“Siapa kamu? kenapa keluar dari bagasi mobilku?”
Suara bariton seorang pria menghentikan wanita yang tengah kesulitan mengatur gaun pernikahan yang dipakainya.
Hari ini seharusnya jadi hari pernikahan Jesika, tetapi wanita itu memilih kabur dengan memasuki bagasi sebuah mobil dengan asal. Mobil tersebut sempat pergi, Jessika tahu karena dia merasakan beberapa kali terguncang di dalam bagasi. Untuk itu, ketika akhirnya mobil berhenti, tanpa pikir panjang dia segera keluar dan mencoba kabur lagi.
Namun, sayang … pria pemilik mobil itu lebih dulu melihatnya.
“A-aku, aku hanya—”
“Ikut aku.”
Pria itu mencengkeram pergelangan tangannya, lalu menyeretnya ke dekat dengan tangga tinggi menuju pintu masuk ke dalam sebuah gedung.
“Kamu sudah menyusup ke dalam mobilku. Aku bisa saja melaporkanmu ke polisi sekarang juga!”
Jesika jelas panik. Cepat-cepat, ia memohon pada pria tersebut yang kini tengah menatapnya tajam, “Bukan begitu. Maaf, aku hanya … tolong jangan laporkan aku.”
Dia menangkup kedua telapak tangan di depan dada dengan wajah memohon.
Tak jauh dari tempat Jessika dan pria itu berbicara, sepasang netra milik orang tua dari si pria nampak memperhatikan keduanya dengan saksama.
“Dengar, aku tidak akan melaporkanmu, tapi … dengan satu syarat.”
Kening gadis itu berkerut. “Apa maksud, Tuan?”
Masih mencengkeram pergelangan tangan gadis itu, pria itu menoleh menatap kedua orang tuanya. “Kalian mendukung apa saja keputusanku, kan?” tanyanya.
Kedua orang tua itu saling pandang sesaat sebelum kemudian mengangguk. Mulanya hendak bertanya, tapi tatapan sang anak seketika membungkam pertanyaan mereka.
Setelah mendapati persetujuan itu, pria itu kembali menatap gadis di depannya, “Aku hanya akan memberikanmu dua pilihan. Menerima persyaratan dariku atau kamu akan aku laporkan. Ada cctv di area sini.”
Jesika itu menoleh memeriksa sendiri letak CCTV yang diungkap pria itu. Saat dia melihat sebuah tiang di mana ada sebuah cctv yang terpasang di atasnya dan tepat mengarah pada parkiran mobil di mana dia tadi ke luar dari bagasi salah satunya … dia sadar, bahwa dia tidak bisa lari lagi.
Tidak ada pilihan lain, Jesika dengan gagap melunak, mencoba menerima tawaran pria yang ditumpanginya. “A-apa syaratnya, Tuan?”
“Ayo masuk ke dalam, dan turuti saja apa perkataanku. Kamu hanya tinggal mengangguk dan setuju.”
Jesika mengerutkan dahi ketika menatap gedung yang dimaksud pria itu. Rasanya, dia pernah datang ke sini, tetapi dia tidak menemukan satu ingatan pun dalam otaknya.
Setelah itu, gentian dia melihat ke arah pria yang masih mencengkeram tangannya erat.
‘Pakaiannya sangat rapi. Apa ada acara penting yang akan dia hadiri?’
Ya, pria yang mencengkeram tangan Jesika berpakaian jas lengkap. Bahkan, jika disandingkan dengan Jesika yang saat ini memakai gaun pengantinnya, mereka nampak begitu serasi seperti sepasang pengantin.
“Siapa namamu?” Pria itu bertanya dengan lugas.
“Je-Jesika.” Terlihat, pria itu mengangguk. Sesaat sebelum tangannya kembali ditarik, dia kembali bertanya, “Sepertinya aku harus mengganti bajuku lebih dulu?”
Pria itu meneliti penampilan Jesika sesaat, sebelum menjawab, “Tidak perlu. Kamu hanya perlu mengangguk dan menyetujui semuanya! Ayo, masuk!”
Pria itu menyikukan tangan, lalu menyuruh Jesika berpegangan pada lengannya. Mereka berjalan masuk beriringan, dan Jesika menyadari sesuatu sekarang.
Terlebih saat kedua pintu gedung dibuka. Sambutan dan senyuman dari orang yang telah berada di dalam sana membuat wajah Jesika semakin memucat.
“Ukir senyummu!”
Teringat perjanjian yang telah dia setujui, refleks Jesika memaksakan bibirnya tersenyum kala pria itu berbisik di telinganya.
Kini, Jesika tidak perlu lagi menerka-nerka apa yang sebenarnya dia hadapi kali ini. Kehadiran Jesika yang menyongsong karpet merah bertabur bunga dengan menggandeng pria tampan benar-benar menjadi fokus utama.
‘Kenapa bisa begini? Aku meninggalkan pernikahanku, dan justru terjebak dengan pernikahan lainnya?’
***
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri