Area Dewasa sebaiknya bijak dalam memilih bacaan.
Happy reading
Elsa selalu dibuat dibuat tidak berdaya saat Erick menyentuhnya. Seperti pada malam pertama mereka setelah pernikahan. Rasa kesal yang Elsa rasakan pada Erick seketika sirna saat Erick menciuminya.
Sentuhan lembut itu benar-benar memabukkan diri Elsa. Bahkan Elsa tidak sadar jika gaun yang melekat di tubuhnya sudah lolos dari tubuhnya. Elsa baru sadar saat tubuhnya melayang di udara, karena Erick yang mengangkatnya.
“Mandilah.”
“Turunkan aku!” pinta Elsa.
“Bagaimana jika aku tidak mau,” tanya Erick.
Elsa menggeram tertahan. Sebenarnya Elsa merasa malu karena kini ia hanya memakai pakaian dalamnya.
“Hei, ayolah turunkan aku. Aku masih bisa jalan sendiri,” pinta Elsa, tetapi lagi-lagi Erick menggelengkan kepalanya.
“Kalau kamu tidak mau menurunkan aku maka akan menggigitmu,” ancam Elsa.
“Lakukan saja jika kamu bisa,” tantang Erick.
“Baiklah, tapi jangan salahkan aku jika kamu akan merasakan kesakitan nantinya.”
Elsa mengalungkan tangannya ke leher Erick, saat Elsa ingin menggigit leher Erick, taringnya mendadak hilang saat hidungnya mencium harum tubuh Erick. Niatnya untuk menggigit leher Erick pun sirna. Dan kini justru Elsa merebahkan kepalanya dan menyembunyikana wajahnya di perpotongan leher Erick.
“Nyamannya,” batin Elsa.
Elsa merasakan tubuhnya mulai merosot, karena Erick menurunkannya secara perlahan tidak seperti sebelumnya. Kaki telanjang Elsa merasakan dingin saat menyentuh lantai.
Elsa berdiri masih dengan mengalungkan kedua tangannya ke leher Erick. Rasanya tidak rela untuk mengakhiri rasa nyaman itu.
“Kenapa? Kamu ingin aku mandikan juga,” bisik Erick di telinga Elsa. “Aku tidak akan keberatan untuk itu.”
Bisikan Erick seperti anak panah yang melesat dan menancap tepat di jantungnya. Elsa pun tersadar dari rasa terlenanya pada Erick.
“Ti-dak usah, aku bisa mandi sendiri.” Elsa menjauhkan tubuhnya dari Erick lalu berbalik dan berdiri membelakangi Erick.
Mata Elsa berbinar saat melihat bak mandi berukuran besar dengan taburan kelopak bunga mawar merah dan putih ada di hadapannya. Belum lagi lilin beraroma terapi berada di sekelilingnya.
Rasanya Elsa sudah tidak sabar ingin masuk ke dalamnya. Namun, seketika ingatan Elsa kembali pada ucapan Raisa.
“Apa ini juga disiapkan untuk dirinya.” Elsa bicara dalam hatinya.
Elsa tersentak saat merasakan pelukan Erick dari belakang.
“Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu menunggu aku untuk melemparmu ke dalam bak itu,” goda Erick.
Elsa memicik tajam ke arah Erick, tetapi justru mata Elsa melihat kekehan laki-laki itu.
“Terimakasih untuk tawarannya.” Terdengar begitu jelas jika nada bicara Elsa sedang mencoba menahan amarahnya.
Elsa memilih untuk segera masuk ke dalam bak mandi berukuran besar itu. Dirinya tidak ingin mengambil resiko kalau Erick benar-benar akan melemparkannya ke dalam bak mandi.
“Masa bodo jika laki-laki itu menyiapkan ini semua untuk wanita lain. Yang terpenting saat ini aku lah yang menikmati semua kemewahan ini,” batin Elsa.
Elsa merasakan rasa lelahnya hilang saat tubuhnya terendam di dalam bak besar itu. Kelopak mata Elsa mulai terpejam untuk menikmati kenyamanan itu.
Beberapa saat kemudian Elsa membuka matanya saat merasakan gerakan pada air di bak mandi itu. Pemandangan yang pertama Elsa lihat adalah perut bak roti sobek milik Erick.
