Elsa sedang duduk di depan meja rias dengan pandangan tidak terbaca, entah itu bahagia atau sedih. Setelah satu jam yang lalu Erick sudah mengikrarkan janji suci yang membuat Elsa resmi menjadi istrinya yang sah.
Di samping Elsa ada beberapa orang sedang mendandaninya. Gaun putih panjang menjuntai hingga lantai sudah melekat di tubuh ramping Elsa. Sangat pas dan menampakan lekuk tubuhnya. Rambutnya sudah disanggul dan ada sebuah mahkota bertahtakan permata menghiasi kepalannya.
Harusnya Elsa merasa bahagia dengan kemewahan itu. Namun, Elsa mendapatkannya dari sebuah ancaman membuatnya tidak merasa bahagia.
“Sudah selesai, Nona,” ucap salah satu make-up artist itu.
Sepertinya Elsa sedang dalam dunianya sendiri, sehingga tidak mendengar apa yang baru saja make-up artist itu katakan.
“Nona ...,” panggilnya lagi.
Tetap tidak ada respon dari Elsa.
Tiga orang make-up artist di samping Elsa melihat pantulan Erick pada cermin yang ada di hadapan mereka. Erick juga memberi isyarat agar mereka semua pergi dari ruangan itu.
Kini tinggal Erick dan Elsa yang ada di ruangan itu. Erick berdiri tidak jauh dari Elsa. Sejenak Erick memandang Elsa dari tempat.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Erick.
Tidak ada respon dari Elsa.
Erick bukanlah orang yang sabar. Laki-laki angkuh itupun memutuskan untuk menghampiri Elsa. Erick berdiri tepat di belakang tubuh Elsa yang sedang duduk di depan meja rias. Pandangan Elsa kosong dan Erick pun tahu itu.
Erick memposisikan kedua tangannya di pundak Elsa lalu sedikit menekannya. Tindakan Erick itu membuat Elsa langsung tersadar dari lamunannya.
Pandangan Elsa dan Erick bertemu pada cermin yang ada di hadapan mereka.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Erick mengulangi perbuatannya.
“Tidak ada,” jawab Elsa.
“Benarkah?” Erick pastinya tidak akan percaya. “Jika tidak kenapa kamu tidak merespon pertanyaanku dari tadi?”
Elsa menundukkan wajahnya untuk mengindari tatapan Erick.
Melihat itu Erick membungkukkan badannya menaruh dagunya di pundak Elsa. “Dengar Elsa, sekarang kamu adalah istrinya Erick Bramasta. Jadi jangan tunjukkan raut wajah sedihmu ini. Dan jangan pernah menundukan wajahmu di hadapan orang lain.”
Erick mengangkat dagu Elsa dengan tangannya. Tatapan Erick kembali mengarah pada pantulan wajah Elsa di cermin.
“Tunjukan wajahmu penuh percaya dirimu pada semua orang. Wajah yang sering kamu tujukan pada semua orang saat kamu sedang berjalan di atas catwalk,” pinta Erick.
Melihat tatapan mata Erick yang begitu dingin membuat Elsa mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Bagus!”
Erick membantu Elsa untuk berdiri lalu menghadapkan Elsa ke arahnya. Diraihnya dagu Elsa kembali untuk mengangkat wajahnya.
“Tunjukan wajah bahagiamu. Kamu mengerti!”
Nada bicara Erick begitu lembut. Namun, terdengar begitu mengerikan. Elsa pun tidak punya pilihan lain selain menganggukkan kepalanya.
Erick menjauhkan tangannya dari dagu Elsa, tetapi Erick menarik pinggang Elsa untuk mengikis jarak di antara mereka.
Satu kecupan Erick berikan pada bibir Elsa dan Elsa pun membalasnya.
Elsa mengumpat dalam hatinya, ia tidak tahu kenapa dirinya tidak bisa menolak sentuhan Erick.
“Ayo para tamu sudah menunggu kita,” ajak Erick.
Elsa merangkul lengan Erick. Sebelum melangkah Elsa lebih dulu menarik napas lega untuk menetralkan rasa gugupnya.
“Ayo, aku sudah siap,” ucap Elsa.
Bibir Erick tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman.
Erick dan Elsa melangkah bersama menuju tempat resepsi pernikahan mereka. Resepsi pernikahan mereka berlangsung di salah satu hotel milik Erick.
Elsa mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Erick. Rasanya sangat gugup.
“Rileks, Honey,” bisik Erick di telinga Elsa.
Elsa melihat sekilas ke arah Erick, ternyata laki-laki itu menyadari kegugupannya.
“Ayo.” Erick mengajak Elsa untuk berjalan dan Elsa pun menganggukinya.
Elsa melangkah anggun di atas red carpet yang sudah disediakan khusus untuk mereka. Elsa hampir pingsan saat melihat resepsi pernikahannya begitu mewah dan meriah. Jujur Elsa sangat kaget dalam waktu sesingkat itu Erick mampu menyiapkan pesta semewah itu.
Elsa dan Erick diarahkan untuk duduk di atas pelaminan yang sudah disiapkan untuk mereka.
“Aku terkesan denganmu Erick. Dalam waktu yang sesingkat ini kamu mampu menyiapkan pesta semewah ini,” puji Elsa.
“Aku adalah Erick Bramasta. Aku bisa melakukan apapun dalam waktu singkat,” ucap Erick yang membanggakan dirinya.
Elsa mendengkus kesal, sebenarnya ada rasa penyesalan dalam diri Elsa karena sudah memuji Erick.
“Aku menyesal sudah memujimu. Aku lupa sedikit pujian akan membuat kepalamu semakin besar,” ucap Elsa.
“Aku tidak menyuruhmu untuk memujiku,” balas Erick.
“Kamu —” Ucapan Elsa terpotong saat Niken menghampiri mereka.
“Elsa.” Niken melangkah dengan merentangkan kedua tangannya.
“Niken.” Elsa menyambut uluran tangan Niken.
“Selamat ya.” Niken dan Elsa saling memberikan ciuman pada pipi kiri dan kanan satu sama lain.
“Terimakasih,” balas Elsa.
“Setelah ini aku harap Amanda tidak lagi menyudutkan dirimu tentang masalah dengan suaminya,” ucap Niken.
“Stttt ....” Elsa memberikan kode pada Niken untuk berhenti bicara. “Apa kamu ingin suamiku itu menghabisiku saat dia mendengar perkataanmu ini.” Elsa berbisik di telinga Niken.
“Kamu rayu saja dia. Pasti dia akan bertekuk lutut di hadapanmu nanti,” balas Niken.
“Ck, kamu ini.” Elsa menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang baru saja Niken katakan.
“Maaf apa kalian sudah selesai mengobrol?” tanya seorang tamu yang ada di sana. “Kami juga ingin memberikan selamat pada kedua pengantin baru itu,” lanjutnya.
Niken dan Elsa sama-sama melihat antrian panjang yang ada di belakang Niken.
“Ops, maaf.” Niken segera menyingkir dari hadapan Elsa. “Dah, sampai nanti. Sekali lagi selamat untuk pernikahan kalian,” ucap Niken sebelum pergi dari tempat itu.
Malam semakin larut, tetapi justru pesta terasa makin meriah. Tawa dan canda menghiasi pesta itu. Begitu banyak kebahagiaan di dalam pesta itu termasuk kebagian pada diri Elsa. Namun, sayangnya kebahagiaan itu sebagian dari acting Elsa saja. Jika saja kebahagiaan itu nyata mungkin akan terasa sangat indah.
“El, selamat ya,” ucap Lina. “Kakak senang dan merasa lega karena kamu sudah ada yang menjaganya,” ucap Lina.
Menjaga dari mana? Laki-laki itu justru akan menindasku setiap detiknya.
Elsa menyungginkan senyum pada kakaknya agar kakaknya tidak merasa cemas ataupun khawatir pada kehidupannya kelak.
“Ibu, ayo kita pulang,” rengek Gevan.
