Share

BAB 5: Hamil

Penulis: Duvessa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 17:34:24

“Tolong berhenti membuat aku menjadi boneka bisnismu, Ayah,” kata Kael dengan sangat tegas seolah dia memang benar-benar telah lelah dengan permainan ayahnya.

“Kael?” Maharani, ibu Kael, tidak menyangka bahwa Kael justru akan bertindak sejauh ini.

Dalam situasi seperti ini, Zara benar-benar tidak berani mengangkat wajahnya, bahkan hanya untuk melihat ujung baju orang-orang pun dia tidak berani. Dia merasa bahwa kehadirannya sepertinya benar-benar bisa membuat Kael dalam masalah dengan keluarganya.

“Apa maksudmu? Aku hanya berusaha memberi kehidupan yang layak untukmu hingga tua nanti. Apa kamu ingin hidup sengsara karena salah melangkah?!” Aryan berdiri dan menatap Kael dengan tajam. Maharani yang ada di sebelah Aryan, berusaha terus menenangkan suaminya dengan beberapa kali menahan mengusap lengan pria itu.

Selama ini, Aryan memang selalu mengatur tiap langkah hidup Kael, bermaksud untuk memberikan kehidupan yang makmur dan terjamin untuk Kael.

“Selain karena keluarga Adinata adalah keluarga terpandang, jika keluarga kita bisa bersatu dengan keluarga mereka, tentu bisnis kita juga akan semakin berkembang dengan bantuan suplai dari bisnis mereka. Apa kamu tidak berpikir sampai ke sana, Kael?” lanjut Aryan.

Kael berdecak kesal.

“Aku juga ingin bahagia dengan jalanku sendiri, Ayah.” Kael menatap ayahnya dengan kesal.

Kael tiba-tiba meraih tangan Zara ke dalam genggamannya yang membuat Zara kembali tersentak. Zara menatap Kael dari samping dengan keraguan yang besar.

“Lagipula, Zara sedang mengandung anakku,” kata Kael lagi, dan berhasil membuat Aryan membelalakkan mata. Bahkan, Hardi Ashwara, kakek Kael, yang sedari tadi hanya diam menyaksikan perdebatan ayah dan anak itu, kini ikut terperanjat.

Maharani juga tampak sangat terkejut. Selama ini, yang dia tahu anaknya begitu gila pekerjaan, tetapi kenapa kini tiba-tiba mengatakan telah menghamili seorang perempuan?

“Kael, kamu serius?” tanya Maharani dengan lirih.

“Dia hamil, Kael?” sahut Hardi dengan suara parau. Dia masih tidak menyangka bahwa cucunya ternyata akan berbuat sejauh ini.

Kael hanya membalas dengan anggukan kepala. Genggaman tangannya pada Zara terasa semakin erat, seolah ingin memberi peringatan untuk tetap diam dan mengikuti alur dengan baik.

“Hamil? Apa kamu yakin, Kael?” Aryan jelas tahu bahwa anaknya itu seorang workaholic. Hampir 15 jam kesehariannya dihabiskan di dalam dapur dan restoran, sisanya hanya untuk tidur dan mendatangi supplier.

Mana mungkin anaknya memiliki waktu untuk bisa membuat seorang wanita hamil? Bahkan, untuk sekadar berkencan pun sepertinya tidak mungkin.

Aryan menatap Zara dengan cukup dalam, sejenak dia menatap perut Zara yang terlihat masih rata seolah tidak ada sesuatu yang hidup di sana.

“Baiklah, karena kalian sudah menikah dan calon cucuku juga sudah ada di dalam perut perempuan itu,” kata Aryan lagi. Sejenak dia kembali menatap Zara dan Kael bergantian. “Aku akan menunggu kelahiran bayi itu. Mungkin sekitar 8 atau 9 bulan lagi, ‘kan?”

Zara merasa seperti baru saja tersengat listrik. Bagaimana mungkin ada bayi yang akan lahir dari perutnya 9 bulan lagi? Dia saja tidak hamil!

Zara menatap Kael dengan cukup cemas, tetapi Kael justru masih tampak sangat tenang.

