Share

BAB 3 Acara Yang Kacau

Malam sebelumnya, sebelum Teguh berangkat ke rumah Brian atas undangan makan malam, dia memberitahukan kepada Mas-nya bahwa dia diangkat menjadi direktur di perusahaan utama. 

Rusli yang mendengar itu langsung bersujud syukur, begitu juga Mbak Aji istrinya, dia sangat senang karena selain memberitahukan kabar bahagia itu, Teguh juga memberi mereka sejumlah uang.

"Ini banyak sekali, Teguh!" ujar Mbak Aji dengan mata yang berembun.

"Terima saja, ya, Mbak. Teguh sangat berterima kasih karena sudah diizinkan tinggal di sini, jadi rezeki yang Teguh terima juga rezeki kalian," balas Teguh.

Dia lalu menelpon kedua orang tuanya di kampung, memberitahukan semua pencapaiannya, dan tak lupa juga mengirim uang pada mereka. 

"Alhamdulillah, Nak. Keputusanmu merantau ke Jakarta ternyata tidak salah. Sekarang, jaga kepercayaan majikan kamu baik-baik, terus belajar, dan bekerja keras. Ibu yakin, kamu bisa membuktikan pada teman-temanmu yang selalu menghinamu di sini bahwa kamu bisa sukses di atas keraguan mereka."

Teguh mengangguk, masih teringat jelas sebelum dia memutuskan ke Jakarta, dirinya hanya seorang kuli bangunan yang sering dihina karena Teguh adalah anak pintar dan selalu juara saat sekolah, akan tetapi sekarang malah bekerja menjadi kuli bersama teman-teman sekelasnya yang bodoh dan nakal.

"Apa saat aku berangkat, ada yang menyusul ke rumah karena aku sudah memukul orang sampai pingsan?" tanya Teguh pada ibunya.

"Ada, mereka awalnya sangat marah saat ibu mengatakan bahwa kamu berangkat ke Jakarta, tapi temanmu yang baik itu menjelaskan semuanya bahwa bukan kamu yang mulai, tapi mereka."

"Jadi, Ibu dan Bapak baik-baik saja, kan? Mereka tidak mengintimidasi kalian, kan?" 

"Tidak, mereka bubar karena dua teman yang menghinamu akhirnya mengakui kesalahan mereka." 

Teguh dapat bernafas lega, dia sangat takut jika ibu dan bapaknya dimintai tanggung jawab, sedangkan Teguh sendiri malah berangkat ke Jakarta. 

Saat itu, Teguh emosi karena dua temannya menghina dirinya dan kedua orang tuanya, jadilah terjadi cekcok dan perkelahian di antara mereka sehingga membuat Teguh memukul salah satu dari mereka sampai pingsan.

"Makanya, jadi orang jangan sok pintar, kalau dari sananya miskin, ya ke sininya juga bakal miskin!"

"Si Teguh dihina sabar banget kayak orang tuanya, padahal sebenernya dia bukan sabar sih, cuma nggak berdaya aja karena mereka orang miskin."

Perkataan itu yang akhirnya membuat Teguh meladeni dua teman yang merundungnya, bahkan Teguh memukul mereka sampai salah satu dari mereka pingsan. Teguh yang panik pun kabur dan memutuskan langsung kabur ke Jakarta, karena lelah dengan semua cacian dan hinaan. 

Dia ingin membuktikan bahwa meskipun miskin, Teguh bisa sukses, dan harapan itu kini telah hadir di depan matanya. Teguh akan menjadi seorang direktur karena berawal dari kebaikan hatinya yang mengikhlaskan uang sebesar dua ratus ribu kepada seorang pria paruh baya yang ternyata orang kaya.

***

Di kantor keesokan harinya.

"Teman-teman, aku pamit, ya, terima kasih atas kebaikan kalian selama ini karena sudah menerima aku sebagai teman kalian, semoga kita masih bisa tetap berteman meskipun berbeda kantor."