Elsa dan Lina sama-sama menoleh ke arah Gevan yang berada dalam gendongan Abian.
“Iya, Nak,” sahut Lina. “Ayo beri salam dulu pada papi dan mamimu,” suruh Lina.
“Dah, mami-papi. Aku pulang dulu,” ucap Gevan dengan suara khasnya anak kecil.
“Dah, Sayang.” Erick mengusap kepala Gevan.
“Papi jangan lupa cepat berikan Gevan adik biar Gevan punya teman main,” ucap Gevan dengan begitu polosnya.
Mata Elsa melebar dan tidak percaya dengan apa yang baru saja telinganya dengar. Darimana Gevan punya pikiran seperti itu.
“Gevan, siapa yang mengajarimu bicara seperti itu?” tanya Lina.
“Papi Erick,” jawab Gevan dengan polosnya.
Mata Elsa, Lina, dan Abian mengarah pada Erick yang berpura-pura memandang ke arah lain.
“Apa yang kamu ajarkan pada Gevan?” tanya Elsa.
Pandangan mata Elsa begitu menakutkan.
“Anak kecil ini begitu pintar. Dia yang mengajukan penawaran padaku,” jawab Erick.
“Bagaimana bisa anak sekecil ini mengajukan penawaran padamu.” Elsa jelas tidak percaya pada Erick begitu saja.
“Dia tidak memperbolehkan aku untuk membawamu pergi waktu itu. Aku mencoba membujuknya dengan menjanjikan sebuah mainan padanya, tapi dia menolak. Saat aku tawarkan seorang adik untuknya baru dia mengizinkan aku untuk membawamu,” jelas Erick.
“Aku tidak percaya padamu,” ucap Elsa.
“Aku tidak memintamu untuk percaya padaku,” balas Erick.
Lina dan Abian menahan tawa mereka dan hanya mampu menghela napas mereka.
“Hei, sudah hentikan! Bertengkarnya lanjut nanti saja di kamar kalian,” goda Lina.
“Kakak!” protes Elsa.
“Kami harus pulang, Gevan sepertinya sudah sangat kelelahan,” pamit Lina dan juga Abian.
“Tapi, Kak ....”
“El, tenang saja di sini ada suamimu yang akan menjagamu,” ucap Lina.
Elsa hanya mampu mengangguk dengan wajah tertunduk.
“Kalian tenang saja aku akan menjaganya.” Erick melingkarkan tangannya ke pinggang Elsa.
Elsa melihat ke arah Erick rasanya sangat aneh mendengar suaminya bicara semanis itu.
Pesta belum usai padahal waktu sudah memasuki jam tengah malam. Elsa sudah merasa lelah, tetapi suaminya belum juga mengizinkannya untuk beristirahat. Suaminya masih duduk bersama teman-temannya, bermain kartu bersama dan dirinya harus menemaninya.“Menjengkelkan,” batin Elsa.Elsa merasa sangat bosan di tempat itu maka ia pun memikirkan sebuah alasan agar bisa pergi dari tempat itu. Elsa mengedarkan pandangannya, bibirnya tersenyum saat menemukan sebuah alasan agar ia bisa menjauh dari Erick.“Tenggorokanku terasa kering. Aku ingin mengambil minum.” Elsa berbisik di telinga Erick.“Jangan terlalu lama.” Erick balas berbisik.Elsa mengangguk, lalu beranjak dari samping Erick. Langkah kakinya menuju meja tempat beberapa minuman berjejer dengan rapi.Elsa mengambil satu buah jus jeruk lalu membawanya ke balkon tempat itu. Tiba di balkon Elsa menarik napas lega. Setidaknya ia bisa menghirup udara kebebasan sejenak. Di tempat itu Elsa merasakan angin
