Share

Bab 3 Menikah

Author: Myafa
last update Last Updated: 2025-06-11 12:05:51

“Belum, Ma.”

 “Kamu ya!” Arini menarik tangan Alana dan mencengkeramnya erat. Suaranya lirih agar sang suami tidak bangun, tapi tidak mengurangi intimidasi yang dilakukan pada Alana.

“Aacchhh ....” Alana merintih pelan agar sang ayah tidak bangun. “Kenapa Mama seperti ini?” tanyanya.

“Seharusnya kamu bawa uang ke sini?” Tatapan Arini begitu dipenuhi kebencian.  “Kamu memang tidak ada gunanya sama seperti ayahmu!” Kali ini Arini melepaskan cengkeraman di tangan Alana.

Alana memegangi bekas cengkeraman Arini. Berharap dapat meredakan rasa sakit. Tetapi, rasa sakit di hatinya lebih perih karena ucapan Arini tentang ayahnya.

Hanya saja, saat ini Alana sudah tidak memiliki tenaga untuk berdebat. “Aku akan segera mencari uang untuk biaya rumah sakit, Ma. Tenang saja,” ucapnya meyakinkan. Pikirannya saat ini hanya dipenuhi tentang ayahnya.

Arini mendengus kesal. Tatapannya penuh cibiran pada ucapan Alana. Seolah tak percaya.

“Mencari-mencari! Kamu pikir akan mudah mencari uang dalam semalam!”

Alana tahu, jika tidak akan mudah mendapatkan uang dalam waktu singkat. “Kamu memang tidak berguna!”

Disalahkan. Itulah yang selalu Alana dapatkan. Padahal Alana sudah berusaha menjadi anak yang baik. Seperti yang ayahnya bilang.

“Kamu tahu, ayahmu sampai mau dikeluarkan dari rumah sakit ini. Mereka tidak mau menangani ayahmu karena biaya belum dilunasi. Aku harus memohon-mohon agar ayahmu tetap di sini. Harusnya kamu juga berusaha. Jangan hanya diam saja!” 

Diam saja?

Tidak berusaha?

Alana sudah banyak berusaha. Sayangnya, di mata Arini, dia tidak melakukan apa-apa.

Justru sebenarnya yang tidak berusaha adalah Arini. Hanya menumbalnya untuk menemui saudara-saudara ayahnya. Dengan alasan tanggung jawabnya.

Alana menatap sang ayah. Perasaan bersalah semakin dalam karena tidak kunjung dapat uang. 

“Kita sudah jual semua aset-aset milik ayahmu. Sampai-sampai kita sudah tidak punya apa-apa. Tapi, kamu justru tidak mau berusaha mencari uang untuk pengobatan ayahmu.”

Sejak Alvin sakit, tidak adanya pencari nafkah. Hal itu membuat Arini harus menjual satu per satu barang mereka. Mulai perhiasan, mobil sampai rumah.

Kini tidak ada harta benda yang tersisa.

Pengobatan Alvin yang masih terus berjalan membuat mereka kalang kabut saat tidak ada yang tersisa.

“Aku sudah berusaha, Ma.” Alana memberanikan diri membela diri.

“Buktinya mana? Sampai sekarang kamu belum dapat uang!” cibir Arini.

“Aku akan berusaha lagi, Ma. Aku janji akan mendapatkan uang.”

“Kita lihat saja, jika kamu tidak dapat uang. Maka ayahmu yang jadi taruhannya.” Arini melirik tajam, mencibir ucapan Alana baru saja. Seolah tidak percaya jika Alana akan dapat uang untuk ayahnya.

Alana menatap ayahnya yang terbaring di atas tempat tidur. Alat penunjang masih menempel di tubuh sang ayah.

Sakit jantung yang diderita membuat sang ayah bolak-balik masuk rumah sakit. Dokter meminta ayahnya untuk memasang ring di jantungnya dan itu butuh biaya cukup besar.

Arini membebankan semua biaya pada Alana.

“Ayah, Alana janji akan mencari uang untuk operasi, agar ayah bisa aktivitas kembali.”

