Share

Teka-teki Erick

Pesta belum usai padahal waktu sudah memasuki jam tengah malam. Elsa sudah merasa lelah, tetapi suaminya belum juga mengizinkannya untuk beristirahat. Suaminya masih duduk bersama teman-temannya, bermain kartu bersama dan dirinya harus menemaninya.

“Menjengkelkan,” batin Elsa.

Elsa merasa sangat bosan di tempat itu maka ia pun memikirkan sebuah alasan agar bisa pergi dari tempat itu. Elsa mengedarkan pandangannya, bibirnya tersenyum saat menemukan sebuah alasan agar ia bisa menjauh dari Erick.

“Tenggorokanku terasa kering. Aku ingin mengambil minum.” Elsa berbisik di telinga Erick.

“Jangan terlalu lama.” Erick balas berbisik.

Elsa mengangguk, lalu beranjak dari samping Erick. Langkah kakinya menuju meja tempat beberapa minuman berjejer dengan rapi.

Elsa mengambil satu buah jus jeruk lalu membawanya ke balkon tempat itu. Tiba di balkon Elsa menarik napas lega. Setidaknya ia bisa menghirup udara kebebasan sejenak. Di tempat itu Elsa merasakan angin sejuk yang berhembus menerpa seluruh tubuhnya. Jujur ia merasakan rasa sepi di tempat yang seramai itu.

“Kenapa pengantin perempuan ada di sini sendirian? Kamu tidak berniat untuk kabur, 'kan?”

Elsa mengurungkan niatnya untuk minum dan menoleh ke asal suara, yang ada tepat di belakangnya. Mata Elsa melihat perempuan yang Elsa tahu bernama Raisa.

“Oh, kamu.” Elsa rasanya malas melihat keberadaan Raisa di tempat itu.

“Aku hanya ingin mencari udara segar apa kamu merasa keberatan?” Nada bicara Elsa terdengar seperti sedang menyindir Raisa.

“Tidak, hanya merasa heran saja. Suamimu sedang bersenang-senang di dalam dan kamu sendirian di sini. Apa Erick tidak memperlakukanmu dengan baik,” balas Raisa.

“Terimakasih untuk perhatianmu. Maaf, aku harus kembali pada suamiku,” pamit Elsa.

Elsa berniat untuk pergi. Namun, Raisa mencegahnya dengan kata-katanya.

“Sepertinya kamu merasa sangat bangga ya sudah menikah dengan Erick,” sindir Raisa.

Elsa yang mendengar itu menghentikan gerakan kakinya dan kembali menoleh ke arah Raisa.

“Tentu saja aku bangga sudah menikah dengan orang kaya seperti Erick,” balas Elsa.

Raisa menunjukkan senyum sinisnya. “Sudah aku duga, kamu mau menikah dengan Erick karena uangnya.”

“Lalu kenapa? Erick juga tidak keberatan dengan itu,” balas Elsa.

Raisa melangkah dan berhenti sekitar dua langkah di depan Elsa.

“Asal kamu tahu! Erick hanya memanfaatkanmu untuk membuatku merasa cemburu. Dia sebenarnya belum bisa melupakan aku,” ucap Raisa. “Dan pernikahan ini ... aku dan Erick yang merencanakannya. Dan harusnya aku yang ada di posisi kamu.”

“Benarkah? Lalu kenapa kamu tidak menikah dengan Erick dan kenapa Erick justru menikah denganku?” tekan Elsa.

“Kamu tidak perlu tahu. Yang harus kamu tahu aku akan merebut Erick kembali,” ucap Raisa.

“Kalau begitu lakukan saja jika kamu bisa,” tantang Elsa.

“Ini bagus. Aku akan bisa keluar dari jerat Erick,” batin Elsa.

“Honey, ternyata kamu ada di sini. Aku mencarimu dari tadi.”

Elsa dan Raisa menoleh ke asal suara. Mata mereka melihat Erick sedang melangkah mendekat ke arah mereka.

“Maaf, aku sedang mencari udara segar. Saat aku ingin kembali, dia mengajakku untuk mengobrol,” ucap Elsa.

Erick melirik ke arah Raisa. Namun, segera membuang tatapannya kembali ke arah Elsa. Erick meraih pinggang Elsa untuk mengikis jarak di antara mereka dan satu kecupan Erick berikan pada bibir Elsa.

“Ayo, pergi ke kamar pengantin kita,” ajak Erick.

“Tunggu sebentar. Bisa kamu jelaskan sesuatu padamu dulu, Suamiku,” ucap Elsa.

“Apa?” tanya Erick.

Elsa melihat sekilas ke arah Raisa yang sepertinya sedang terbakar api cemburu.

“Nona itu mengatakan jika resepsi pernikahan ini harusnya untukmu dan dia. Apa itu benar?” Elsa memainkan jarinya di dada Erick. “Dan kamu menikahiku hanya untuk membuatnya cemburu.” Elsa sengaja membuat nada bicaranya semanja mungkin.

