Share

3. Tahi Lalat

Author: Irma W
last update Last Updated: 2023-11-11 11:42:09

“Apa kamu akan terus-terusan memakai gaun itu?” Antonio keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggangnya.

Jesika yang tengah duduk di sofa dekat ranjang langsung memalingkan wajahnya yang memerah. “A-aku….”

“Mandilah. Setelah itu kita turun makan malam.”

“Tapi …”

“Pakaian kamu ada di lemari,” ucap Antonio sambil menunjuk ke sebuah lemari putih besar.

Jesika menatap ke arah sana. Cukup lama dia terdiam memandangi lemari putih itu, sampai-sampai tidak sadar jika Antonio telah selesai berpakaian.

Lalu, saat terdengar langkah Antonio yang nyaris menggapai pintu, Jesika berteriak panik. “Tunggu!”

Antonio menghentikan langkahnya lalu menoleh. “Kenapa?”

Jesika bingung cara mengatakannya, tapi dia kemudian mengangkat tangan ke belakang, lalu memutar tubuh dan menunjukkan resleting gaunnya yang susah dijangkau.

Antonio tidak bereaksi apa-apa selain mendekat. Bibir itu mengatup rapat, tapi kakinya perlahan semakin dekat.

Jesika sudah berdiri sambil memunggungi sejak tadi. Dia sedikit menundukkan kepala sambil menggigit bibir bawah. Rasa takut dan was-was menyerang. Ketika tangan Antonio menyentuh resleting, kedua mata Jesika terpejam erat. Dia masih menggigit bibirnya sampai memerah, menahan debaran jantung yang menggila.

Hingga resleting itu mencapai satu posisi yang dia yakini bisa diraihnya, Jesika berteriak tiba-tiba. “Cukup!”

Tangan Antonio berhenti lalu ia bergerak mundur. Satu alisnya terlihat turun, menunggu Jesika berbalik badan.

Namun, wanita itu tidak berbalik dan masih menunduk. “Terima kasih.”

“Hm.”

Setelahnya, Antonio ke luar meninggalkan kamar. Setelah berada di luar, pria itu terdiam sejenak.

Antonio tahu Jesika merasakan kegugupan tadi. Pun, hal itu dirasakannya, terlebih saat dia melihat bagaimana punggung putih bersih milik Jesika yang dihiasi dengan satu tahi lalat di belakang leher.

Namun, tidak ingin terbawa perasaan lebih jauh, Antonio memutuskan segera turun ke lantai satu.

Sementara itu, di dalam kamar Jesika kembali didera perasaan gelisah. Dia mungkin bisa bernapas lega karena berhasil lari dari pernikahan paksaan yang dirancang orang tuanya. Namun, dia belum akan bisa tenang, karena pelariannya justru berakhir dengan dia terjerat pernikahan ini bersama orang asing yang baru dikenalnya.

‘Apa pernikahanku kali ini bernasib lebih baik?’

**

 “Di mana istrimu?”

Oh astaga! Antonio melupakan status barunya jika dia sudah menjadi seorang suami, dan memiliki seorang istri.

Antonio berdeham mencoba tenang. “Dia sedang mandi.”

“Kenapa tidak kamu tunggu?”

Sebelum perselisihan antara Megan dan Antonio terjadi, Ibu Antonio lebih dulu melerai. “Ibu, biarlah … nanti juga menyusul ke sini.”

Raut wajah Megan terlihat datar usai berdecak. “Dia itu orang baru di sini. Seharusnya kamu tunggu.” Wanita tua itu seolah tuli pada pembelaan Agatha—Ibu Antonio tadi.

“Iya, Nek,” desah Antonio.

Antonio mendesah berat sebelum mengangkat pantatnya. Dia terpaksa naik lagi ke lantai dua untuk menjemput wanita asing yang sekarang resmi menjadi istrinya.

Seharusnya tidak masalah jika Antonio langsung nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu. Itu adalah kamarnya sendiri. Tak ada siapa pun di dalam sini.