Teguh yang sudah membereskan semua barang-barangnya berpamitan pada teman-teman dekatnya, selama tiga bulan bekerja di sana. Mereka adalah Rio, Aryo, Handi, dan Putri. Keempat orang itu adalah teman yang paling tulus menerima Teguh sebagai teman tanpa melihat harta dan kasta.

"Hati-hati, Guh, jangan lupakan kami!" sahut Aryo.

"Betul, kalau nikah jangan lupa undang," timpal Rio membuat dua temannya yang lain tertawa.

"Nih, undangan ulang tahun aja. Kalian jangan lupa datang, ya." Putri memberikan kepada Aryo, Rio, Handi, dan Teguh masing-masing satu undangan.

"Wah, ternyata kamu sudah tua juga, Put? Tidak pantas membagikan undangan ulang tahun, pantasnya bagikan undangan nikahan," kata Hendi membuat gadis itu cemberut.

"Tahu ah! Awas kalau kalian tidak datang!" sungut Putri.

"Iya, iya, Insya Allah kita datang, Put. Ya sudah, aku pamit dulu, ya." Teguh melambaikan tangannya karena sudah ditunggu oleh mobil yang akan mengantarkannya ke perusahaan utama.

Hari pertama sebagai Direktur, Teguh didampingi Brian untuk mempelajari tugasnya. Teguh diantar ke ruangan kerja pribadinya seraya dikenalkan mengenai bangunan kantor yang sangat luas, lalu diajarkan bagaimana cara kerja seorang direktur dalam menangani masalah.

"Nah, sampai situ kamu paham, kan?" tanya Brian menatap Teguh yang masih terpana dengan ruang kerjanya.

"Paham, Pak. Saya berjanji akan belajar menjadi pemimpin yang baik dan bekerja keras demi perusahaan ini." Teguh berjabat tangan dengan Brian yang mengajaknya makan siang di luar. 

Mereka berjalan beriringan dan terlihat akrab. Kabar diangkatnya seorang pemuda menjadi kabar yang cukup mengejutkan bagi banyak karyawan. Tak sedikit pula yang iri dan tak habis pikir, mengapa Brian bisa percaya begitu saja pada seorang amatiran.

Apalagi, gosip yang beredar bahwa Brian mengangkat Teguh hanya karena pemuda itu sudah memberikan uang dua ratus ribu saat Brian kehilangan dompet di terminal.

"Ah, paling settingan. Itu anak pasti tahu kalau Pak Brian seorang milyarder. Iya, kan?" sungut salah seorang karyawan kepercayaan Brian.

"Ah, entahlah. Lagi pula, Pak Brian juga tidak mungkin asal-asalan. Keputusannya pasti sudah dia pikirkan matang-matang," sahut karyawan lainnya.

"Harusnya gue yang Pak Brian angkat!" ucap keryawan bernama Rendi itu dengan penuh rasa dendam.

*

Tiba di ulang tahun Putri, Teguh datang sendirian dengan mengenakan pakaian lamanya karena dia belum membeli pakaian baru. Kemeja yang sederhana, tapi tidak membuat karisma Teguh hilang, karena pemuda itu memiliki wajah yang tampan dan berwibawa.

Kedatangannya disambut hangat oleh sahabat lamanya, Aryo, Rio, dan Handi, sementara Putri berada di atas podium untuk acara resepsi potong kue. Acara berjalan meriah, semua orang bernyanyi, berdoa, memberi hadiah, dan diakhiri dengan acara bebas makan-makan.

"Eh, siapa tuh?" tanya Rio saat melihat seorang lelaki datang dengan membusungkan dada.

"Entah, pacar si Putri kali, itu dia samperin Putri," timpal Aryo sedangkan Handi hanya mengedikkan bahunya karena merasa tidak kenal.

Sementara Teguh, dia kenal dengan lelaki itu karena satu kantor dengannya.

