Share

Mendadak Menjadi CEO
Mendadak Menjadi CEO
Author: Inspirasi Kopi

Bab 1 Teguh Waluyo

Plak!

"Jadi, ini yang kamu lakukan di belakang aku, hah?! Kamu selingkuh?!"

Seorang gadis menampar lelaki yang ada di hadapannya seraya menangis tersedu-sedu. Mereka berada di sebuah mall, hingga kejadian itu ditonton banyak pengunjung lainnya. 

Clara namanya, gadis lumpuh yang sedang jalan-jalan memakai kursi roda diantar oleh perawatnya itu tak menyangka akan menemukan kenyataan pahit mengenai kekasihnya.

Dari pendengaran Teguh yang sedang berjalan-jalan di mall tersebut, gadis cantik itu memarahi lelaki yang merupakan kekasihnya karena berselingkuh. Bahkan selingkuhannya juga ada di sana.

"Dia hanya temanku, Clara!" sanggah Tomi, sang kekasih. Dan membuat wanita yang berada di sampingnya ikut marah.

"Kamu menganggap aku teman? Dasar baj*ngan! Sia-sia aku membelikan kamu ini-itu kalau akhirnya kamu milih dia!" ucap Bella, selingkuhan Tomi.

Perempuan itu menunjuk-nunjuk wajah Tomi. Keributan pun semakin menjadi, karena kini percekcokan itu menjadi tiga arah. Antara Clara, Tomi, dan Bella. Bahkan Bella sampai mendorong Clara hingga gadis itu terjatuh dari kursi roda. Dan naasnya, Tomi hanya melihat saja tanpa mau menolongnya.

Melihat hal tersebut, Teguh yang ikut menonton pertujukan drama cinta segi tiga itupun langsung menolong Clara, sebab pengunjung lain malah sibuk merekamnya.

"Mari, saya bantu," tawar Teguh seraya mengulurkan tangannya.

Clara digendong oleh Teguh, sementara sang perawat memegang kursi rodanya. Clara yang masih menangis itu berterima kasih pada pemuda itu.

"Jadi laki-laki itu harus punya pendirian, jangan main belakang!" tegur Teguh pada Tomi yang langsung murka karena tak terima dihina.

"Berani, lo, ya, ngomong gitu sama gue!" bentak Tomi.

"Saya cuma menasehati. Daripada gadis secantik ini kamu sia-siakan, lebih baik saya bawa pulang!" kata Teguh sembari mendorong kursi roda Clara, dan perawatnya pun tanpa berkata apa-apa hanya mengikutinya.

Teguh membawa Clara ke parkiran, di mana motornya diparkirkan. Lalu, dia meminta maaf pada gadis itu karena sudah lancang membawanya padahal mereka tidak saling kenal.

"Saya hanya kasihan karena kamu ditonton bahkan direkam banyak orang. Kamu kan tidak salah, kamu korban, tapi kalau video sudah tersebar tetap saja nama kamu kebawa-bawa. Iya, kan?"

Clara menunduk, dia merasa malu karena ucapan Teguh benar. Gadis itu pun menangis lagi hingga membuat Teguh panik.

"Eh, kamu kenapa? Saya salah bicara, ya?" tanya Teguh menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Aku malu, seharusnya aku tidak menegur dia di tempat umum seperti tadi."

"Oh, saya kaget takutnya kamu nangis karena saya. Perkenalkan, nama saya Teguh." Teguh mengulurkan tangan untuk yang kedua kalinya.

"Saya Clara, terima kasih sudah menolong saya tadi."

Keduanya bersalaman dan berkenalan, lalu berbincang sebentar menanyakan alamat rumah, setelah itu mereka saling berpamitan. Namun, saat sopir Clara menyalakan mobilnya, Clara kembali memanggil Teguh.

"Kenapa?" tanya Teguh.

"Hmmm ... saya mau ngobrol-ngobrol lagi sama kamu, bisa?" Clara menyeka keringat di dahinya.

"Boleh." Teguh tersenyum seraya mengajak Clara ke sebuah warung lesehan di seberang mall besar itu.

Clara memakai kursi roda yang bisa berjalan sendiri dengan hanya menekan tombol, sehingga saat akan mengobrol dengan Teguh, Clara tidak mengizinkan perawatnya ikut karena gadis itu membutuhkan privasi.

Sebuah pengalaman yang unik bagi Clara, karena sebagai anak dari seorang Direktur dan pemilik banyak perusahaan, ini adalah pengalaman pertamanya makan di pinggir jalan, beralaskan tikar dengan makanan murah tapi lezat di lidah.

