“Jeng Atik, kok tumben enggak beli berlian?” tanya Bu Widia.“Eh, anu, aku udah terlalu banyak. Jeng tahu, kan kalau beberapa berlian aku mau di jual karena sudah banyak. Suami suka marah,” ujar Bu Atik.“Oh, suaminya suka marah, aku pikir kalau hampir bangkrut jadi menjual beberapa aset.”Bu Atik menelan ludah saat mendengar ucapan Bu Widia. Percuma menutupi kalau pada akhirnya akan ketahuan juga. Apalagi, kini ia pun sudah tak memegang banyak kartu kredit karena di tarik sang suami. “Enggak, kok. Hanya gosip,” ucapnya malu.Sementara, Anisa menatap ke arah mantan ibu mertuanya yang terlihat sangat gusar apalagi saat melihat Anisa yang sedang menatapnya.Senyum itu terlihat sangat puas membuat ibu mertuanya tak berkutik. Setelah acara pun Anisa sengaja menghampiri Bu Atik untuk memastikan apakah dia masih aman dengan penglihatan dan pendengaran saat berlian pun di borong olehnya.“Sudah seperti ini, apa Bu Atik masih bisa berteriak dan memaki aku? Apa masih bisa mulut itu digunakan
Wisnu juga adik dan ibunya terkesiap melihat kedatangan Sinta yang sama sekali tak mereka tahu. Tiba-tiba saja istri Wisnu itu sudah berada di ambang pintu dengan wajah merah padam.“Mas, kalian sedang membicarakan apa? Menyalahkan siapa?” tanya Sinta.“Kamulah. Kalau kamu enggak menggoda Wisnu dan merebut dari Anisa, enggak mungkin mereka bercerai. Kamu sadar enggak sih, kamu itu biang kerok.”Bu Atik begitu menggebu menyalahkan Sinta karena pernikahan keduanya membuat Anisa pergi dan meminta bercerai. Sinta pun tak terima dirinya di salahkan, ia menunjuk suaminya yang memang juga bersalah.“Jangan aku saja , Mas Wisnu pun salah. Kenapa dia juga mau sama aku, dia juga merayu aku. Lagi pula, apa sih yang kalian harapkan dari perempuan mandul seperti Anisa?”“Biar pun dia mandul, tapi dia kaya raya, bisa kok dengan program bayi tabung,” ujar Windy.“Hih kamu anak kecil jangan ikut campur. Walau pun enggak nikah sama aku, Anisa juga sadar kalau kata raya bakal pergi dari keluarga kalian
“Bi, aku bahkan malu jika aku harus mengingat bagaimana aku memutuskan untuk berpisah. Untuk melupakannya sangat sulit, tapi aku sedang berusaha.” Abas mencoba tak meneteskan air mata walau netranya mulai berembun. Bagaimana tidak, ia sudah menghancurkan perasaan wanita yang sangat mencintainya.Bi Hanin merasa tidak enak, ia pun meminta maaf karena bertanya hal yang sensitif. Keduanya sangat dekat, terkadang Abas menganggap Bi Hanin ibu keduanya. Wajah saja Bi Hanin bertanya tentang Kinar.“Maafkan Bibi, hanya saja Bibi mencemaskan dua hati yang akan tersakiti jika Mas Abas belum menyelesaikan masalah hati. Jika Mas Abas menikahi Mbak Anisa, pastikan sudah tak memikirkan Mbak Kinar. Kasihan Mbak Anisa jika harus terluka untuk kedua kalinya. Apa Mas Abas tega melakukannya?”“Aku harus menikah dengan Anisa, itu keharusan yang tak bisa terbantahkan, Bi. Walau aku belum bisa melupakan Kinar, tapi aku harus bisa mencintai Anisa.”Bi Hanin mengelus pundak sang majikan, ia tahu betapa sulit
Wisnu panas dingin mendengarkan penuturan sang ayah. Bagaimana bisa ia tak merasa cemas juga ketakutan mendengar perusahaan mereka sedang di landa kebangkrutan.Wisnu tak menyangka jika beberapa grafik terlihat jelas bagaimana mereka kini dunambang kehancuran. “Sekali kita melakukan kesalahan pada Anisa, satu kata terlontar akan membuat kita jatuh miskin. Makanya Papa bilang kalian jaga diri, jaga bicara saat dengan Anisa. Anisa itu sangat bahaya,” ujar sang ayah. “Tapi ini tidak tergantung dari Anisa, Pa.”“Lalu tergantung siapa? Istri baru kamu?”Wisnu bergeming mendengar apa yang di katakan sang ayah. Pak Hartawan pun sudah menginfokan pada perusahaan Anisa jika mereka ingin menjual anak cabang mereka. “Apa enggak ada cara lain selain menjual pada perusahaan Anisa?” tanya Wisnu. “Tidak ada karena kemungkinan hanya Anisa yang bisa membeli perusahaan kita,” ujar Pak Hartawan.Kepala Wisnu semakin mumet, apalagi Sinta dengan marah. Ia ingin membujuk, tapi sepetinya Sinta a
