"Ibu, kamu jangan marah lagi," ucap Sans dengan tenang. Lalu Sans melirik istrinya, "Soraya, tenang saja karena masih ada aku," ucapnya meyakinkan.
Soraya sedikit tertegun sambil menatap Sans.
Tasya kesal mendengarnya, "Apa yang kau bicarakan? Kau hanyalah sampah yang tidak berguna!" bentaknya.
"Aku akan keluar menelepon dulu dan akan kembali sebentar lagi," ucap Sans tidak perduli dengan ucapan mertuanya.
Tasya menatap Sans dan berkata, "Soraya, dia pergi menelepon setiap bertemu masalah, apakah akan berguna jika mengatakannya kepada orang lain? Apakah ia tidak pernah berpikir?"
Soraya menatap ibunya dan berkata, "Ibu, sudahlah."
Terlihat, mobil Audi milik Wans berhenti di perusahaan Real Estate Langgang. Wans memakai setelan jas dan terlihat tampan
Wans hanya terdiam membeku dan tidak berani bicara, apalagi ayahnya Zam. "Bukankah kamu mengatakan jika ada temanmu yang menjadi Manajer di sana? Mana hasilnya? Kamu bahkan tidak bisa masuk, dan juga tidak bertemu dengan orangnya!" ucap Kakek Lindsay dengan kecewa. "Aku juga tidak ingin....." Wans menunduk, temannya itu hanya seorang Manajer Logistik, sehingga dia sama sekali tidak bisa mengurus semua ini. Sebelum selesai berbicara, Kakek Lindsay memotong pembicaraan, "Sebelumnya kamu mengatakan dengan penuh percaya diri, tapi akhirnya kamu bahkan tidak bertemu orangnya! Ini adalah kerja sama yang menyangkut hidup dan mati Grup Lindsay kita!" ucapnya. "Kakek, jangan menyalahkan semuanya kepadaku. Aku hanya seorang pria, sedangkan Soraya sangat cantik. Mungkin saja dia memakai siasat lain! Direktur Zheng mengatakan hany
Setelah itu Sans langsung menutup teleponnya, Soraya merasa bingung dengan sikap suaminya. Sans hanya tersenyum tanpa bicara. Tidak lama kemudian, Wans menelepon lagi, tapi Sans langsung menolaknya dan juga mematikan ponselnya. "Apakah ada urusan penting?" tanya Soraya. Sans menggelengkan kepalanya, "Masalah proyek mungkin, sepertinya dia ingin memohon sesuatu kepadamu," ucapnya. Soraya mengerutkan keningnya, tanda ia semakin bingung. Sans tersenyum dan berkata, "Dia begitu buru-buru mencarimu, seharusnya kontraknya tidak berhasil dan mungkin saja dia bahkan tidak bisa bertemu dengan Ardi Miller." "Kenapa kamu bisa tahu dengan Manajer Langgang? Apakah kamu mengenalnya?" tanya Soraya dengan kaget. Sans juga kaget, karena dia keceplosan mengucapkan nam
"Ada masalah darurat di kantor, kamu harus segera ke sana," ucap Wans dengan sedikit cemas. Soraya menghela napas, ia bersiap untuk ikut pergi ke kantor bersama Wans. "Tidak! Kamu sedang tidak enak badan. Kau harus beristirahat dengan baik, aku tidak mengijinkanmu untuk pergi kemanapun," ucap Sans dengan tegas. Soraya terkejut, ia menatap mata Sans dengan keheranan. Suara suaminya begitu ringan dan lembut, namun juga terdengar tegas. Ini adalah pertama kalinya dia melihat Sans begitu tegas, jantungnya pun berdetak lebih cepat. Perasaan seperti ini membuatnya seperti seorang wanita yang dicintai oleh pria dengan cinta yang tidak terbatas, membuat hatinya terasa manis. Soraya tampak tertegun sejenak, kemudian teringat kembali dengan masalah uang. Ia tidak punya uang untuk membayar hutang kepada Wans, apa yang harus ia la
"Bajingan!" Wans menggertakkan giginya dengan sangat marah, raut wajahnya juga sudah menjadi kelabu. Sans kemudian tersenyum, "Kenapa? Kamu tidak bersedia? Jangan lupa bahwa kamu ke sini untuk meminta tolong. Jika kamu mengacaukan semuanya, apa yang akan dikatakan oleh Kakek Lindsay nanti? Apa dia akan mengusirmu dari kediaman Lindsay?" tanya Wans. Kakek Lindsay sangat mengerti dengan masalah uang ini. Kalau dia sampai tahu, sudah bisa ditebak apa yang akan dia lakukan. Sorot mata Wans menjadi suram, dia menatap Sans dengan tidak percaya. Tasya dan Ken masih kaget setelah mendengar percakapan mereka. Sedangkan Soraya hanya menatap suaminya dengan kagum. Pertama kalinya, ia melihat Sans seperti ini setelah sekian lama. "Apa kamu sudah mempertimbangkannya?" tanya Sans dengan tersenyum.