Setelah ibunya meninggal, yang dimiliki Alana hanya sang ayah. Baginya ayahnya adalah segalanya.

“Sekali pun ayahmu itu bisa aktivitas lagi, tetap saja dia tidak akan bisa bekerja lagi.” Arini menatap Alana seraya melemparkan sindiran.

Alana hanya memilih diam. Tak mau menanggapi mama tirinya itu.

“Jadi setelah ini, kamu harus cari uang. Menanggung semua kebutuhan ayahmu.”

Tanpa diminta pun sebenarnya Alana akan melakukannya. Apa pun akan dilakukan demi sang ayah.

“Ayahmu sudah banting tulang menyekolahkanmu sampai bisa kuliah. Minimal kamu bisa punya gaji yang besar dan bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga.”

“Kenapa Alana saja yang dibebankan kebutuhan keluarga? Ada Kak Jenny juga ‘kan?”

Walaupun Jenny bukan anak ayahnya, tapi ayahnya juga yang membiayai kuliah Jenny.

“Kebutuhan Jenny itu banyak. Jadi jangan libatkan dia.”

Alana hanya bisa menghembuskan napas kasarnya. Merasa tidak adil, tapi tidak bisa berontak. Karena biasanya itu akan percuma.

“Pokoknya cepat cari uang untuk pengobatan ayahmu. Jika tidak mau ayahmu mati sia-sia!” Arini berlalu keluar setelah mengatakan itu.

Alana hanya bisa terperangah mendengar kata-kata Arini.

Mati sia-sia?

Kata-kata yang diucapkan Arini benar-benar melukai hati. Sekuat tenaga Alana ingin menyelamatkan ayahnya, tapi justru Arini membahas kematian.

Tanpa sadar air mata Alana lolos dari mata indahnya. Tak bisa membayangkan jika sampai ayahnya meninggal.

“Alana janji akan dapatkan uang untuk operasi ayah.”  Alana memegangi tangan ayahnya erat.

Apa pun akan Alana lakukan demi sang ayah.

Alana terus di samping sang ayah. Menemani sang ayah sambil memikirkan ke mana dia akan pergi mencari bantuan.

Tiba-tiba Alana teringat beberapa teman ayahnya. Mungkin Alana bisa menemui mereka. Berharap jika mungkin saja mereka dapat membantu ayahnya. Segera dia pergi.

Namun, sekarang di sini lah dia berada.

Duduk di halte bus dengan kedua tangan yang disandarkan di lutut menangkup wajahnya.

Hari sudah berganti malam, tapi Alana masih belum bisa mendapatkan bantuan untuk membayar biaya operasi ayahnya.

Alana telah mendatangi satu per satu rumah teman ayahnya, namun tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia membantu meringankan pengobatan ayahnya.

Kalau begini, ke mana lagi Alana harus mencari biaya rumah sakit?

“Bagaimana?”

Suara bariton membuat Alana yang tertunduk lesu langsung mengangkat wajahnya.

Dave.

Terlalu sibuk dengan pikirannya membuat Alana tidak tahu kapan pria itu datang.

“Tawaranku masih belaku jika kamu bersedia.” Dave itu tersenyum tipis.

Pikiran Alana kembali berkecamuk. Haruskah ia kembali menolak tawaran di depan mata?

“Sepertinya kamu tidak tertarik. Kalau begitu aku tarik tawaranku.” Dave berbalik tanpa ragu.

“Tunggu!” Alana menarik tangan Dave sambil berdiri. Perasaan panik seketika menyelimuti hatinya.

Dave berbalik. Menatap Alana sambil kembali tersenyum tipis.

Saat ini ayahnya butuh biaya dan di depannya sudah ada orang yang bisa membayarnya. Harusnya Alana tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Alana memejamkan mata dan mencoba bernapas dengan baik. Ia harus berpikir jernih untuk mengambil keputusan.

Akh—tidak.

Sekelebat pikiran tentang sang ayah muncul.

Lalu, Alana membuka matanya, menatap pria di hadapannya ini dengan keraguan dan keyakinan yang saling bertabrakan di hatinya.

Hingga, “Aku mau.” Akhirnya itu jawaban yang diberikan Alana.

Pria itu tersenyum puas dengan jawaban yang diberikan Alana. Lalu sebelum berbalik, pria itu berkata, “Ikut denganku. Kita menikah sekarang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Dinar kasih 1205
............ marathon baca
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
kok dave bisa ada disana ya? apa jangan-jangan dave mengikuti alana yq
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
akhirnya mau g'mau,alana terpaksa menikah dengan dave
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 122 Ruko

    Pagi ini, Dave bangun lebih awal. Ia sudah rapi, meskipun hari ini adalah hari libur. Wajahnya pun tampak semringah. Alana yang menyadari itu merasa aneh dengan sikap suaminya itu. “Kamu kenapa, Sayang? Sepertinya hari ini kamu tampak senang sekali?” Alana menatap lekat wajah sang suami. “Nanti kamu juga akan tahu.” Dave tersenyum penuh arti. Dahi Alana berkerut dalam. “Apa? Kenapa kamu membuat aku penasaran?” Sayangnya, Dave justru hanya tersenyum saja. Alana menekuk bibirnya. Namun, saat sedang memerhatikan sang suami. Ia melihat sang suami sudah rapi sekali. “Bukankah hari ini libur, kenapa kamu rapi sekali, Sayang?” Dave menghampiri Alana. “Aku mau mengajakmu pergi.” Alana menatap penuh curiga. “Ke mana?” tanyanya. “Sudahlah, nanti kamu akan tahu. Jadi bersiaplah saja.” Dave tersenyum. Alana sangat kesal dengan suaminya yang bermain rahasia-rahasia itu. Namun, dari pada ia terus penasaran, alangkah lebih baik dia segera bersiap. Agar tahu ke mana sang suami akan membawan

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 121 Kegiatan Baru

    Hari-hari Alana setelah resmi berhenti bekerja dari kantor terasa aneh. Hidupnya yang dulu dipenuhi dengan deadline pekerjaan, kini berganti dengan keheningan rumah. Tidak ada rapat dadakan. Tidak ada lagi telepon dari atasan yang bahkan mengusiknya kapan saja. Semua terasa hening. Alana mencoba untuk menguatkan dirinya. Ia yakin semua hanya soal waktu dan hanya butuh adaptasi. Untuk mengisi waktu, Alana tetap melanjutkan hobi menggambar desain baju. Dengan tablet miliknya, ia menggambar desain sesuai dengan imajinasinya. Kali ini ia membuat tanpa tema apa pun seperti biasa perusahaannya minta. Ia hanya menggambar sesuai dengan keinginan hati saja. Namun, tak hanya menggambar, ia mencoba hal-hal baru. Salah satunya adalah memasak. Ia belajar langsung dari chef keluarga Tanuwijaya.Chef dengan sabar mengajarkan berbagai resep makanan, mulai dari tradisional sampai modern. Seperti kali ini, chef mengajarkan Alana membuat steak daging. Dengan penuh semangat ia mengikuti semua araha

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 120 Pengunduran Diri

    Hari-hari Alana terasa begitu melelahkan. Sejak menikah ia diberikan tanggung jawab untuk mengurus rumah Tanuwijaya. Memastikan semua berjalan dengan benar. Alana pikir pekerjaan itu akan mudah dikerjakan, tetapi ternyata cukup sulit. Ia masih bersyukur karena Viona masih membantunya dalam beberapa hal. Yang awalnya mereka tidak akur, karena saling membutuhkan, mereka kini justru semakin dekat. Sayangnya, mengerjakan pekerjaan mengatur rumah dibarengi dengan bekerja memang tidak mudah. Belakangan ini juga pekerjaanya cukup banyak. Jadi Alana harus membagi waktu dengan baik. Sampai-sampai, saat di rumah, Alana masih harus mengerjakan pekerjaan kantornya. Seperti malam ini, Alana mengerjakan pekerjaanya di kamar. Ia sibuk menggambar desain yang akan diserahkan ke perusahaan. Alana sampai menggunakan meja kerja Dave untuk mengerjakan pekerjaanya. Dave yang melihat istrinya sangat sibuk membawakan secangkir coklat. Berharap dapat menemani sang istri yang sedang bekerja. “Minumlah,