Abas bisa mengerti jika menjadi Anisa. Ia harus kuat menghadapi mantan suami yang seperti itu. Mereka pun langsung membayar ke kasir kemudian menuju tempat makan. “Nasi goreng aja, yang lain enggak sesuai sama lidahku.” “Tapi aku mau makan sushi, mau ya kita makan itu?”Anisa bergeming, ia tak bisa menolak karena beberapa hari lalu saja Anas mau menemani dirinya makanan warteg. Bahkan tanpa di suruh pun dia membuatkan banyak makanan untuknya. Abas sangat perhatian sampai membuat Anisa pun merasa nyaman dan juga sedikit melupakan kebahagiaan yang ia rasakan. Apalagi saat bertemu dengan Wisnu. Anisa pun menyetujui makan sushi. Abas memperhatikan Anisa Yang sejak tadi masam. Apalagi sejak bertemu dengan sang mantan. Hawanya terlihat sangat murung, juga uring-uringan.“Sejak tadi aku perhatikan kamu diam saja, apa kamu masih cemburu melihat Wisnu dengan istri barunya?” Anisa mengangkat kepala menatap Abas, ia menggigit bibir bawahnya lalu mencubit tangan pria itu. “Ih, sakit
Tiba-tiba Abas memeluk Anisa, seketika jantung perempuan itu hampir mau copot saat pelukan itu secara tidak langsung membuat dirinya bergeming. “Aku tidak bisa berjanji akan jika tidak akan pernah membuat kamu kecewa. Tapi, aku akan berusaha untuk selalu ada untuk kamu dan memberikan semua yang aku miliki termaksud cinta dan kaissh sayang.”Anisa mendorong tubuh Abas, ia merasa kikuk dengan suasana seperti itu. Ia merasa aneh saat dirinya sudah tak bisa percaya pada cinta, tapi Abas malah menawarkan sebuah rasa itu kembali. Anisa selalu menolak perasaan yang selalu hadir di saat bersama Abas. Ia takut untuk memulai kembali, tapi takdir malah menyatukan mereka. “A—aku tidak bisa menjanjikan apa pun padamu. Bahkan untuk cinta yang kamu katakan itu. Aku tidak bisa berjanji apa bisa mencintai kamu atau tidak.”“Aku tahu, setidaknya aku tidak mau pernikahan kita hanya sebuah sandiwara. Aku ingin kita memulai semuanya, bukan hanya drama yang kita mainkan di depan mereka.”Anisa men
“Cukup, Mas Wisnu itu enggak cinta sama kamu lagi, sekarang dia cintanya sama aku, mengerti!” Amarah Sinta tak terbendung mendengar Anisa mengatakan hal yang tak ia ketahui. Wisnu meminta rujuk dengan mantan istrinya dan ia tak tahu hal itu. Sinta merasa geram karena ternyata selama ini Wisnu berbuat curang di belakangnya.Anisa masih tetap santai menghadapi Sinta yang sudah begitu emosi. Puas rasanya sudah membuat orang yang membaut hidupnya hancur terlihat sangat menderita. Sudah pasti mereka akan ribut besar setelah ini. “Aku sih, tidak masalah dia tidak cinta aku. Beruntung, aku cerai darinya karena mungkin saat miskin aku akan lebih menderita hidup dengannya. Saat kaya saja aku menderita, bagaimana saat bangkrut seperti ini.” Anisa mengangkat bahunya, lalu seolah-olah bergidik ngeri.Sinta menarik napas dalam, menghadapi Anisa hanya membuat dirinya lelah. Hari ini ia pun tahu jika dirinya dan Wisnu resmi bercerai. Wisnu mengatakannya pagi tadi sebelum Sinta jalan ke kantor.
“Aku siap menjadi suamimu.”Keyakinan Abas membuat Anisa kembali memainkan garpu dan menunduk fokus pada spageti yang sudah siap di santap. Tak menyangka dirinya akan menikah dengan Abas dalam hitungan bulan. Abas menggenggam tangan Anisa, ia ingin Anisa mengerti jika dirinya tak main-main. Setelah tahu bagaimana hidupnya bersama dengan Wisnu, ia ingin menjadi pelindungnya. Anisa menatap Abas yang terlihat tulus untuk membahagiakan dirinya. Ia pun mengangguk tanda menerima semua yang akan diberikan Abas padanya. “Kita mulai dari nol, kita sama-sama belajar saling mencintai.”“Iya, Bas.”Makan malam yang seharusnya bersama klien, malah menjadi makan malam romantis keduanya. Mereka bak pasangan pengantin yang sedang kasmaran. Sesekali Abas menyuapi Anisa, lalu saling pandang. Sepanjang malam mereka saling bicara dan mencari kesamaan keduanya. “Kita itu mungkin memang jodoh, buktinya saat kamu pulang ke kampung, kita bertemu di bus, ingat enggak?” tanya Abas.“Oh, iya. Kamu y