"Dia salah satu karyawan kepercayaan Pak Brian di perusahaan yang kupegang, namanya Rendi." Teguh menjelaskan dan tiga temannya itu hanya manggut-manggut seraya melihat Rendi yang terlihat mendekati Putri.

Rendi memeluk Putri, lalu memberikan sebuah kado berbentuk kotak kecil seperti kotak perhiasan. Dan benar saja, saat Putri membukanya karena Rendi yang meminta, isinya adalah sebuah cincin permata yang sangat cantik.

"Tes tes tes ...."

Rendi mengambil mic yang tergeletak di meja lalu mulai bicara, sementara Putri hanya bisa salah tingkah, dia tak menyangka jika Rendi akan memberinya cincin seperti lelaki yang hendak melamar.

"Putri," panggil Rendi dengan menggunakan mic.

"Kamu tahu aku sudah menyukai kamu sejak dulu, dan mungkin ini saatnya aku memutuskan untuk mengunci kamu sebagai pilihan hidupku," ungkap Rendi membuat para tamu seketika bersorah riuh.

"Putri, will you marry me?" tanya Rendi seraya bertekuk lutut, namun, gadis itu menggeleng.

"Aku sudah pernah bilang kalau aku hanya menganggap kamu kakak." Putri mengembalikan cincin yang Rendi beri.

"Maksud kamu, kamu menolakku?" 

"Aku sudah menolak kamu sejak dulu, kamu saja yang ngeyel terus. Kamu pikir, dengan menyatakan cinta di hadapan banyak orang, aku akan langsung menerima kamu?!" omel Putri karena ternyata Rendi selalu ngotot mendekati Putri.

"Apa sih yang membuat kamu tidak mau menerima cintaku, Putri? Aku ini kaya, punya segalanya, tapi kamu dengan sombongnya menolakku berkali-kali?! Apa susahnya menerimaku dan kita menikah saja!"

Suasana seketika kacau, Rendi tanpa rasa malu memaksa Putri supaya mau menikah dengannya, padahal Putri sudah menolaknya. Bahkan lelaki itu bersikap kasar dan hendak menampar Putri karena Rendi berpikir bahwa gadis itu sudah mempermalukannya.

Teguh yang khawatir pada sahabatnya langsung berlari dan menghadang Rendi yang hendak menampar Putri hingga tamparan itu malah mengenai wajah Teguh, bukan wajah Putri.

"Hey! Ini di depan umum, setidaknya jaga adabmu terhadap perempuan!" bentak Teguh membuat Rendi semakin murka.

"Lo Teguh yang direktur modal duit dua ratus ribu itu, kan? Dasar amatiran! Pahlawan kesiangan!" teriak Rendi seraya memukul perut Teguh, tapi tak kena dan malah Teguh yang berhasil memukul wajah Rendi hingga lelaki itu berteriak marah.

"Aaargggh! Lo udah ambil posisi yang seharusnya gue dapat, dan sekarang lo permalukan gue di hadapan banyak orang. Lihat saja, gue akan balas dendam!" tegasnya lalu meninggalkan Teguh yang geleng-geleng kepala sementara Putri dan para tamunya tercengang karena shock dengan apa yang baru saja terjadi.

Tak disangka, Clara tiba-tiba muncul bersama perawat yang mendorong kursi rodanya dan ternyata, gadis itu juga merupakan teman Putri.

"Teguh? Kamu kenapa?" tanya Clara dengan wajah cemas.

"Tadi dia menolongku dari Rendi, Clara. Kamu kenal Teguh?" Putri berkata seraya menghampiri mereka, sementara Clara tiba-tiba merasa sedih karena ternyata Teguh memperlakukan dirinya dan Putri sama persis.

"Ya, Teguh juga yang menolongku dari Tomi kemarin," ucap Clara seketika malu sendiri karena berpikir kalau Teguh menolongnya karena menyukainya, tapi ternyata lelaki itu memang baik pada semua orang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status