“Cantik sekali istrimu, Antonio.”
Salah satu wanita dengan rambut yang sudah memutih seutuhnya itu memuji penampilan Jesika. Wanita tua itu menggenggam kedua tangan Jesika dengan sorot mata penuh kekaguman. Setelah upacara pernikahan selesai, satu persatu tamu menghampiri dan menyapa mereka.
Dan, tidak ada yang bisa Jesika lakukan selain mengangguk dan tersenyum.
‘Sial! Aku bahkan kehilangan suaraku sekarang!’
“Nenek tidak menyangka kalau pengantinmu secantik ini. Nenek akan sangat kecewa kalau kamu menikahi wanita sialan itu.”
“Nenek!” hardik Antonio pelan.
‘Apa yang sebenarnya terjadi? Apa pengantinnya juga kabur?’
Jesika terus bertanya-tanya dalam hati. Bibirnya masih melengkung meski terasa kaku karena bingung dengan perasaannya sekarang. Semua orang terlihat bahagia dengan pernikahan ini, tapi tidak dengan dirinya. Ini seperti mimpi buruk, bukan?
Setelah acara pernikahan penuh kepalsuan itu selesai, Jesika masih tidak bisa pergi, sebab Antonio membawanya masuk ke mobil pengantin. Mobil tersebut mengarah ke sebuah komplek rumah mewah, kemudian berhenti di sebuah rumah yang sangat besar.
Masih mengenakan gaun putih, Jesika menyapu pandangan seperti orang linglung. Seperti gedung tadi, rumah ini pun tampak tidak asing. Sebuah rumah dengan kaca menjulang tinggi, juga tirai panjang yang kemungkinan hanya bisa diganti oleh orang tertentu saja.
“Kemari, Sayang …”
Nenek bernama Megan itu menarik lengan Jesika dengan lembut. Senyumnya yang merekah sempurna, melambangkan wanita tua itu benar-benar bahagia dengan pernikahan sang cucu.
Jesika mengangguk saja sambil tersenyum kaku. Dia mengikuti langkah Megan yang mengajaknya menaiki anak tangga menuju lantai dua.
Sementara itu, di lantai satu …
“Antonio!” Ibu Antonio berbisik. “Kemari!”
Antonio yang semula hendak menyusul sang nenek, langsung berbalik menghampiri ibu dan ayahnya. “Kenapa?”
Ibunya itu menepuk lengan Antonio sambil berdecak. “Kamu serius?”
“Apanya?”
Antonio menatap sang ibu lalu berpindah pada ayahnya yang sedang memijat kening. Meski pernikahan tadi berjalan lancer, tetapi orang tua Antonio sama-sama tahu kalau sebenarnya pernikahan sang anak adalah bentuk kekacauan.
“Dia itu siapa? Bagaimana mungkin kamu menikahinya dengan sah?”
Antonio menghela napas lelah. Dia mengetatkan rahang, sebelum menjawab pertanyaan ibunya dengan berbisik, “Bisa kita bahas nanti? Untuk sekarang, aku sedang tidak bisa berpikir apa pun.”
“Ini semua karena kamu tidak mendengakan Mama.” Ibu Antonio mendesis. Ada nada kemarahan yang terdengar dari suaranya. “Kita bisa bicara sebentar tadi. Mama bisa telepon Gaby untuk datang menggantikan—"
"Oh ayolah, Ma. Tidak usah bawa-bawa Gaby. Aku tidak menyukainya.”
“Tapi nenekmu menyukainya. Itu poinnya!”
Di tengah perdebatan ibu dan anak itu, ayah Antonio berpamitan, “Aku ikut pusing sekarang. Sekarang terserah Antonio, asalkan Ibu tidak masuk rumah sakit lagi.”
Antonio memiringkan kepala sambil tersenyum menatap sang ibu. Setelahnya, dia memutar badan untuk menyusul neneknya yang sudah sampai di lantai atas.
Mata Jesika tercengang begitu melihat bagaimana nuansa di dalam kamar dengan luas sekitar lima kali lima meter lebih tersebut. Ranjang king size tepat berada di tengah dengan memiliki bentuk sandaran yang melengkung di bagian dinding, menghadap ke arah televisi yang menempel di dinding. Di kaki ranjang, ada sofa sepanjang lebar ranjang mereka. Rak berlaci dengan lampu tidur masing-masing mengapit ranjang teersebut.
