, ia memandang dinding kamar dengan tatapan kosong.

“Malam ini, nenek memaksa saya untuk ngedate dengan seorang lelaki kaya yang saya tidak kenal, tapi saya tidak suka sama sekali, sikapnya tidak sopan dan tatapan matanya membuat saya mual.”

“Kakak, kalau mual muntah aja,” potong Amelia, Anna tertegun.

“Oh iya, ya. Hehe.”

“Amel, jangan bercanda!”  ujar Harry menatap putrinya.

“Iya, Pa.”

“Saya mencari cara untuk menggagalkan kencan dengan lelaki itu. Akhirnya, saya mencari alasan untuk kembali ke kamar, lalu melompat dari balkon dan kabur. Nenek sangat marah, apalagi lelaki itu juga marah-marah sama nenek karena tidak terima dipermainkan. Akhirnya, penyakit jantung nenek kambuh, dan sekarang di rumah sakit masih belum sadar,” lanjut Anna.

“Itu sebabnya kamu meminta saya untuk nikah sama kamu?” tanya Harry sedikit kesal. Dia sebenarnya sedikit prihatin, tetapi pria itu paling tidak suka dilibatkan dalam masalah orang lain.

“Ya, tapi bukan sungguhan cuma untuk pura-pura,” cicit Anna pelan.

“Bagaimana mungkin nikah bisa pura-pura, nikah adalah sesuatu yang sakral.”

“Sakral kalau sungguhan, ini kan bohongan.”

“Pokoknya, saya nggak setuju dengan ide gila ini,”  tegas Harry.

“Saya mohon untuk kali ini saja bantu saya. Setidaknya, untuk menyelamatkan hidup nenek saya.”

Anna memohon. Ia terlihat sedih dan putus asa karena tidak tahu lagi harus bagaimana.

“Pa, kenapa Papa dan Kak Anna nggak pacaran aja dulu?” 

Kali ini, Amelia memberikan ide yang membuat keduanya terkejut. 

“Pacaran?!” seru Anna dan Harry hampir berbarengan menatap anak tersebut.

“Tuh, kan udah kompak, hihihi,” seloroh Amelia sambil tertawa, “serasi, deh!”

“Amel, jangan bercanda!” Harry mengingatkan kembali putrinya. 

Anak kecil itu menaikkan bahu, tampak seperti orang dewasa. “Pacaran pura-pura, Pa. Nanti, Kak Anna bilang ke nenek kalau Papa calon suami Kak Anna.”

Mendengar ucapan anak lucu itu, Anna kembali bersemangat, “Wah, boleh juga tuh usulannya! Amel pintar, ya.”

Amelia tertawa. Gadis manis itu bahkan mengajak Anna tos.

Diam-diam Harry memperhatikan keakraban antara Amelia dan Anna. Sepertinya, anak itu sangat menyukai Anna.

Jarang sekali, ia melihat Amelia bisa tertawa lepas begitu.

Harry tampak memijit keningnya, sebelum akhirnya duda satu anak itu kembali berbicara, “Baiklah, saya setuju, tapi ada syaratnya.”

Kini giliran Anna dan Amelia yang terkejut, keduanya menatap Harry.

“Syarat apa?” tanya Anna cepat.

“Kamu harus jadi baby sitter untuk putri saya.”

Anna dan Amelia saling berpandangan. “Pa, Amel sudah besar tidak perlu baby sitter. Lagian, ada si bibi di rumah.”

“Maksud Papa, menemani kamu karena bulan depan, Papa harus keluar negeri untuk urusan bisnis. Jadi, kamu enggak bosan dengan si bibi.”

“Oh …” angguk anak itu,  “kalau itu, Amel setuju.” 

“Gimana, Kak?”

Amelia kini menatap Anna.

“Deal, saya setuju,”  jawabnya cepat.

“Yeay, mulai sekarang kita berteman.”  

Amelia kembali bersorak dan mengajak Anna kembali tos tangan.

“Baiklah, saya akan mengantar kamu pulang,” ucap Harry kembali.

“Tapi, saya harus ke rumah sakit tempat nenek dirawat.”

“Apa kamu mau ke rumah sakit dengan pakaian seperti ini?”

Harry menatap Anna.

Wanita  itu  memang masih mengenakan gaun malam yang sedikit terbuka dan juga sedikit kotor karena terjatuh di jalan tadi.

“Iya juga sih, saya juga nggak nyaman dengan pakaian begini,” ucap Anna menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “ini karena nenek yang memaksa.” Akhirnya, Anna pun setuju untuk menunda mengunjungi neneknya. Harry juga segera menyelesaikan administrasi lalu mengantar Anna pulang.

Hanya saja, tanpa mereka sadari, sebuah mobil mengikuti mereka sejak mereka keluar rumah sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Teman Kecilku   Epilog

    Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Teman Kecilku   Chapter 115. Keajaiban

    “Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu p

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Teman Kecilku   Chapter 114. Berita Gembira

    “Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Teman Kecilku   Chapter 113. Akhir Insiden

    Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Teman Kecilku   Chapter 112. Penyerangan

    Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Teman Kecilku   Chapter 111. Tamu Tak Diundang

    Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status