"Kamu sepertinya orang kaya, tidak apa-apa kan makan di tempat seperti ini?" tanya Teguh karena merasa takut jika Clara tak nyaman.

"Ah, tidak. Aku senang meskipun ini adalah pengalaman pertama. Kita bisa saling ngobrol hangat, bertukar pikiran dan pengalaman," sahut Clara dengan senyumnya yang khas.

Clara memang anak yang ramah dan humble pada siapa saja tanpa menilai pertemanan dari segi harta dan kasta.

"Kamu bekerja di perusahaan mana?" tanya Clara sembari menyendok makanannya.

"Di salah satu cabang perusahaan pemasaran, saya baru tiga bulan bekerja di sana. Itupun setelah menjalani serangkaian test yang sangat banyak, karena aku hanya lulusan SMK."

"Oh, begitu, jadi kamu seperti sales?" kata Clara dengan tersenyum sedikit.

"Ah … iya, mau bagaimana lagi, aku sadar diri tidak memiliki ijazah tinggi." Teguh menyuapkan sendok ke dalam mulutnya sembari tersenyum kecil, meratapi nasibnya.

Clara hanya tertawa, melihat tingkah Teguh yang merendah.

"Apaan, sih, biasa saja lah. Nanti kamu juga punya kesempatan yang sama seperti mereka, makanya tunjukkan saja semua kemampuan terbaik kamu," ucap Clara membuat Teguh merasa mulai bersemangat kembali dengan motivasi darinya.

*

Satu minggu telah berlalu, Teguh dan Clara tidak pernah bertemu lagi. Teguh bekerja dengan giat di sana dengan mengeluarkan semua kemampuannya, dia menjalankan apa yang di katakan oleh Clara. 

Hingga manager perusahaan memanggilnya dan menyuruh Teguh melakukan presentasi di depan klien penting, yang rencananya akan bekerja sama dengan cabang perusahaan tersebut.

"Saya kan baru tiga bulan bekerja di sini, jadi saya takut tidak bisa memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Saya masih belajar dan takut mengecewakan perusahaan," tolak Teguh dengan lembut.

"Tidak ada kata belajar, kalau sudah masuk ke perusahaan apalagi perusahaan sebesar ini, ya, kamu harus siap kalau diperintahkan melakukan sesuatu!" tegas sang manager padanya.

Teguh menimbang-nimbang dan dia berharap jika presentasi ini akan berhasil dan Teguh akan diangkat jabatannya, meskipun belum lama bekerja di sana, mengingat jika tender ini lolos, maka perusahaan akan untung besar.

"Baiklah, saya akan mencobanya!" ucap Teguh dengan yakin, dan manager langsung memberinya bahan-bahan untuk presentasi minggu depan.

*

Di tempat lain, seorang pria paruh baya sangat senang, karena dipertemukan kembali dengan pemuda yang pernah menolongnya. Brian, dia adalah seorang milyarder, pemilik banyak perusahaan yang sahamnya ada di mana-mana.

Brian pernah mengalami musibah kehilangan seluruh uang yang dia bawa saat dirinya pulang dari Surabaya naik kereta api, hingga terlunta-lunta di terminal

Hingga akhirnya, pemuda yang tak lain adalah Teguh itu menolongnya dengan memberikan uang dua ratus ribu, padahal Teguh sendiri hanya memiliki uang tiga ratus ribu saja saat dia hendak berangkat ke Jakarta.

"Jadi, pemuda itu siapa?" tanya Clara pada sang ayah.

“Dia adalah pemuda yang pernah menjadi malaikat penolong papa. Papa sudah lama mencari keberadaannya ke mana-mana, namun, takdir baru mempertemukan kami sekarang.”

Setelah tahu jika Teguh bekerja di salah satu cabang perusahaannya, Brian memerintahkan manager di sana untuk menyuruh Teguh melakukan presentasi di hadapan klien, karena Brian ingin melihat sejauh mana kemampuan Teguh dalam berbicara di depan publik, sebelum dia memutuskan untuk mengangkat Teguh sebagai Direktur di salah satu perusahaan utamanya.

Setelah itu, Brian kembali menceritakan semua kisahnya selama terlunta dan kebingungan di terminal pada Clara, hingga akhirnya bisa pulang dan bertemu dengan keluarganya.

‘Teguh, malaikat penolongku, aku akan memberikan kejutan padamu.’

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dwi Saputra
Kepo sama endingnya
goodnovel comment avatar
Inspirasi Kopi
bagus lanjutkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status