Bukankah ini bencana dalam sandiwara mereka? Kenapa Kael malah tenang-tenang saja?!

“Sudahlah, Aryan, biarkan anakmu memilih kebahagiaannya sendiri. Toh sekarang sudah ada calon penerus keluarga kita, tugas kita hanya tinggal melindungi dan merawatnya,” sahut Hardi melerai perdebatan ayah dan anak itu. Tentu saja dia sadar bahwa ini mungkin juga salah dirinya yang telah mendidik Aryan dengan cukup keras, hingga kini harus berimbas pada cucunya.

Kael menatap kakeknya dengan tenang seolah menghargai setiap hal yang telah kakeknya lakukan untuknya selama ini. Kemudian, tatapannya dia alihkan kepada sang ayah.

“Tenang saja, Ayah. Atau Ayah sendiri yang mau membantu proses persalinan?” kata Kael dengan sedikit bercanda, seolah tidak menemukan adanya masalah dari permintaan sang ayah.

Sementara Zara justru sebaliknya, dia benar-benar tampak panik, tetapi sama sekali tidak berani mengatakan apapun. Ditambah dengan ucapan Kael yang seperti itu, Zara benar-benar tidak habis pikir.

Apa bosnya ini memang punya selera humor yang rendah?

“C–Chef,” panggil Zara yang terdengar seperti sedang berbisik. Tentu saja dia sangat panik!

Namun, Kael hanya membalas Zara dengan semakin mengeratkan genggamannya.

“Kalau begitu, kami pamit.” Kael langsung melangkah keluar dari ruang tamu besar itu dengan perasaan sedikit kemenangan dalam hatinya.

Tentu saja langkah itu juga diikuti oleh Zara sebab tangannya masih digenggam erat oleh Kael. Namun, sebelum Zara benar-benar melangkah, sejenak dia membungkukkan badannya untuk memberi salam kepada keluarga Kael.

***

Meja makan di rumah Kael kini terasa begitu panas karena pikiran-pikiran yang terus berkelana. Tidak ada suara lain selain suara sendok dan garpu yang saling beradu dengan piring.

“Chef,” panggil Zara akhirnya memecah keheningan.

Kael menoleh sejenak sambil mengangkat satu alisnya untuk menjawab panggilan Zara.

“Bagaimana saya bisa melahirkan bayi sembilan bulan lagi, sementara saya gak hamil, Chef?” kata Zara, matanya menelisik reaksi Kael.

Kael meletakkan sendok dan garpunya, mengangkat gelas dan meneguk airnya tanpa buru-buru. “Kamu bisa hamil palsu. Tutupi perutmu pakai bantal atau silikon.”

Zara terdiam sejenak, otaknya mulai berputar, membayangkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi. "Tapi, saat melahirkan, bayi siapa yang akan kita tunjukkan nanti?"

Kael yang terbiasa mengendalikan segalanya, merasa sedikit terpaku. Zara yang selama ini dia anggap hanya mengikuti alur, ternyata bisa berpikir jauh ke depan, memikirkan risiko dan dampak jangka panjang.

Sesaat, Kael merasakan ada ketajaman dalam diri Zara yang jarang dia temui, dan meskipun dia cepat menepisnya, pemikiran itu tetap mengganggunya.

Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa hening dan penuh ketegangan, Kael meletakkan garpunya dengan tenang. Kael menatap Zara sekilas, matanya tajam dan penuh ketegasan, seolah mengukuhkan bahwa ini bukan sesuatu yang bisa berat.

"Kalau gitu, cukup bilang kamu keguguran dan kamu gak perlu melahirkan," jawab Kael datar, dengan nada yang tak memberi ruang untuk perdebatan.

Zara hampir tersedak mendengar pernyataan Kael.

“Keguguran?!” Suaranya penuh dengan campuran kaget dan tidak percaya. Matanya menatap Kael tajam, berharap dia sedang bercanda.

Namun, pria itu tetap terlihat tenang. Bahkan, dia kembali mengambil garpunya, melanjutkan makan seperti tidak ada yang terjadi.

“Iya, Zara. Kenapa?” jawab Kael singkat, tanpa sedikit pun mengangkat pandangannya.