Di sisi yang lain, ada lukisan abstrak berukuran besar yang berdampingan dengan jendela full kaca. Jesika tidak bisa menjabarkan lebih luas lagi, tapi yang jelas, kamar ini benar-benar mewah.
“Kamu tidur di sini sama Antonio,” ucap Megan.
Jesika tersenyum getir. Kepalanya mengangguk, tapi pikirannya ke mana-mana.
“Kita ngobrol lagi nanti saat makan malam,” ucap Megan lagi seraya mengusap lengan Jesika. “Antonio sudah di sini. Kamu bisa segera mandi lalu ganti pakaian.”
Sekali lagi, Jesika hanya bisa mengangguk. Tubuhnya berbalik mengikuti langkah Megan yang melangkah keluar dari kamar. Entah bagaimana ekspresi wajah wanita tua itu sebelum ke luar, tapi tangannya sempat menepuk lengan Antonio.
Pria itu tidak bicara apa-apa, melainkan langsung menutup pintu begitu sang nenek telah keluar, membuat Jesika merinding.
Dia seperti tengah berada di tempat isolasi. Ruangan tertutup, dan hanya diterangi oleh cahaya dari jendela besar kamar itu.
Antiono terdengar berdecak, lantas menghampiri Jesika. Dia berjalan memutari tubuh yang masih berdiri mengenakan gaun itu.
“Kenapa kamu bisa mengenakan gaun pengantin?”
Jesika ikut memutar pandangan sampai Antonio berhenti di hadapannya. “Anda tidak perlu tahu. Sekarang saya hanya ingin kejelasan.”
Antonio tersenyum miring. “Kejelasan tentang apa?”
“Semua ini.” Jesika terdengar lebih menuntut kali ini.
Antonio mengusap dagunya. Sejujurnya dia sendiri sedang dalam kebingungan, tapi semua sudah terjadi, jadi dengan cepat harus merasa siap.
“Kamu resmi menjadi istriku sekarang. Orangku akan membuatkan surat perjanjian untukmu.”
Emosi Jesika perlahan naik. Dia kira, pernikahan ini hanyalah sandiwara di depan tamu saja. Dia kira, setelah mereka hanya berdua, pria itu akan membebaskannya. Namun, informasi yang keluar dari mulut pria itu justru membuatnya marah. “Apa maksud Anda?”
“Dengar, jangan kamu pikir aku serius dengan pernikahan ini. Kamu hanya sebagai pengganti karena kekasihku kabur.”
Jesika mengatupkan bibir, menahan tawa yang hampir saja mencuat. “Lalu, apa hubungannya denganku? Apa hanya karena aku menerobos masuk ke bagasi mobilmu, aku harus menganggung resiko sebesar ini? Kamu sangat konyol!”Jesika bicara dengan nada cukup tinggi. Dia yang begitu menjunjung tinggi pernikahan, justru terjebak bersama pria yang menganggap pernikahan ini adalah mainan.
“Biarkan aku pergi sekarang,” pinta Jesika. “Aku minta maaf tentang bagasi mobilmu.”
Antonio menghela napas panjang, lalu maju lebih dekat untuk mengintimidasi Jesika.
“Aku tidak mau tahu. Untuk sekarang, kita adalah sepasang suami istri.” Tatapan pria itu menghunus ke arah netra Jesika yang tampak tidak gentar dengan ketegasannya. “Berpura-puralah di depan keluargaku. Sebagai gantinya, kamu bisa meminta apa pun dariku.”
Jesika tertegun sesaat. Dia memikirkan tawaran yang sekiranya bisa dia manfaatkan selama terjebak dalam pernikahan sandiwara ini.
Sebuah senyum tipis tercipta di bibir Antonio kala dia melihat Jesika yang mulai bimbang. “Aku anggap kamu setuju.”
“Ta-tapi ….”
Sebelum Jesika sempat menyelesaikan kalimatnya, Antonio menghilang masuk ke ruang ganti sambil melepas jasnya. Dia tidak bicara apa-apa lagi.
Di tempatnya, Jesika kembali tertegun.
‘Apa keputusanku salah?’
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri