Share

Bab 7 (penghinaan)

"Ada apa ini?" tanya seseorang menyela.

Astaga, pas sekali. Sang pahlawan telah datang di waktu yang tepat untuk menyalahkan Ruby. Kenapa ia merasa de javu dalam hal ini? Seolah ini sudah terjadi berkali-kali dalam hidupnya dan membuat Ruby mati rasa untuk menanggapi hal ini.

"Salam kebahagiaan dan keselamatan Darian, Putra Mahkota," ucap Zalina di iringi semua orang kecuali Ruby yang masih memalingkan wajahnya kesal.

Dasar muka dua.

"Zalina, apa yang terjadi? Aku mempercayaimu untuk menjelaskan semua ini," seru Theron pada Zalina kemudian membantunya untuk berdiri tegak. Sementara Ruby lagi-lagi mendecih.

Drama Queen. Asataga! Kenapa ia kesal sekali?

"Saya tidak apa, Yang Mulia. Mungkin, nona Ruby belum sepenuhnya sembuh, saya yang salah di sini," tutur gadis itu dengan senyuman yang menawan, dan mata berbinar.

"Seharusnya saya tidak datang kesini dan memancing keributan," tandasnya kemudian.

Rahang Theron mengeras melihat Zalina yang lembut dan rapuh kemudian menatap Ruby yang masih saja geming membelakanginya tanpa hormat yang tersirat dan penyesalan yang kentara. Gadis itu memang tidak pernah lagi menghormati Theron sebagai Putra Mahkota.

"Apalagi yang kau perbuat kali ini Ruby? Aku sudah berusaha mempercayaimu, tapi sekarang kau berusaha menghancurkan kepercayaanku lagi!" bentaknya keras membuat Ruby membalikkan badan.

"Apa anda akan mempercayai saya, Yang Mulia?" tanya Ruby melirih.

Sekali lagi mimpi yang selalu datang padanya itu bagai sebuah petunjuk, bahwa Theron tidak lagi mempercayai Ruby. Saat ini saja, dia harus bertanya pada Zalina untuk pertama kali.

"Apa anda akan percaya kalau pelayan nona Zalina mengatai saya murahan?" lirih Ruby.

"Y-Yang Mulia, ampuni saya! S-saya tidak bermaksud demikian," Bela pelayan Bizzie menggosokkan kedua telapak tangannya ingin sujud pada Theron yang dilanda kebingungan. Mata elangnya bergulir ke arah Zalina yang masih menunduk.

Ruby mendecih, "Lihatlah, dia berbohong padahal banyak yang jadi saksi."

Elina juga ikut bersujud di hadapan Theron kemudian berucap, "saya berani sumpah kalau pelayan Bizzie benar-benar mengatakan hal itu pada nona Ruby yang masih sakit dan lupa ingatan. Nona saya masih belum ingat soal memakai baju karena terburu-buru. Ini salah saya, tolong jangan hukum nona Ruby."

Theron menelisik penampilan Ruby dari atas sampai bawah dengan mata menyalak tajam. Tidak ada Putri Bangsawan keluar dari kamarnya memperlihatkan betisnya meski barang selutut. Kesalahan Ruby juga tak bisa ditoleransi oleh Theron.

"Pelayan Bizzie memang bersalah dan kunci masalahnya itu adalah kau Ruby," tegas Theron dihadiahi pelototan oleh Elina dan pelayan tua di belakang Ruby. Bahkan para pengawal yang mendengarnya pun ikut tercengang.

Apa yang baru saja mereka dengar?

"Aku akan melupakan masalah ini dan tidak menghukum siapa pun," putus Theron membuat Ruby tercengang.

Keadilan macam apa ini? Bukankah dia bangsawan? Kedudukannya lebih tinggi dari pelayan rendahan ini!

"Maaf, tapi ini termasuk penghinaan, Yang Mulia!" Bela Ruby menunjuk pelayan Zalina yang masih bersujud.

"Itu sudah keputusanku," putus Theron dengan tatapan tajamnya pada Ruby.

Bibir Ruby berkedut menahan emosi. Ia menatap presensi Theron dengan mata berkaca-kaca dan dibalas lelaki itu dengan datar. Pandangan itu jelas sangat terluka. Ruby menoleh ke arah Elina yang masih bersujud di bawah kaki Theron.

"Elina! Tidak perlu bersujud padanya!" Sentak Ruby tajam menarik tubuh Elina bangkit dari posisinya.

"Putra Mahkota tidak akan memihak kita, tidak perlu merendahkan dirimu demi kebenaran yang tidak dihargai!" desis Ruby tajam menatap Theron yang juga menatapnya penuh emosi.

"Jika saya benar-benar sahabat anda seperti yang dikatakan Elina. Ini adalah penghinaan dari seorang sahabat yang tidak akan pernah saya lupakan, Yang Mulia," Ruby menyeringai. Kecewa. Satu hal yang perlu Theron ketahui. Ruby kecewa.

"Silakan nikmati keadilan anda yang timpang itu, saya permisi!" Pamitnya undur diri.

***

"Aku mau pulang!"

Isak Ruby parau terdengar sangat pilu bagi Elina yang menenangkan di sampingnya. Putra Mahkota sudah keterlaluan. Jelas-jelas Ruby direndahkan oleh pelayan Bizzie tepat di hadapan semua orang. Akan tetapi, yang dilakukan Putra Mahkota hanya memaafkan karena Bizzie adalah pelayan Zalina.

Meski berusaha terlihat kuat tidak menunjukkan tangisnya di depan Theron dan Zalina, Ruby tetap seorang manusia yang menumpahkan segala emosinya dengan tangisan. Meski sering bertengkar, Ruby merindukan saudaranya.

"Aku tidak tahu kalau tidak boleh keluar memakai baju tidur. Memangnya ini salahku? Tidak mau tahu! Aku ingin pulang!" teriak Ruby pada Elina. Entahlah, kenapa ia bisa menangis sedemikian hebat.

Moodnya sedang buruk.

Ruby sendiri sudah berulang kali mengucapkan kalimat itu. Ia ingin pulang, ke rumah. Ia rindu dengan keluarganya. Rindu menjadi babu hanya untuk mendapat jajan lebih dari sang kakak, menjahili adiknya yang berakhir ia jadi korban.

Hidup yang Ruby kira tentram ini ternyata tidak seperti yang ia pikirkan. Untuk apa tinggal di sini kalau tidak ada yang menyukainya. Hanya Elina yang berdiri tegap melindungi di sampingnya. Akan tetapi, tetap saja Elina bukan orang yang berkuasa.

"Aku mau pulang!" lirihnya sekali lagi dengan tangisan pilu menyesakkan dada.

"Nona mau pulang ke kediaman Duke?" tanya Elina berusaha menenangkan Ruby yang masih saja terisak pilu dengan ingus terjulur. Ia tidak peduli lagi.

"Tentu saja! Aku akan memberitahukan semua penghinaan ini. Memangnya orang tua mana yang tidak sakit hati saat anaknya dipojokkan?" balas Ruby cepat. Orang tuanya adalah seorang Duke. Orang nomor tiga yang berkuasa setelah Raja dan Putra Mahkota.

"T-tapi ... nona—"

"Apa!" sewot Ruby membuat elina menutup mulutnya lagi.

"T-tapi, Yang Mulia Putra Mahkota pasti akan marah. Beliau tidak mengizinkan nona pulang ke kediaman Duke sudah sejak dulu, jadi—"

"Memangnya kenapa? Punya hak apa dia melarangku untuk bertemu keluargaku? Sialan memang!" umpat Ruby menyapu air matanya yang jatuh lagi.

Memangnya alasan apa yang membuat Theron memaksa Ruby untuk tinggal di Istana? Ia anak dari seorang bangsawan. Bukan tawanan. Apa maksudnya menghalangi Ruby ini dan itu. Ia juga bukan lagi calon Putri Mahkota. Kenapa?

"Ayo pulang Elina! Dan aku tidak mau lagi kembali ke sini!" Ruby bangkit dengan semangat menghapus air matanya yang tak kunjung kering.

"T-tapi, nona. Tuan Duke—"

"Kau tidak dengar mereka menghinaku sesuka mereka? Aku tidak mau tinggal di sini!" bentak Ruby menggelegar ke seluruh penjuru kamar.

-tok tok tok-

Kedua gadis itu saling berpandangan sesaat sebelum Elina berjalan untuk membuka pintu. Gadis itu sedikit tersentak saat pelayan pribadi dari Ratu sendiri yang berkunjung. Elina membungkuk sembilan puluh derajat memberi hormat padanya, sementara pelayan itu hanya tersenyum dan membungkuk pada Ruby sebentar.

"Salam nona Ruby, Yang Mulia Ratu mengundang anda untuk minum teh di gazebo taman Istana."

Cobaan macam apa lagi ini?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status