Wans pun segera berteriak keras, "Kakek, jangan dengarkan dia, Soraya sekarang sedang berada di hadapanku!" ucapnya. Setelah itu tidak terdengar suara apa pun di ujung telepon. Tasya hanya duduk lemas di sofa, dia merasa langit seakan runtuh. Ia tidak dapat melakukan apapun lagi, kecuali diam menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. "Katakan apa yang ingin kau katakan, Sans!" ucap Kakek Lindsay. Meskipun Sans merasakan kemarahan Kakek Li, tapi dia masih terlihat tenang. "Jadi orang tidak boleh pilih kasih, semuanya adalah cucu Anda, kenapa Anda memperlakukannya berbeda? Apa Soraya tidak punya kemampuan?" ucapnya begitu tenang. "Kamu ingin aku bagaimana?" Kakek Lindsay bertanya dengan nada bicara yang lebih tenang. Sans menjawabnya datar, "Berbuat salah harus bisa memperbaikinya, ju
Kakek Lindsay menghelas napas lalu berkata, "Ternyata aku salah menilai orang…" ucapnya, "Apa kamu mengira kita menginginkan kontrak ini?" lanjutnya. "Tidak, itu adalah seratus juta," jawab Sans. Industri Buah keluarga Lindsay membutuhkan uang ini, kalau tidak maka industri ini bisa hancur. Kakek Lindsay tersenyum dingin, tidak mengatakan iya maupun tidak. Ia hanya terdiam memikirkan sesuatu. "Kakek, aku juga tidak ingin seperti ini, aku hanya ingin kakek melihat sendiri bagaimana anak dan cucu kakek hidup," ucapnya dengan tegas kepada Kakek Lindsay. "Sudah jelas bahwa Ibu, Ayah dan Soraya adalah anak dan cucumu, tapi kenapa ada yang mengendarai mobil mewah dan tinggal di vila megah. Namun ada juga yang tinggal di tempat kecil seperti ini? Ada yang memiliki posisi tinggi di perusahaan, sementara yang lainnya menjadi pe
Kakek Lindsay lagi-lagi memelototi Wans. "Tutup mulut busukmu itu!" Wans mengepalkan tangannya sambil menatap Sans dengan kesal. 'Kalau kamu bisa mengembalikannya, aku akan memanggilmu ayah.' Setelah rekaman suara itu diputar, semua orang memandang Wans dengan pandangan aneh. Zam sangat ingin mengubur anaknya ini hidup-hidup. Bagaimana bisa perkataan semacam itu muncul dari mulutnya! Rekaman suara itu tidak hanya berisi tentang perkataan tadi. Tapi juga ada tentang masalah pengembalian uang, semua orang pun mengerti. "Sekarang aku sudah mengembalikan uangnya," ucapnya sambil menunjuk tas hitam berisi uang itu. Apa? Ternyata Sans mampu mengembalikannya? Itu adalah 600 juta! Semua or
Sans akhirnya berhenti dan menatap Kakek Lindsay. Semua orang terdiam, takut jika kemarahan Kakek Lindsay akan membawa bencana. Tasya dan Soraya berpikir jika semua akan selesai, hancur dan tidak tertolong lagi. Wans memegangi perutnya dan menggertakkan gigi dengan marah. Kakek Lindsay yang mendapati ekspresi Sans yang begitu tenang dan yakin pun sedikit merasa terkejut. Ternyata Sans ini bukan orang biasa! "Wans telah berbuat salah, memang ia harus minta maaf dan menebusnya. Tapi ayah kandungnya sekarang ada di sini, bukankah tidak pantas jika dia memanggilmu ayah?" ucap Kakek Lindsay. Sans tersenyum, "Tidak apa jika brengsek ini tidak mau memanggilku ayah. Tapi suruh dia meminta maaf kepada Soraya dan orang tuanya. Jika mereka memaafkannya, maka masalah ini aku anggap selesai," ucap Sans. Dia tahu bahwa Kakek Lindsay