Area Dewasa sebaiknya bijak dalam memilih bacaan.Happy readingElsa selalu dibuat dibuat tidak berdaya saat Erick menyentuhnya. Seperti pada malam pertama mereka setelah pernikahan. Rasa kesal yang Elsa rasakan pada Erick seketika sirna saat Erick menciuminya.Sentuhan lembut itu benar-benar memabukkan diri Elsa. Bahkan Elsa tidak sadar jika gaun yang melekat di tubuhnya sudah lolos dari tubuhnya. Elsa baru sadar saat tubuhnya melayang di udara, karena Erick yang mengangkatnya.“Mandilah.”“Turunkan aku!” pinta Elsa.“Bagaimana jika aku tidak mau,” tanya Erick.Elsa menggeram tertahan. Sebenarnya Elsa merasa malu karena kini ia hanya memakai pakaian dalamnya.“Hei, ayolah turunkan aku. Aku masih bisa jalan sendiri,” pinta Elsa, tetapi lagi-lagi Erick menggelengkan kepalanya.“Kalau kamu tidak mau menurunkan aku maka akan menggigitmu,” ancam Elsa.“Lakukan saja jika kamu bisa,” tantang Erick.“Baiklah, tapi jangan sal
Ingin menolak, tetapi tubuhnya serasa berkhianat. Itulah yang sedang Elsa rasakan. Mulutnya mengatakan benci, tetapi tidak bisa menolak sentuhan seorang Erick Bramasta. Apalagi laki-laki itu sudah menyandang gelar sebagai suaminya.Setelah resepsi pernikahan mereka selesai, Elsa dan Erick pergi beristirahat di dalam kamar yang sudah disiapkan khusus untuk mereka. Meksipun awalnya adaketegangan kecil di antara mereka, tetapi karena sebuah hasrat membuat mereka kembali menyatu.Elsa benar-benar dibuat seperti hilang akal oleh Erick. Laki-laki itu selalu tahu di bagian mana harus menyentuhnya. Elsa bahkan sampai membungkam mulutnya karena takut suara desahannya terdengar hingga ke luar kamar itu.Akan tetapi Elsa tidak tahu, jika kamar itu ternyata kedap suara. Sekencang apapun Elsa berteriak tidak akan ada yang mendengarnya.Erick sendiri sudah benar-benar tidak bisa menahan hasratnya. Apalagi saat melihat tubuh polos nan seksi Elsa dipenuhi oleh kelopak bu
Elsa masih berdiri di depan cermin untuk menatap pantulan wajahnya. Elsa menatap setiap tetes air mata yang keluar dari matanya. Di dalam cermin Elsa seolah melihat nasib dirinya. Elsa merasa tidak akan ada kebahagiaan yang akan menghampiri hidupnya.Berawal dari kandasnya hubungannya dengan Bobi, melahirkan anak untuk kakaknya, dan kini Elsa menikah dengan seorang laki-laki kaya raya karena sebuah ancaman.Sudah hampir satu jam dirinya berada di dalam kamar mandi. Namun, sepertinya tidak ada niatan Elsa untuk keluar. Elsa masih melihat pergelangan tangan yang memarah akibat cengkraman tangan Erick.Hanya karena kopi, Elsa harus merasakan rasa sakit itu. Namun, Elsa juga tidak memungkiri itu juga kesalahannya. Saat membuat kopi mendadak ia teringat akan Bobi.Tok Tok tokKetukan pintu atau lebih tepatnya gedoran pintu kamar mandi mengejutkan Elsa. Dan itu langsung membuyarkan semua lamunan Elsa.“Apa kamu berniat untuk bunuh diri di dalam sana, El
Elsa yang awalnya melangkah mendahului Erick, kini berpindah melingkarkan tangannya ke lengan kekar Erick saat orang-orang menatapnya aneh. Keduanya melangkah bersama menuju lobi hotel.Tiba di lobi hotel, Reza sudah ada di sana dengan mobilnya.“Kamu pulanglah dulu. Aku masih ada urusan,” ujar Erick.“Baiklah. Tapi aku tidak akan menunggumu pulang jika kamu pulang ke rumah nanti larut malam,” ucap Elsa.“Terserah kamu saja,” balas Erick.“Ya sudah.” Elsa masuk ke dalam mobil meninggalkan Erick di lobi hotel.“Jalan!” perintah Elsa pada Reza.“Baik, Nyonya,” sahut Reza.Mobil yang membawa Elsa mulai melaju dan meninggalkan pintu masuk hotel. Secara tidak sengaja, Elsa melihat Erick masuk ke dalam mobil bersama Raisa. Alis Elsa menyatu merasa heran dengan itu.“Jadi dia akan pergi bersama Raisa,” batin Elsa.Pandanga
“Nyona, semua barang-barang Anda sudah saya rapikan di dalam lemari.”Perkataan Melani membuat Elsa sedikit tersentak. Dengan segera Elsa menyapu air mata yang sempat menetes dan jatuh ke pipinya. Setelah itu Elsa berbalik dan kembali melangkah ke dekat Melani.“Terimakasih, Melani,” ucap Elsa.“Sama-sama, Nyonya,” balas Melani.“Ini sudah masuk waktu makan siang, Nyonya. Anda ingin makan apa? Biar saya siapkan,” tanya Melani.“Tidak usah, buatkan aku jus strawberry saja,” pinta Elsa.“Baiklah, Nyonya. Saya akan bawakan jus strawberry yang Anda minta ke sini,” ucap Melani.“Apa di sini ada kolam berenang?” tanya Elsa.“Ada, Nyonya,” jawab Melani.“Antar aku ke sana sekalian bawa minuman yang aku minta ke sana,” ucap Elsa.“Baik, Nyonya. Mari ikut saya,” ajak Melani.Elsa mengangguk, lalu beranjak dari atas tempat tidur dan melangkah membuntuti Melani. Keduanya melangkah menuruni anak tangga ke lantai dasar.“Di
Puas bermain di kolam berenang Elsa dan Erick meninggalkan area kolam berenang. Elsa yang senang akan pergi berlibur ke Swiss, melangkah dengan bergelayut manja di lengan suaminya.“Reza, kuras air kolam sekarang,” perintah Erick.“Baik, Tuan.” Reza mengangguk tanpa banyak bertanya.Elsa masih bergelayut manja di lengan Erick sampai mereka tiba di dalam kamar mereka. Elsa lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi untuk membilas tubuhnya.Elsa membuka handuk kimononya yang langsung memperlihatkan pakaian renangnya yang sobek.“Ck, dia selalu saja tidak sabaran,” decak Elsa.Elsa melepas pakaian renangnya dan membuangnya ke tempat sampah. Kakinya membawanya ke tempat mandi. Tangannya menyalakan shower mode air hangat untuk mengguyur tubuhnya.Selesai mandi, Elsa kembali mematikan keran shower lalu menyambar handuk yang tidak jauh dari tempatnya mandi. Setelah melilitkan handuk ke tubuhnya, Elsa keluar dari dalam kamar mandi.Di dalam kamar,
Tepat pukul 1 siang Elsa dan Erick sudah berada di dalam sebuah private jet yang akan membawa mereka ke Swiss. Mereka duduk bersebelahan di dalam pesawat itu. Ada senyum kebahagiaan di bibir mereka terutama Elsa. Senyumnya merekah seperti bunga yang baru saja mekar. Jujur Elsa merasa sangat bahagia akhirnya ia bisa pergi ke Swiss.“Kamu tahu ... aku sudah lama ingin pergi ke Swiss. Dan akhirnya kini aku bisa ke sana,” seru Elsa.“Kalau begitu apa yang akan kamu berikan padaku untuk membalasnya.” Erick menyentuh dagu Elsa.“Apa ya?” Elsa nampak berpikir apa yang akan ia berikan pada Erick. “Bukankah kamu sudah memiliki semuanya. Lalu apa lagi yang kamu inginkan?”“Benar juga, aku sudah memiliki semuanya. Baiklah akan aku pikirkan nanti, aku akan memintanya jika aku sudah tahu apa yang aku inginkan,” ucap Erick.“Jangan meminta sesuatu yang sulit atau bahkan yang tidak bisa aku berikan