Namun, Antonio seolah kembali lupa bahwa ada Jesika yang juga akan menghuni kamar itu bersama dirinya. Saat pria itu masuk, terlihat Jesika sedang menatap lekat pada dressing room yang memang telah lengkap terisi.

Tatapan heran, bercampur dengan kekaguman terpancar dari binar mata gadis itu. Namun, hingga lebih dari 5 menit, tidak ada satu pun yang diambil Jesika untuk dipakai … hingga akhirnya membuat Antonio menggeram, “Apa tidak bisa cepat sedikit?!”

Jesika terlonjak begitu saja ketika mendengar suara Antonio. Jesika yang hanya mengenakan handuk, sebisa mungkin memeluk tubuhnya sendiri.

“Kenapa Anda bisa ada di sini?”

“Ini kamarku.”

“Oh, maaf.” Jesika langsung menunduk. Dia benar-benar malu sekarang.

Antonio tidak ada niatan untuk tertarik menatap kemolekan tubuh Jesika, tapi dua matanya berkhianat. Aroma segar yang menguar dari tubuh Jesika bahkan mampu tercium olehnya.

Pria itu meneguk kasar salivanya. “Pakai bajumu. Aku tidak suka menunggu lama.”

“Bisakah Anda keluar dulu?”

Antonio masih mematung untuk beberapa detik sebelum kemudian melenggang keluar menunggu di atas ranjang. Dia duduk di sana, membuka ponselnya—melihat— seberapa banyak pesan yang masuk hari ini.

Pesan dari teman-temannya membuat ponselnya terasa penuh. Mereka menanyakan tentang pernikahan dadakan yang dengan teganya tidak mengundangnya. Antonio orang yang berpengaruh, semua akan menjadi topik hangat jika berita tentang pernikahannya tersebar luas.

Sayangnya, kenyatannya memang begitu. Berita sudah bersliweran muncul di televisi sejak kemarin.

[Siapa wanita yang sebenarnya dinikahi oleh Antonio—penyanyi tampan yang dikabarkan tengah mengalami keuangan yang sulit??]

“Berita sialan!” umpatnya sambil melempar ponsel ke tengah ranjang.

Orang tidak akan tahu siapa Antonio sebenarnya. Mereka sekaligus teman satu agensinya, hanya tahu kalau Antonio seorang penyanyi berbakat. Dia juga pernah bermain dalam serial televisi.

Sayanganya berita tidak mengenakkan kemudian tersebar. Antonio diduga terlibat sebuah skandal melecehkan seseorang. Seolah penilaian media yang buruk terhadapnya belum cukup, Antonio kembali dihujam ujian manakala kekasihnya kabur saat hari pernikahan tanpa kejelasan.

“Media memang benar-benar brengsek!” umpatnya sekali lagi.

Di balik dinding, diam-diam Jesika menguping. Dia mencoba mengingat-ingat sesuatu tentang pria aneh yang duduk di atas ranjang itu. “Wajahnya memang tidak asing, tapi siapa ya?”

Jesika mengeluarkan kakinya kemudian berdeham. Antonio langsung mengangkat wajahnya. Tatapannya terlihat datar sekaligus angkuh. “Kenapa ada Wanita selelet dirimu?”

Jesika hanya diam sambil memanyunkan bibir.

Antonio berdiri dengan memasukkan tangan ke dalam saku celana. Tatapannya semakin tajam pada lawan bicara. “Jangan katakan macam-macam ketika Nenek bicara. Dan jangan berani menjawab, itu tugasku!”

 Jesika mengangguk. Dari nada bicara dan raut wajah Antonio, Jesika menduga jika wanita tua itulah yang paling berkuasa di rumah mewah ini.

‘Haruskah aku dekati nenek itu?’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bagian 124

    Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bagian 123

    Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bagian 122

    Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bag 121

    Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bag 120

    Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bag 119

    Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status