Kini giliran Erick yang melihat ke arah Raisa. Terlihat jelas ada rasa ketidaksukaan pada wanita itu. Pandangan Erick kembali pada Elsa. Erick tidak menjawab pertanyaan Elsa, tetapi justru Erick mengangkat tubuh perempuan berstatus istrinya itu.

“Jangan hancurkan malam pertama kita dengan hal-hal yang tidak penting.”

Erick melangkah pergi dari tempat itu masih dengan mengangkat tubuh Elsa.

“Erick, please.” Raisa menahan tangan Erick untuk mencegah Erick pergi. “Apa semudah itu kamu melupakan perasaan cintamu padaku. Aku akui jika aku memang melakukan kesalahan, tapi tolong maafkan aku.”

Perkataan Raisa makin membuat banyak tanda tanya di kepala Elsa. Namun, satu hal yang Elsa yakini yaitu Erick dan Raisa pernah berhubungan.

“Maaf, Nona Raisa. Jaga sikap Anda, saya laki-laki yang sudah beristri.” Erick tetap melangkah pergi meski Raisa berusaha menahannya.

Elsa yang ada dalam gendongan Erick melihat ke arah Raisa. Elsa bisa melihat Raisa menangis.

“Suamiku, kamu jahat sekali membuat wanita itu menangis sampai seperti itu,” ucap Elsa.

Erick tidak bergeming dan tetap melangkah. Sampai saat mereka keluar dari tempat resepsi mereja, Erick menurunkan tubuh Elsa.

“Kamu bisa jalan sendiri, 'kan?” Erick menurunkan tubuh Elsa dengan sedikit kasar membuat Elsa hampir terjatuh.

“Apa yang kamu lakukan, hah! Apa kamu ingin membuatku terjatuh!” omel Elsa.

“Tadi sikapnya sangat manis dan sekarang tiba-tiba jadi kasar. Dasar laki-laki aneh,” gerutu Elsa.

Erick mendengar omelan Elsa, tetapi laki-laki tidak berminat untuk membalas perkataannya. Justru Erick pergi tanpa bicara apapun.

“Hei, Tuan Erick Bramasta!” panggil Elsa. “Aku pikir ucapan perempuan itu benar, jika kamu menikahiku hanya kerana ingin membuatnya cemburu.” Ucapan Elsa berhasil membuat langkah Erick terhenti.

“Setidaknya ucapkan kata terimakasih padaku karena aku sudah membantumu,” ucap Elsa.

Tidak ada respon dari Erick bahkan laki-laki itu tidak menoleh ke arah Elsa dan tetap berdiri membelakangi Elsa. Mendadak suasana menjadi hening, keduanya berdiri dengan saling diam.

Sebenarnya Elsa menunggu respon dari Erick, tetapi laki-laki masih betah untuk membisu.

“Baiklah lupakan saja ucapanku tadi,” ucap Elsa.

Mata Elsa melebar saat Erick tiba-tiba meninggalkannya. Elsa melihat Erick pergi tanpa bicara apapun meski berulang kali dirinya memanggilnya.

“Hei, Tuan ... tunggu!”

“Astaga kenapa dia tega meninggalkan aku.” Elsa berlari kecil untuk menyusul langkah Erick. “Haduh, sepatu ini menyusahkan saja.” Elsa melepas sepatu hak tingginya dan berlari menyusul Erick.

“Hei, aku tidak marah karena kamu tidak menjawab pertanyaanku. Tapi setidaknya jangan tinggalkan aku di sini. Aku tidak tahu di mana letak kamarku,” ucap Elsa.

Bersyukur di lorong hotel itu hanya ada mereka berdua, jika tidak maka bisa dipastikan mereka akan menjadi tontonan.

Elsa masih melangkah dengan berlari kecil. Sungguh Elsa sangat tersiksa saat itu apalagi dengan gaunnya yang panjang.

“Erick.”

Elsa melihat sosok Reza ada di depan salah satu kamar hotel itu. Reza nampak membukakan pintu untuk Erick.

“Silahkan, Tuan, Nyonya,” ucap Erick.

Erick melangkah masuk ke dalam kamar itu diikuti oleh Elsa. Saat tiba di dalam kamar, Elsa berdiri tepat di belakang Erick. Napasnya naik turun karena lelah mengejar Erick dan karena menahan emosi yang ada di dirinya.

“Erick, apa maumu sebenarnya. Jika kamu memang masih mencintai Raisa, lalu kenapa kamu tidak menikah saja dengannya dan kamu tidak perlu repot-repot memperlakukan aku seperti ini.” Elsa yang sudah sangat emosi akhirnya meluapkan kekesalannya.

Lagi-lagi Erick tidak merespon ucapan Elsa, tetapi justru berbalik dan langsung meraup bibir Elsa.

“Aku suka wangi parfum yang kamu pakai ini,” bisik Erick. “Begitu menggoda dan menenangkan aku.”

Jantung Elsa seakan berlari maraton dan tubuhnya seolah merasakan sengatan listrik setelah mendengar bisikan Erick. Elsa merasakan kebingungan pada sikap Erick. Kadang-kadang sikap Erick begitu lembut, kasar, dingin dan suka seenaknya sendiri. Elsa benar-benar tidak mengerti mana sikap Erick yang sebenarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status