Share

Bab 6 (aku bukan Ruby)

Author: This_liaau
last update Huling Na-update: 2022-09-30 17:37:18

Geming. Hening sesaat karena Zalina tidak langsung menjawab. Gadis itu mengerjap cepat. Mungkin dia sendiri juga tidak sadar dengan apa yang baru saja terucap dari mulut kecilnya.

"Saya ... tidak bermaksud demikian. Tapi anda malah menyimpulkan hal itu sendiri," bantahnya dengan senyuman lembut. Sedikit gugup dengan tatapan tajam milik Ruby.

"Tidak bermaksud demikian? Lalu apa maksudnya, kekhawatiranmu dengan sayembara saat aku hilang? Maaf nona, kita ini saingan. Aku paham perasaanmu, siapa saja pasti ingin menang tanpa berusaha, 'bukan?" balas Ruby dengan tatapan remeh.

Zalina mengepalkan tangannya dengan kuat. Seharusnya, Ruby menghindar seperti biasa. Bukan malah menanggapi ucapannya. Kali ini, mengapa gadis itu menohoknya dengan kata-kata yang tidak biasa. Seolah tidak takut akan aduannya pada Theron?

"Nona Ruby, saya bukan orang yang seperti anda ucap—"

"Tapi kau tenang saja, aku bukanlah Ruby yang terobsesi akan tahta. Kau dan Putra Mahkota saling mencintai, maka lebih baik aku mundur dengan tenang. Sayembara yang kau agungkan itu tidak perlu diumbar-umbar. Aku sudah kalah dan kau menang, oke?" potong Ruby diakhiri dengan senyuman.

Benar, untuk apa melanjutkan sayembara ini? Ruby bukan orang cerdas yang bisa mengambil hati rakyat. Dia bukan orang yang ambisius. Dan dalam urusan hati Putra Mahkota, bukankah sudah Zalina pemenangnya. Lalu apa lagi yang ia pertahankan?

Ruby menoleh ke arah pelayan setengah baya itu lalu mengangguk pada Zalina, "semoga pernyataan saya ini membuat anda lebih tenang, Nona. Saya permisi!"

"Apa anda bermaksud meremehkan saya, nona Ruby?" tanya Zalina membuka suara membuat Ruby membalik badannya lagi dengan alis menukik.

"Sayembara ini bukan dilakukan tergantung karena perasaan siapa pun. Sekali pun itu perasaan Putra Mahkota. Sayembara ini dilakukan karena siapa yang akan memenangkannya maka dialah yang layak. Bukan seperti anda yang mundur semaunya tanpa meminta izin pada Putra Mahkota maupun memberitahu para bangsawan lainnya," ucap Zalina panjang lebar membuat Ruby termangu.

Serumit itu?

"Itu pun, kalau anda mundur, berarti anda sudah sadar kalau diri anda tidak layak berada di sisi Putra Mahkota dan menjadi calon Ratu untuk masa depan. Apakah anda ... sudah kotor dan memilih untuk melarikan diri?" sambung Zalina lagi membuat Ruby tersulut.

"Apa maksudmu berbicara seperti itu?" Balas Ruby maju mengikis jarak antar dirinya dan Zalina.

"Bisa saja anda sudah disentuh lelaki dan tidak ingin Putra Mahkota tahu—"

"Jaga mulutmu, ya!" Potong Ruby mencengkram kerah gaun Zalina.

Sudah sangat jelas dalam ingatan Ruby kalau pertengkarannya dengan Theron karena gadis ini. Dia yang selalu jadi perdebatan. Dan hari ini dia mengatakan kalau Ruby yang bersalah? Ruby yang mengkhianati Theron?

"Lelucon macam apa yang keluar dari mulut jahanammu itu? Dongeng dari mana yang kau bayangkan? Kau tidak tahu apa yang terjadi sebelum ini. Pradugamu bisa saja menimbulkan fitnah. Dan selagi aku masih berbaik hati, lebih baik kau pergi dari sini!" desis Ruby dengan gigi bergelatuk. Harga dirinya terlukai.

Mata Zalina bergetar saat merasakan aura Ruby semakin mencekam. Akan tetapi dia tidak akan mundur begitu saja. Ruby meremehkannya. Apa karena dia adalah Putri dari seorang Baron dan Ruby adalah Putri Duke dia bisa semena-mena? Ia harus memenangkan sayembara ini baik untuk rakyat maupun hati Putra Mahkota.

"Maaf menyela. Nona Zalina, sebaiknya anda kembali ke kediaman anda. Mungkin, saat ini Putra Mahkota sedang mencari anda untuk minum teh seperti biasa. Saya takut, beliau khawatir dengan anda," ucap pelayan setengah baya itu menengahi.

Dua majikannya saat ini seakan siap untuk baku hantam.

Ruby menyunggingkan sebelah bibirnya menatap Zalina yang terdiam. Sepertinya gadis itu takut. Ia menghembuskan nafas kasar lalu melepas cengkraman dari gaun Zalina. Dan saat ia memalingkan wajah, Elina datang dengan membawa sekotak ramuan tergesa.

"Nona Ruby, juga harus beristirahat. Beliau belum pulih sepenuhnya. Maaf, nona Zalina." Ucap Elina membungkuk hormat pada Zalina dengan nafas memburu. Dia takut kekacauan akan terjadi lagi.

"Sepertinya, nona baik-baik saja. Buktinya, nona Ruby tidak kedinginan saat memakai pakaian tipis saat ke luar kamarnya," ucap Zalina lagi mau tidak mau membuat Ruby terpancing.

"Semakin lama mulutmu semakin tidak sopan, ya? Beginikah cara seorang kekasih Putra Mahkota yang dikenal ramah itu?" ucap Ruby. Sial. Ia merinding.

"Lalu, beginikah Putri seorang Duke yang terhormat bersikap? Berjalan dengan pakaian terbuka?" sahut Zalina lagi.

"Kau ingin jadi Ratu, 'bukan? Tidak seharusnya kau mengurusi sikapku! Derajat dengan perkataanmu tidak nyambung!" Balas Ruby sambil berkacak pinggang.

Keadaan semakin memanas. Dua perempuan itu hampir berteriak. Mereka memakai urat dalam perdebatan kali ini. Biasanya selalu Ruby yang mengalah lalu Theron datang untuk membentaknya. Mencari tahu mengapa Zalina menangis.

Kali ini, mungkin Zalina akan mengadu pingsan.

Baru saja Zalina ingin menjawab lagi, langsung ditahan oleh pelayan di sampingnya, "anda jangan terpancing nona, jika dari awal adalah murahan, maka selamanya akan seperti itu."

"Apa katamu barusan!" kelakar Ruby tidak terima. Gadis itu maju lalu mencengkram kerah baju pelayan Zalina yang sangat menyebalkan.

"Anda terlihat murahan, nona," jelasnya lagi sebelum mendapat bogeman mentah dari Ruby.

"Nona—" Elina menahan tubuh Ruby yang ingin menghampiri pelayan Zalina yang tersungkur karenanya.

"Jaga mulutmu pelayan Bizzie!" tegur pelayan paruh baya menengahi antara mereka.

"Bajingan kau! Lepaskan aku Elina! Mulutnya pantas ku robek." Ruby memberontak dari Elina. Sudah cukup Zalina yang menuduhnya berkhianat dan memancing emosi Ruby. Dan apa lagi ini? Pelayan dan majikan memang tidak ada bedanya.

"Apa! Wajah songongmu itu ingin kupukul lagi? Sini! Kenapa diam saja? Ayo satu lawan satu!" Tantang Ruby menggulung baju lengannya membuat para pengawal memalingkan wajah mereka ke arah lain.

"Bizzie!" Zalina ikut duduk untuk membantu pelayannya yang tersungkur karena pukulan Ruby.

"Apa anda sudah puas menyakiti pelayan saya, nona?" tanya Zalina dengan tatapan nanar dan mata berkaca-kaca.

Hebat sekali Zalina.

"Nona Zalina? Apa anda tidak mendengar kalau dia baru saja menghina nona Ruby? Apa anda menutup mata soal itu?" balas Elina frustrasi. Sementara Ruby hampir mengeluarkan air matanya sambil bertepuk tangan mengapresiasi akting Zalina.

"Akting kalian pantas dapat piala Oscar!" Ujar Ruby terkekeh kencang seraya bertepuk tangan.

"Ada apa ini?" 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 39 (dia yang paling berduka)

    Kematian Grand Duke Ramon Darian dan Grand Duchess Diana Swayneza kini telah menyebar luas. Kabarnya, mereka berdua meninggal karena kecelakaan saat menuju pusat kota Eurõbia. Tepatnya di wilayah Santora dengan hutan terpanjang di kerajaan Darian. Akan tetapi, siapa tahu ini adalah kecelakaan yang sebenarnya, atau telah disiapkan oleh seseorang? Ruby menggenggam erat anyelir putih dengan kedua tangannya. Gaun hitamnya tertarik menyapu tanah musim semi. Dibiarkan beberapa daun hinggap. Wajah lesunya jelas menunjukkan kekhawatiran. "Kau yakin dengan ini? Ruby ... sudah lama kau tidak mengunjungi pemakaman dan—" "Aku baik-baik saja," potong Ruby kemudian. Theron menggeleng lemah, ia yakin saat ini Ruby takut. Semenjak kematian Ibunya, Ruby tidak pernah menghadiri pemakaman siapa pun sejak saat itu. Dia selalu mengurung dirinya saat terdengar kabar kalau orang terdekat mereka telah gugur waktu peperangan. Atau pelayan Istana yang selalu menjaga mereka. "Aku bisa meletakkan bungamu d

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 38 (Tuan Muda Ruwan)

    Musim semi empat tahun lalu. Awal musim semi yang masih terasa dingin ini seakan memanggilnya, menggodanya dengan rangkaian bayangan bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Pohon-pohon yang daunnya sudah tumbuh berpucuk. Dan akhirnya, ia pergi keluar Istana tanpa diketahui oleh siapa pun. Gadis itu memejamkan mata. Menikmati setiap hembusan angin yang menerpa tubuhnya hingga rambut cokelat yang dikepang itu menari-menari di bawah mentari sore. Sudah lama ia tidak ke sini. Tempat yang membuatnya merasa tenang. Di pinggir danau yang tak jauh dari Istana. Tempat yang membuat Ruby merasa nyaman dan jujur akan dirinya sendiri. Mengeluarkan keluh kesahnya selama berada di Istana. Bagaimana para pelayannya, Theron, Ratu Miranda, dan tentu saja tentang perasaannya. "Sejujurnya, aku sudah lupa bagaimana wajah Ibuku," celetuk Ruby di tengah heningnya suasana. "Yah ... setiap ingatan manusia memang akan pudar selama berjalannya waktu." Warna jingga dari mentari sore menyinari wajah

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 37 (apa lagi yang kau tunggu?)

    Theron tahu ia harus segera bertindak. Akan tetapi, hatinya ragu entah karena apa. Permintaan Ruby, pertanyaan Zalina membuat otak Theron beku. Ia bahkan tidak bisa lagi memikirkan pekerjaan yang telah menumpuk di meja kerjanya. Seandainya ia bisa berteriak, maka ia akan mengatakan ia juga tidak tahu. Katakanlah ia adalah orang yang tidak berpendirian di dunia ini. Di satu sisi ia merasa bersalah pada Zalina, dan satu sisi ia ingin Ruby terus berada di sisinya. Tidak mungkin ia memiliki selir, 'bukan? Ia tidak akan setega itu pada dua gadis ini. "Kau harus secepatnya memutuskan ini, Theron. Memangnya apa lagi yang kau tunggu? Keduanya sudah sehat. Aku tidak mengerti alasanmu menunda sayembara ini," ucap Raja Aeterius menghadap sang anak yang masih menunduk. "Apa karena gadis itu?" Raja Aeterius menatap sang anak dengan selidik. Menerka apa yang membuatnya ragu. "Siapa?" tanya balik Theron. Sementara sang Ayah hanya mendesah pasrah. Rupanya pikiran sang anak belum sampai. Atau mem

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 36 (takhta atau kebebasan)

    "Yang Mulia, apa anda mencintai saya?" Pertanyaan itu muncul begitu saja lewat belah bibir Zalina. Dadanya luar biasa sakit. Benaknya dipenuhi pertanyaan yang berbeda setiap waktu, dan benang merahnya hanya di satu pertanyaan. Apa cinta itu ada di hati Theron? Zalina tahu kata itu tak pernah terucap. Ia tahu bahwa lelaki itu masih memandang Ruby sedemikian lekat meski mulutnya melontarkan emosi. Mereka, seperti dua orang yang kehilangan arah. Dan dirinya masuk di sela-sela keduanya. "Yang Mulia saya bertanya ... " "Jangan melawannya," lirih Theron. Lelaki itu termenung di tempatnya. Sorot matanya terlihat menyedihkan. Pria yang biasanya menunjukkan ketegasan itu kini menatap Zalina dengan nanar. Gumamannya membuat gadis itu semakin bingung. Apa maksudnya? Siapa yang ia lawan? "Jangan melawannya. Ruby ... dia bukan tandinganmu," lanjut Theron membuat dada Zalina sesak. Air matanya menetes. Meski mensugesti dirinya dengan fakta bagaimana Theron membawanya ke Istana dan memperlaku

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 35 (apa anda cemburu?)

    Kata orang, hidup ini penuh dengan berbagai kejutan. Awalnya, Ruby tidak mempercayai hal itu karena jalan hidupnya yang terlalu flat. Tidak ada yang spesial. Hingga saat ia terbangun di tubuh orang lain, tinggal di era yang jauh berbeda dengan era milenial, menjalani, dan mempelajari hidup yang bukan miliknya. Terkadang, Ruby pikir ini hanyalah ilusi semata. Dan terkadang, ia melihat dunia ini begitu nyata sehingga merasa tubuh ini benar-benar miliknya. Mungkin ini adalah masa lalu yang harus diperbaiki. Dunia yang penuh tipu muslihat ini adalah rintangannya. Serta, perasaannya pada lelaki ini yang tak kunjung pudar meski awalnya rasa benci mendominasi. "Sudah puas menggoda lelaki lain, huh?" Apa perasaan itu bisa ia manfaatkan? Mengejar cinta yang Ruby miliki dulu dan merebut kembali tempatnya, atau menjauh seperti rencana awalnya karena bahaya yang ada di dalam Istana ini? Tanpa sadar musik telah berhenti. Membuat atensi orang-orang yang ada di aula jatuh pada Theron yang datang

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 34 (lelaki misterius)

    Setelah Roseline pergi menemui keluarganya, Ruby juga pamit. Ia tidak melihat Ayahnya di mana pun. Apa pria masih di perjanalan dinas dan belum kembali? Menggelengkan kepala, Ruby naik ke lantai dua untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada Ratu Miranda secara langsung. "Selamat ulang tahun Yang Mulia Ratu yang terhormat. Bila berkenan, terimalah hadiah saya yang tidak seberapa ini." Ruby membungkuk anggun saat Ratu berdiri menghampirinya. Memeluknya sayang. Sementara Ruby memejamkan mata. Rasa rindu pada orang rumah di dunianya dulu kini membuat sesak karena pelukan Ratu. Ia tahu, rindunya kian bertambah karena tak mendapat jawaban. Dan saat Ratu Miranda mengurai pelukan mereka, Ruby tersenyum. "Hadiah terbaikmu adalah pesta ini, Ruby. Dan ini adalah hadiah terbaik untukku. Terima kasih, Arunika pasti bahagia melihatmu di atas sana." ucap Ratu Miranda menggenggam kedua tangannya. Arunika, atau sebut saja Duchess Arunika Edelmiro yang meninggal sepuluh tahun yang lalu. Ibu dari R

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status