“Ma-u apa kamu?” tanya Elsa dengan gugupnya.
Elsa segera memalingkan wajahnya saat melihat tubuh telanjang Erick. Padahal itu bukan untuk yang pertama kalinya Elsa melihat bagian tubuh Erick, tetapi rasa malu itu masih Elsa rasakan.
“Kenapa, memangnya hanya kamu saja yang ingin berendam di sini,” sahut Erick.
“Minumlah! Ini bisa menghangatkan tubuhmu.” Erick memberikan gelas kristal berkaki berisi wine.
Elsa memalingkan wajahnya kembali ke arah Erick dan menerima gelas yang Erick sodorkan padanya.
“Terimakasih,” ucap Elsa.
Elsa meminum wine yang Erick berikan, lalu sekilas melihat ke arah Erick. Alis Elsa terangkat sebelah saat melihat raut wajah Erick. Meskipun Erick tidak mengatakan apapun, tetapi Elsa bisa mengetahui jika Erick sedang memikirkan sesuatu.
“Apa yang sebenarnya laki-laki itu sembunyikan. Huh, untuk apa aku peduli. Dia bahkan tidak ingin mengatakan apapun padaku.” Elsa bicara sendiri di dalam hatinya.
“Raisa ... dia mantan kekasihku.”
Elsa hampir saja tersedak saat Erick tiba-tiba bicara mengenai Raisa.
“Mantan kekasihmu?” Elsa mengulang perkataan Erick.
Erick pun mengangguk. “Memang benar jika pernikahan ini kami yang mengaturnya. Dan harusnya tepat di hari ini kami menikah.”
“Tapi ....” Erick menghentikan ucapannya.
“Tapi apa?” Elsa nerada penasaran apa yang akan Erick katakan selanjutnya.
“Empat bulan yang lalu rencana itu gagal. Semua rencana itu gagal saat aku tahu jika ia sudah berkhianat,” ucap Erick. “Dia ... hamil.”
“Hamil? Mak-sudnya Raisa hamil anak orang lain?” Erick mengangguk dengan wajah tertunduk.
“Dan yang paling menyakitkan dia hamil dengan ... Vero,” aku Erick.
Elsa tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya, hingga ia tersedak air liurnya sendiri.
“Vero ... kakakmu itu?”
“Dia bukan kakakku, dia hanyalah anak bawaan dari suami ibuku,” jelas Erick.
“Jadi dia itu saudara tirimu?”
Erick hanya diam, dia tidak suka jika orang menyebut Vero sebagai saudaranya.
“Jika itu terjadi 4 bulan yang lalu, harusnya perut Raisa sudah membucit 'kan? Tapi aku lihat tubuhnya biasa saja. Dia masih sangat seksi,” ucap Elsa.
“Dia sudah mengugurkannya karena ingin kembali bersamaku,” jelas Erick.
“Ya Tuhan kenapa wanita itu tega sekali.” Elsa merasa sangat terkejut melihat itu.
“Lalu bagaimana dengan Vero? Apakah dia tahu tentang ini?” tanya Elsa.
“Aku rasa tidak,” jawab Erick.
“Hah!”
Elsa benar-benar tidak habis pikir di mana pikiran Raisa. Harusnya dirinya memberitahukan pada ayah dari bayinya, tetapi justru perempuan itu menggugurkan janinnya hanya karena ingin kembali bersama Erick.
“Baiklah, sekarang aku mulai mengerti. Jadi alasan kamu menikahiku karena ingin membalas perbuatan Raisa dan ingin menghindar darinya?”
Erick menoleh ke arah Elsa yang membuat pandangan mereka bertemu. “Lebih dari itu.”
“Hah! Apa maksudmu?” tabya Elsa tidak mengerti.
“Nanti kamu juga akan tahu.” Erick menyentuh dagu Elsa dan mencuri kecupan pada bibir Elsa.
“Ck, selalu saja kamu seperti ini,” decak Elsa.
“Kita bahkan sudah sering melakukan hal yang lebih dari ini, tapi kenapa kamu masih malu juga,” goda Elsa.
“Terserah padamu saja.” Elsa memilih untuk diam dari pada harus berdebat dengan Erick.
“Baiklah, Tuan Erick Bramasta. Katakan satu hal padaku ... kapan kamu akan menceraikan aku?” tanya Elsa.
Erick tertegun mendengar pertanyaan Elsa. Namun, Erick berusaha menutupinya.
“Kenapa terburu-buru. Kita bahkan belum memberikan Gevan seorang adik,” goda Erick.
Glek
Elsa menelan air liurnya sendiri untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak terasa kering.
“Jangan menatapmu dengan tatapan mesum seperti itu.” Elsa mengerutkan bibirnya membuat Erick tertawa.
Elsa langsung menatap Erick saat mendengar gelak tawa laki-laki itu.
“Hei, ternyata kamu bisa tertawa juga,” ledek Elsa.
Mendengar ledekan Elsa, Erick seketika berhenti tertawa dan kembali memasang wajah dinginnya.
Melihat itu Elsa menyipratkan air ke wajah Erick dengan tangannya. “Ayolah tertawa lagi. Ini moment yang sangat langka.”
“Elsa, hentikan!” pinta Erick.
“Tidak sebelum kamu tertawa lagi,” tolak Elsa.
Elsa terus menyipratkan air ke wajah Erick dengan tawanya. Namun, siapa sangka Erick meraih tangannya membuat Elsa berhenti menyipratkan air ke wajah Erick.
“Kamu ingin bermain-main denganku, Honey?”
Elsa mencoba melepaskan tangannya dari Erick saat merasakan adanya bahaya. Namun, Erick justru menarik Elsa membawanya ke dekatnya.
Kulit tubuh mereka bersentuhan membuat hasrat mereka mendadak muncul. Erick memajukan wajahnya dan mengecup bibir Elsa.
Elsa yang sudah terpancing hasratnya pun mulai membalas ciuman Erick. Kecupan lembut itu perlahan berubah lebih menuntut.
“Apa kamu mau aku melakukannya di sini?” bisik Erick.
Langit gelap bertaburan bintang, rembulan bersinar terang untuk menyinari malam. Nampak sunyi, tetapi tidak dengan ruangan besar nan megah, tempat yang biasa Erick dan Elsa gunakan untuk tidur.Saat ini Elsa tidak berhenti meracau saat Erick menggerakkan tubuhnya maju mundur di atasnya. Laki-laki memberikan kenikmatan yang luar biasa hingga membuat Elsa hampir kehilangan akal.“Erick, apa kamu ingin membuat aku gila?” racau Elsa.Erick hanya tersenyum mendengar racauan Elsa. Erick sengaja tidak membiarkan istrinya itu diam, karena suara desahan Elsa makin membuatnya bersemangat.Erick pun sama dengan Elsa yang hampir kehilangan akal, ia juga merasakan hampir kehilangan akal setelah satu minggu memendam hasratnya pada istrinya.Tubuh Elsa seolah sudah menjadi candu bagi Erick. Ditambah tubuh mulus dan dua bongkahan di dada Elsa yang selalu terlihat menantang dirinya un
Elsa sedang berbelanja di supermarket bersama Melani dan salah satu asisten rumah tangga di rumahnya. Rencananya Elsa ingin memasak, lebih tepatnya menyuruh para pelayan di rumahnya untuk memasak makanan kesukaan kakak, kakak iparnya, dan juga Gevan.Sebenernya Elsa tidak harus bersusah payah untuk belanja di supermarket, dirinya tinggal menelepon salah seorang staf di supermarket itu dan apapun yang Elsa inginkan akan dikirim langsung ke rumahnya. Namun, Elsa tidak mau melakukan itu. Elsa sengaja memilih untuk pergi berbelanja sendiri agar bisa mencari alasan untuk berjalan-jalan.Dua troli sudah terisi penuh oleh belanjaan Elsa. Istri dari Erick Bramasta itu mengajak kedua asistennya untuk membayar belanjaan mereka ke kasir.“Ayo kita bayar ini semua. Setelah itu kita pulang,” ajak Elsa.“Mari, Nyonya,” ucap Melani.Elsa melangkah diikuti dua asistennya