Zara menelan ludah, berusaha mengendalikan emosinya. “Chef … tapi ini tidak semudah itu … ”

Kael berhenti, kali ini meletakkan garpunya lagi. Dia menatap Zara dengan sorot mata dingin, tajam seperti belati yang menusuk langsung ke pusat keraguan Zara.

Zara menggigit bibirnya, mencoba menahan perasaan gelisah yang terus berkecamuk ditambah dengan tatapan Kael yang begitu tajam kepadanya. Dia tahu, tidak ada gunanya membantah jika Kael sudah berbicara seperti itu. Namun, kekhawatirannya tidak bisa hilang begitu saja.

Suasana hening menggantung di antara mereka. Kael meletakkan garpu dan pisau makannya dengan gerakan pelan tapi penuh otoritas. Matanya yang tajam beralih ke arah Zara. Sekilas, ada sesuatu di tatapannya.

“Kalau kamu gak mau,” ucap Kael akhirnya, nada suaranya tetap datar, seolah dia sedang membahas menu makan malam. “Aku bisa membuatmu hamil.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima   Hai, buat kamu yang udah baca sampai akhir,

    Makasih banget karena udah setia nemenin cerita Kael dan Zara sampai sejauh ini. Rasanya campur aduk banget pas nulis bagian terakhir.Maaf ya kalau selama perjalanan cerita ini banyak kekurangan. Entah itu bagian yang bikin bingung, alur yang kadang muter-muter, atau tokohnya bikin gemas sendiri. Tapi semoga, di balik semua itu, ada bagian dari cerita ini yang bisa tinggal lebih lama di hati kamu.Makasih karena udah jadi bagian dari perjalanan ini. Dukungan dan komentarmu berarti banget.Jangan lupa mampir ke cerita baru aku, ya ♡

  • Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima   BAB 193: Akhir Cerita

    “Perjodohan?” gumam Kael pelan.Lalu pria itu tersenyum tipis, tapi bukan karena setuju. Senyum itu lebih menyerupai kilas balik—mengingatkannya pada masa ketika dirinya dijodohkan oleh keluarganya, hanya untuk akhirnya mengguncang semuanya dengan pernyataan bahwa dia telah menghamili Zara.“Jangan harap, ya,” ucap Kael akhirnya, datar tapi tegas, dengan satu alis terangkat seperti memberi peringatan bahwa topik ini tidak untuk dibahas lebih jauh.Gala tertawa kecil, tapi tidak merasa tersinggung. “Kenapa? Coba kamu bayangkan, Kylar itu cucu pertama keluarga Ashwara, Zelena cucu pertama keluarga Wijaya. Kalau mereka menikah, kekuatan bisnis kita di masa depan—”“Kak Gala ngomong apa sih?” potong Zara, nadanya terdengar tidak senang, meski masih berusaha sopan. “Kylar dan Zelena itu masih anak-anak.”“Benar,” sambung Ceva, kali ini lebih tegas. “Mereka bahkan belum masuk SD. Masa depan bukan cuma tentang bisnis, Kak.”Gala mengangkat tangan, menyerah, lalu tersenyum kecil. “Oke, oke. Ak

  • Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima   BAB 192: Ulang Tahun

    “Huwaaaa!” Tangis Kylar pecah saat pipinya dicubit gemas oleh Zelena. Bocah perempuan itu terkekeh geli, tidak menyadari bahwa tangan mungilnya terlalu semangat bermain. “Lena, pelan-pelan, ya … Itu pipi Kylar, bukan squishy,” ujar Ceva sambil tersenyum geli, lalu menarik tangan putrinya pelan. Zelena memang selalu usil pada Kylar. Padahal usia Zelena lebih tua empat tahun, tapi kalau sedang bersama, mereka selalu saja bertengkar. Zara berjongkok di hadapan Kylar, mengelus pipi anaknya yang masih memerah dan cemberut. “Sudah, Sayang. Mami tahu sakit, ya? Tapi Kak Lena nggak sengaja. Yuk, kita bilang ke Kakak supaya cubitnya pelan-pelan lain kali,” ucap Zara lembut. Kylar mengangguk kecil, matanya masih berkaca-kaca, tapi bibirnya mulai membentuk senyum tipis. Senyum langka yang selalu berhasil mencuri perhatian siapa pun yang melihatnya. Wajahnya langsung bersinar ketika melihat Kael berjalan mendekat, membawa kue besar berhiaskan dinosaurus hijau toska di atas cokelat favoritny

  • Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima   BAB 191: Episode Akhir

    "Apa maksudnya, ada yang salah?" tanya Kael cepat, nada suaranya meninggi, panik mulai merayap dari dalam dada.Suasana di ruang bersalin seketika berubah. Detak monitor terdengar semakin cepat, disusul suara langkah para perawat yang mulai bergerak panik. Salah satu dari mereka segera menyerahkan perlengkapan tambahan ke Gala, yang kini telah mengenakan masker dan sarung tangan lengkap."Denyut jantung bayinya menurun. Kita harus bertindak cepat sebelum oksigennya turun lebih jauh," jawab Gala cepat namun tetap tenang. "Aku akan lakukan tindakan darurat. Kael, kamu tetap di sini, jangan lepas tangannya."Kael menunduk, menggenggam tangan Zara lebih erat lagi, seakan ingin memindahkan semua kekuatannya pada wanita itu."Zara, dengar aku," bisik Kael di dekat telinga istrinya, suaranya bergetar. "Kamu harus kuat. Kamu dan bayi kita … kalian harus baik-baik saja. Kumohon ..."Zara membuka mata dengan susah payah, tatapannya sudah buram oleh rasa sakit yang menumpuk. Namun, dia melihat Ka

  • Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima   BAB 190: Lahir ke Dunia

    "Mas, perut aku sakit!"Suara Zara terdengar serak dan cemas saat dia berusaha membangunkan suaminya yang tengah terlelap. Napasnya berat, pelipisnya basah oleh keringat dingin.Kael terbangun dengan tergesa-gesa, matanya masih buram, dan napasnya terengah-engah saat tubuhnya bergerak cepat. Perasaan bingung langsung menguasainya, sementara jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya."Kamu ... kamu kenapa?" tanya Kael, suara serak penuh kepanikan, masih setengah sadar akan apa yang sedang terjadi.Di hadapannya, Zara meringis menahan rasa sakit. Wajahnya pucat, kedua tangannya mencengkeram perutnya yang sudah membuncit besar. Tatapannya bergetar, seolah menahan terjangan rasa sakit yang tak tertahankan.Perut itu, tempat di mana kehidupan kecil mereka tumbuh, kini tampak begitu tegang. Dan Kael baru tersadar, usia kandungan Zara memang sudah masuk minggu ke-37. Gala bahkan sudah bilang, kapan saja bayi mereka bisa lahir.Ini ... ini bukan sekadar sakit biasa. Ini saatnya.Kael seger

  • Mendadak Menikah Dengan Chef Bintang Lima   BAB 189: Kembali Pulang

    "Bu Anjana, saya mau bawa Zara pulang ke rumah," ucap Kael tegas, suaranya rendah namun mantap.Pria itu kini tengah duduk di ruang tamu keluarga Wijaya, tubuhnya tegak, kedua tangan saling bertaut di depan tubuhnya, rahangnya mengeras. Kakinya bergerak kecil—menandakan kegelisahan yang berusaha dia tekan.Di hadapannya, Anjana duduk dengan sikap kaku. Wajah wanita paruh baya itu tampak dingin dan keras, sorot matanya menatap Kael tajam, penuh kewaspadaan. Sementara itu, Harun hanya mengamati dalam diam, sesekali melirik ke arah Kael dan cucunya tanpa banyak bicara.Keheningan menegang di antara mereka. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar, menggema samar di ruangan luas itu."Pulang? Kamu pikir ini solusi terbaik? Zara baru saja mengalami kejadian berbahaya," seru Anjana akhirnya, nada suaranya penuh tekanan. "Aku hanya mau menjaga putriku!"Kael mengangguk perlahan, tetap menjaga sikap sopan meski hatinya bergejolak."Saya tahu, Bu. Saya tahu Ibu khawatir," sahut Kael, suaran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status