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 119 Mengirim Uang

    Pagi ini, Alana bersiap untuk ke rumah orang tuanya. Hari ini Jenny akan pergi ke luar kota. Jadi Alana ingin mengantarkan kakaknya itu. Saat tiba di rumah, sudah ada koper besar di ruang tamu. Jenny duduk di samping koper dengan wajah sedih. Alana tahu, jika selama ini Jenny tidak pernah tinggal jauh dari keluarga. Segala kebutuhan pun selalu dipenuhi oleh mamanya. Jenny hanya tinggal duduk manis di rumah. Di samping Jenny ada Arini yang tampak jauh lebih sedih. Sulit baginya melepaskan putrinya tinggal jauh, tapi ia harus melakukannya demi masa depan anaknya itu. “Jenny, nanti kamu di sana jaga diri baik-baik. Makan tepat waktu.” Jenny mengangguk, lalu menunduk. “Iya, Ma, aku akan jaga diri baik-baik dan makan tepat waktu.Arini memeluk Jenny. Alana yang duduk di samping sang ayah, melihat ibu dan anak yang tampak begitu bersedih. Sejujurnya ia pun merasa begitu sedih juga. Namun, memberikan ruang bagi ibu dan anak itu lebih dulu. “Kak, aku akan antar Kakak ke bandara dengan

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 118 Kantor Cabang

    Suasana ruang kerja Dave siang itu begitu hening. Meja kayu besar dengan berkas-berkas rapi di atasnya memberi kesan tegas dan disiplin. Di kursinya, Dave duduk dengan punggung tegak. Tatapannya fokus pada satu nama di daftar karyawan milik Jenny yang tadi dimintanya dari pihak HRD. Dave mengerti bahwa Alana berada dalam posisi sulit. Ia tidak ingin membuat istrinya terbebani, tapi juga tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan yang menyangkut perusahaan.“Baiklah,” gumam Dave lirih. “Kita lihat seberapa serius Jenny dalam tanggung jawabnya.” Dave segera meraih gagang telepon dan menghubungi asistennya. “Tolong panggilkan Jenny ke ruangku.”Tak lama, pintu diketuk pelan. Jenny masuk dengan wajah sedikit gugup. Ia memang sudah menunggu panggilan ini sejak Alana berjanji menyampaikan permintaannya.“Silakan duduk,” ucap Dave singkat, memberi isyarat pada kursi di hadapannya.Jenny duduk, berusaha menampilkan sikap percaya diri. “Terima kasih sudah memanggil saya, Pak Dave.”Dave me

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 117 Posisi Lebih Baik

    [Alana, bisakah kita bertemu saat jam makan siang?]Pesan itu berasal dari Jenny. Alana terdiam sejenak, mencoba menebak alasan Jenny tiba-tiba ingin bertemu. [Baiklah, kita bertemu di restoran biasa.]Ia menaruh kembali ponsel di meja setelah membalas pesan dari kakaknya itu. Kemuydian ia bangkit. Baru saja ia hendak melangkah ke arah pintu, suara berat terdengar. “Apa kamu sudah siap?” tanya Dave.Alana menoleh, menemukan suaminya yang tampak gagah dengan setelan kerja rapi. Wajahnya terlihat lebih segar pagi itu. Alana tersenyum kecil lalu menghampirinya, tangannya otomatis merapikan dasi Dave yang sedikit miring.“Aku sudah siap,” jawabnya pelan. Hari ini adalah hari pertamanya kembali bekerja setelah cuti menikah dan bulan madu. Ada semangat baru yang mengalir dalam dirinya. Kini ia sudah menyandang ‘istri Dave’.Sesampainya di kantor, Alana langsung menjadi pusat perhatian. Rekan-rekan kerjanya menyambutnya dengan senyum ramah, sebagian besar menanyakan tentang pernikahan dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status