Pagi hari yang cerah, Elsa bersenandung kecil setelah mandi. Elsa melangkah menuju lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian yang akan ia kenakan. Dress ketat berwarna merah dengan panjang di atas lutut menjadi pilihan bagi Elsa.“Kamu terlihat bahagia sekali.”Elsa menoleh ke arah kamar tidur. Ternyata suaminya sudah bangun. Mata Elsa melihat Erik sudah duduk bersandar di kepala ranjang.“Eh ... kamu sudah bangun, Suamiku,” ucap Elsa.“Apa yang sedang kamu pikirkan? Hingga membuatmu merasa bahagia dan tidak mengetahui aku sudah bangun dari tadi,” tanya Erick. “Apa karena kamu berfoto dengan artis idolanya itu.”“Kamu masih merasa cemburu juga!” Elsa terkikik geli.“Jangan menghayal terlalu tinggi nanti jatuhnya akan terasa lebih sakit.” Erick mendengkus kesal.“Ya, ya, ya terserah kamu saja. Aku hanya menyambut pagi hari dengan kebahagian. Agar kita bisa me
Kedua tangan Erick menggenggam kuat besi pembatas yang ada di hadapannya. Rahangnya mengeras dan tatapannya tajam saat melihat Elsa bermesraan dengan laki-laki lain. Istrinya benar-benar seperti sedang menguji kesabarannya.“Ayo, kita pulang!” ajak Erick.Reza dan kedua laki-laki yang merupakan body guard Erick berjalan mengikuti Erick yang sedang terlihat kesal.Elsa sendiri tidak menyadari kehadiran dan kepergian suaminya. Elsa masih asik berfoto serta berbincang dengan artis idolanya.Tidak terasa hari sudah semakin sore. Elsa harus segera kembali ke rumah sebelum Erick pulang.“Kak ayolah ikut denganku. Aku membawakan Kakak banyak oleh-oleh, aku juga ingin menunjukan rumahku pada Kakak,” rengek Elsa.“El, lain kali saja. Mas Abi sebentar lagi akan pulang dari kantornya,” tolak Lina.“Ck, ya sudah. Tapi besok-besok Kakak tidak boleh menolak saat aku meminta kakak untuk datang ke rumahku,&rd
Setelah mengantar suaminya untuk pergi ke kantor, Elsa kembali ke dalam rumah. Elsa memilih untuk duduk di ruang tengah rumahnya.“Apa yang harus aku lakukan? Dia melarangku untuk keluar rumah,” guman Elsa.Elsa duduk seraya memikirkan apa yang akan ia lakukan seharian nanti.Berenang?Tidak mungkin! Dirinya sedang datang bulan.Masak?Dirinya hanya bisa memasak nasi goreng dan sandwich.Elsa memilih untuk menyalakan televisi untuk menghilangkan rasa bosannya. Saat melihat anak kecil di layar televisi, mendadak Elsa merindukan Gevan.“Semenjak aku menikah, aku belum menelpon kakak Lina,” ucap Elsa.Elsa meraih gagang telepon lalu menekan nomor rumah kakaknya. Beberapa kali Elsa mencoba menghubungi nomor rumah kakaknya, tetapi tidak ada yang menerima panggilan itu.“Ke mana semua orang yang ada di sana?” Elsa bertanya pada dirinya sendiri.Elsa pun mencoba sekali lagi dan
Pesawat Pribadi yang membawa Elsa, Erick, dan Raisa mendarat di bandara di Indonesia. Setelah pesawat berhenti bergerak, mereka bertiga segera keluar dari dalam pesawat.Elsa masih tetap bergelayut manja di lengan Erick membuat Raisa makin panas karena terbakar api cemburu.“Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya,” ucap Reza.“Reza, antar kami pulang. Aku sudah sangat lelah,” perintah Elsa.“Baik, nyonya,” sahut Reza.Elsa dan Erick melangkah pergi. Namun, Elsa kembali menghentikan langkahnya saat melihat Raisa melangkah mengikutinya.“Tunggu dulu!” Elsa menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Raisa. “Raisa ... apa kamu akan selalu mengikuti kami ke manapun kami akan pergi?” sindir Elsa.“Kenapa memangnya?” Raisa bertanya tanpa rasa malu.“Dasar tidak tahu malu!” maki Elsa.“Reza, suruh orang untuk mengantar nona Raisa kembali ke