Share

Bab 2 Menolak Tawaran

Author: Myafa
last update Huling Na-update: 2025-06-11 12:04:37

Dave tidak menjawab. Ia hanya menatap Alana, dan hanya tersenyum tipis di sudut bibirnya. Bukan senyum ramah, melainkan senyuman penuh percaya diri yang membuat Alana merasa terpojok.

Senyuman itu membuat Alana merasa sangat tidak nyaman dan cemas.

“Kamu butuh biaya untuk ayahmu dan aku bisa membantumu,” kata Dave, suara tenang dan datar, sama sekali tidak menunjukkan beratnya topik yang sedang mereka bicarakan. “Cukup menikah denganku. Persyaratan yang sederhana, bukan?”

Alana menggigit bibirnya. Ia tahu tawaran itu sangat menggiurkan. Di saat ia sedang kalang kabut mencari uang, tiba-tiba Dave memberikan bantuan.

Tapi, kenapa harus dengan menikah?

Pikiran Alana berkecamuk.

Namun, Alana menarik napas dalam-dalam, menegakkan punggungnya. Alana dengan tenang menatap balik pria itu dan berkata, “Terima kasih atas penawarannya, tapi aku tidak perlu bantuanmu lagi.”

Menerima bantuan Dave artinya Alana harus berurusan dengan mantan kekasihnya itu.

Untuk saat ini, prioritas utamanya adalah ayahnya. Kesehatan sang ayah lebih penting dibanding menikah. Ia tidak ingin menambah runyam pikiran karena menikah dengan Dave.

“Aku bisa mencari biaya rumah sakit sendiri,” imbuhnya lagi.

Dave tampak tenang. Ia justru bersandar lebih santai di kursinya, seolah jawaban Alana adalah sesuatu yang sudah ia duga.

“Baiklah, jika kamu menolak tawaranku,” balasnya, mengangguk pelan. “Tapi, jika kamu masih kesulitan …”  Satu sudut bibir Dave terangkat. “..aku dengan senang hati akan membantumu.”

Lalu tanpa menunggu balasan Alana lagi, Dave mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu dari dompetnya dan meletakkannya dengan rapi di atas meja untuk membayar pesanan mereka. Ia bangkit berdiri, merapikan sedikit jasnya yang tidak kusut lalu beranjak meninggalkan Alana.

Alana tercengang mendengar ucapan Dave dan melihat senyumannya. Kekesalan tiba-tiba muncul di hatinya.

Ucapan dan senyumannya seolah meledek Alana karena Alana akan tetap menemuinya dan memohon bantuan.

Huh, tidak akan!

Alana akan berusaha semampu yang dia bisa untuk biaya pengobatan ayahnya.

Dering ponsel yang terdengar tiba-tiba, mengalihkan perhatian Alana. Dering ponsel itu terus terdengar, seolah tak memberikan ruang Alana untuk kesal.

Untuk saat ini sejujurnya Alana tidak ingin bicara dengan siapa pun. Perasaannya masih kacau.

Sayangnya, Alana harus menyingkirkan perasaannya untuk segera mencari ponselnya yang terus berdering.

Buru-buru Alana mengambil ponselnya di dalam tas. Layar ponsel menunjukkan nomor rumah sakit.

“Halo,” sapanya.

“Halo, Dengan keluarga Pak Alvin Mahardika.”

“Iya, benar. Ada apa ya, Bu?”

“Kami hanya ingin mengingatkan jika biaya rumah sakit Pak Alvin Mahardika harus segera dilunasi, karena jika tidak, kami tidak bisa mengoperasi Pak Alvin sesuai jadwal yang ditentukan dan kami akan melepaskan semua alat yang terpasang pada Pak Alvin.”

Alana terperangah mendengar informasi yang baru saja dikatakan pihak rumah sakit. Jika ayahnya tidak operasi dan alat penunjang dilepas, yang ada ayahnya akan meninggal.

“Baik, saya akan segera melakukan pembayaran.” Walaupun saat ini Alana tidak memiliki uang, tetapi tidak ada yang bisa Alana pikirkan selain mengatakan hal itu.

Yang terpenting adalah ayahnya bisa dioperasi dan sembuh.

Urusan biayanya akan Alana pikirkan nanti.

***

“Keluarga Pak Alvin Mahardika.” Seorang perawat menyapa Alana yang sedang diam berdiri di lorong ruang perawatan.

“Iya.” Alana yang tersadar langsung menatap perawat.

“Anda diminta untuk ke ruang administrasi.”

Tubuh Alana lemas. Diminta ke ruang administrasi artinya dia harus membayar biaya rumah sakit, tapi sekarang uang saja dia tidak ada.

“Saya akan ke sana, Sus.”

Alana di ruang administrasi. Berharap ada kesempatan yang diberikan padanya.

“Saya minta waktu lagi, Bu. Karena saya belum dapat uangnya.” Alana menatap petugas bagian administrasi dengan penuh harap.

“Kami sudah memberikan waktu, seharusnya Anda menggunakan dengan baik.”

Ketakutan akan operasi sang ayah yang gagal pun menyergap. “Saya mohon berikan kesempatan sekali lagi, Bu. Saya akan bayar secepatnya,” pintanya penuh harap.

Petugas administrasi menatap Alana iba. Tampak Alana sangat bersungguh-sungguh.

“Baiklah, saya berikan kesempatan sehari lagi, tapi ingat pihak rumah sakit tidak lagi bisa menerima alasan apa pun. Jadi saya harap Anda membayar semuanya, jika tidak ....”

“Saya janji akan segera membayarnya.” Alana tahu yang akan dikatakan petugas administrasi.

Alana bernafas lega. Paling tidak, dia punya waktu untuk mencari uang lebih dulu. Walaupun itu hanya sehari saja.

Dari ruangan administrasi, Alana kembali ke ruang perawatan sang ayah. Melihat keadaan sang ayah saat ini.

Saat masuk ke ruangan perawatan, ayahnya tidak sendiri, melainkan bersama dengan Arini-ibu tirinya.

Tatapan Arini tampak tidak suka. Seolah kedatangan Alana tidak diharapkan.

“Apa kamu sudah dapat uang untuk biaya ayahmu?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
naaah kan.sekarang harus kemana lagi dirimu mencari uang untuk pengobatan ayahmu,alana
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
hadeeh..alana kok punya ibu tiri yang seperti mak lampir
goodnovel comment avatar
Anna Waliana
jahat ibunya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 122 Ruko

    Pagi ini, Dave bangun lebih awal. Ia sudah rapi, meskipun hari ini adalah hari libur. Wajahnya pun tampak semringah. Alana yang menyadari itu merasa aneh dengan sikap suaminya itu. “Kamu kenapa, Sayang? Sepertinya hari ini kamu tampak senang sekali?” Alana menatap lekat wajah sang suami. “Nanti kamu juga akan tahu.” Dave tersenyum penuh arti. Dahi Alana berkerut dalam. “Apa? Kenapa kamu membuat aku penasaran?” Sayangnya, Dave justru hanya tersenyum saja. Alana menekuk bibirnya. Namun, saat sedang memerhatikan sang suami. Ia melihat sang suami sudah rapi sekali. “Bukankah hari ini libur, kenapa kamu rapi sekali, Sayang?” Dave menghampiri Alana. “Aku mau mengajakmu pergi.” Alana menatap penuh curiga. “Ke mana?” tanyanya. “Sudahlah, nanti kamu akan tahu. Jadi bersiaplah saja.” Dave tersenyum. Alana sangat kesal dengan suaminya yang bermain rahasia-rahasia itu. Namun, dari pada ia terus penasaran, alangkah lebih baik dia segera bersiap. Agar tahu ke mana sang suami akan membawan

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 121 Kegiatan Baru

    Hari-hari Alana setelah resmi berhenti bekerja dari kantor terasa aneh. Hidupnya yang dulu dipenuhi dengan deadline pekerjaan, kini berganti dengan keheningan rumah. Tidak ada rapat dadakan. Tidak ada lagi telepon dari atasan yang bahkan mengusiknya kapan saja. Semua terasa hening. Alana mencoba untuk menguatkan dirinya. Ia yakin semua hanya soal waktu dan hanya butuh adaptasi. Untuk mengisi waktu, Alana tetap melanjutkan hobi menggambar desain baju. Dengan tablet miliknya, ia menggambar desain sesuai dengan imajinasinya. Kali ini ia membuat tanpa tema apa pun seperti biasa perusahaannya minta. Ia hanya menggambar sesuai dengan keinginan hati saja. Namun, tak hanya menggambar, ia mencoba hal-hal baru. Salah satunya adalah memasak. Ia belajar langsung dari chef keluarga Tanuwijaya.Chef dengan sabar mengajarkan berbagai resep makanan, mulai dari tradisional sampai modern. Seperti kali ini, chef mengajarkan Alana membuat steak daging. Dengan penuh semangat ia mengikuti semua araha

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 120 Pengunduran Diri

    Hari-hari Alana terasa begitu melelahkan. Sejak menikah ia diberikan tanggung jawab untuk mengurus rumah Tanuwijaya. Memastikan semua berjalan dengan benar. Alana pikir pekerjaan itu akan mudah dikerjakan, tetapi ternyata cukup sulit. Ia masih bersyukur karena Viona masih membantunya dalam beberapa hal. Yang awalnya mereka tidak akur, karena saling membutuhkan, mereka kini justru semakin dekat. Sayangnya, mengerjakan pekerjaan mengatur rumah dibarengi dengan bekerja memang tidak mudah. Belakangan ini juga pekerjaanya cukup banyak. Jadi Alana harus membagi waktu dengan baik. Sampai-sampai, saat di rumah, Alana masih harus mengerjakan pekerjaan kantornya. Seperti malam ini, Alana mengerjakan pekerjaanya di kamar. Ia sibuk menggambar desain yang akan diserahkan ke perusahaan. Alana sampai menggunakan meja kerja Dave untuk mengerjakan pekerjaanya. Dave yang melihat istrinya sangat sibuk membawakan secangkir coklat. Berharap dapat menemani sang istri yang sedang bekerja. “Minumlah,

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 119 Mengirim Uang

    Pagi ini, Alana bersiap untuk ke rumah orang tuanya. Hari ini Jenny akan pergi ke luar kota. Jadi Alana ingin mengantarkan kakaknya itu. Saat tiba di rumah, sudah ada koper besar di ruang tamu. Jenny duduk di samping koper dengan wajah sedih. Alana tahu, jika selama ini Jenny tidak pernah tinggal jauh dari keluarga. Segala kebutuhan pun selalu dipenuhi oleh mamanya. Jenny hanya tinggal duduk manis di rumah. Di samping Jenny ada Arini yang tampak jauh lebih sedih. Sulit baginya melepaskan putrinya tinggal jauh, tapi ia harus melakukannya demi masa depan anaknya itu. “Jenny, nanti kamu di sana jaga diri baik-baik. Makan tepat waktu.” Jenny mengangguk, lalu menunduk. “Iya, Ma, aku akan jaga diri baik-baik dan makan tepat waktu.Arini memeluk Jenny. Alana yang duduk di samping sang ayah, melihat ibu dan anak yang tampak begitu bersedih. Sejujurnya ia pun merasa begitu sedih juga. Namun, memberikan ruang bagi ibu dan anak itu lebih dulu. “Kak, aku akan antar Kakak ke bandara dengan

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 118 Kantor Cabang

    Suasana ruang kerja Dave siang itu begitu hening. Meja kayu besar dengan berkas-berkas rapi di atasnya memberi kesan tegas dan disiplin. Di kursinya, Dave duduk dengan punggung tegak. Tatapannya fokus pada satu nama di daftar karyawan milik Jenny yang tadi dimintanya dari pihak HRD. Dave mengerti bahwa Alana berada dalam posisi sulit. Ia tidak ingin membuat istrinya terbebani, tapi juga tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan yang menyangkut perusahaan.“Baiklah,” gumam Dave lirih. “Kita lihat seberapa serius Jenny dalam tanggung jawabnya.” Dave segera meraih gagang telepon dan menghubungi asistennya. “Tolong panggilkan Jenny ke ruangku.”Tak lama, pintu diketuk pelan. Jenny masuk dengan wajah sedikit gugup. Ia memang sudah menunggu panggilan ini sejak Alana berjanji menyampaikan permintaannya.“Silakan duduk,” ucap Dave singkat, memberi isyarat pada kursi di hadapannya.Jenny duduk, berusaha menampilkan sikap percaya diri. “Terima kasih sudah memanggil saya, Pak Dave.”Dave me

  • Mendadak Jadi Istri Suami Kontrakku Yang Dingin   Bab 117 Posisi Lebih Baik

    [Alana, bisakah kita bertemu saat jam makan siang?]Pesan itu berasal dari Jenny. Alana terdiam sejenak, mencoba menebak alasan Jenny tiba-tiba ingin bertemu. [Baiklah, kita bertemu di restoran biasa.]Ia menaruh kembali ponsel di meja setelah membalas pesan dari kakaknya itu. Kemuydian ia bangkit. Baru saja ia hendak melangkah ke arah pintu, suara berat terdengar. “Apa kamu sudah siap?” tanya Dave.Alana menoleh, menemukan suaminya yang tampak gagah dengan setelan kerja rapi. Wajahnya terlihat lebih segar pagi itu. Alana tersenyum kecil lalu menghampirinya, tangannya otomatis merapikan dasi Dave yang sedikit miring.“Aku sudah siap,” jawabnya pelan. Hari ini adalah hari pertamanya kembali bekerja setelah cuti menikah dan bulan madu. Ada semangat baru yang mengalir dalam dirinya. Kini ia sudah menyandang ‘istri Dave’.Sesampainya di kantor, Alana langsung menjadi pusat perhatian. Rekan-rekan kerjanya menyambutnya dengan senyum ramah, sebagian besar menanyakan tentang pernikahan dan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status