Share

Senyaman Kamu

Author: Kinantitha
last update Last Updated: 2025-05-26 20:59:27

Kavi hendak meletakkan telepon genggamnya setelah memastikan Felicia baik-baik saja di apartemen tersebut. Namun, saat telepon genggam itu baru saja bersentuhan dengan meja nakas di sisi tempat tidurnya tiba-tiba berdenting dan bergetar, menandakan sebuah notifikasi kembali masuk.

"Mas, aku takut!" Isi pesan balasan dari Felicia.

Sesaat Kavi terhenyak, lalu tersenyum simpul setelahnya. Seperti dugaannya, wanita itu nyatanya belum berubah. Felicia masih sama penakutnya di tempat baru.

"Aku ke sana?" Tawar Kavi masih dengan ekspresi sumringah. Penuh harap, kalau-kalau Felicia memintanya menemani.

Sedetik, dua detik, pesannya tak kunjung dibalas, membuat Kavi yang tadinya sumringah, kini mulai mengerutkan dahi. Tak sabar.

"Gak usah, ini sudah mau pagi." Akhirnya Felicia membalas. Membuat semangat Kavi runtuh.

"Hmm, ya sudah kalau begitu. Kamu coba tidur ya."

"Iya."

"Fel!" Kavi kembali mengirim pesan. "Telepon aja kalau ada apa-apa ya. 24 jam, hapenya gak aku silent."

"Hmm, iya, Mas. Terima kasih." Feli membalas dan langsung meletakkan ponselnya kembali ke nakas. Niatnya untuk menonton drama pun sirnah sudah, meski matanya masih enggan terpejam.

"Hhh, tahan-tahan ya, Fel ... Seminggu begini," monolog Felicia pada dirinya sendiri yang biasanya Memnag butuh waktu sepekan untuk tempat baru.

Felicia pun akhirnya memilih bangkit dan mengambil pompa Asi. Segala cara ia coba untuk dapat tertidur meski hanya satu dua jam. Sebab, kurangnya istirahat akan sangat mempengaruhi produksi dan kualitas ASI-nya.

Hingga beberapa saat setelahnya, dua kantung ASI berhasil ia kumpulkan dan benar-benar membuatnya terlelap setelah itu. Tepat di pukul 4.30 pagi.

***

Kavi telah tiba di apartemen Felicia sejak pukul 6.00 pagi. Rasa khawatir sepanjang malam membuat pria itu juga nyatanya tak nyenyak tidur, hingga memutuskan segera menghampiri meski langit masih terlihat gelap.

Kavi menemukan Felicia tertidur dengan nyenyak saat tiba dan itu cukup melegakannya. Bergegas ia pun menyiapkan sarapan, kalau-kalau Felicia bangun dan kelaparan. Mengingat di apartemen ini, tak ada asisten rumah tangga yang membantu atas permintaan Felicia sendiri.

Hingga pukul 08.00. Felicia tak kunjung bangun, Kavi pun akhirnya memutuskan untuk berangkat ke kantor. Karena Romi terus menghubungi dan mengantarkannya bahwa pagi ini rapat dengan investor dari Swedia, akan berlangsung tepat pukul 9.00.

"Iya, Rom. Aku ke sana sekarang!" Sahut Kavi, sembari memasang sepatu. Lalu, memutuskan sambungan teleponnya.

Tubuh Kavi hendak berbalik dan membuka pintu saat suara daun pintu kamar Felicia terdengar.

"Siapa?" Felicia, mengusap kedua matanya dengan punggung tangan. Wajah khas orang yang baru bangun tidur itupun terlihat dengan jelas dan membuat sedikit rasa berdebar di hati Kavi.

Keduanya saling bertatap beberapa saat, hingga Kavi tersadar lebih dulu.

"Kamu sudah bangun?"

"Hmm, jam segini sudah datang? Apa Richie butuh susu?" Felicia melangkah mendekati Kavi.

Kavi mengangguk sembarang, seraya memperlihatkan box cooler di tangannya.

"Sudah aku ambil."

"Ah, ya. Tapi aku rasa itu masih akan kurang sampai nanti malam."

"Hmm, nanti siang aku ambil lagi ke sini."

"Ah, ya, baiklah." Felicia pun mengangguk paham. "Kamu mau ke kantor?" Felicia, kembali bertanya, saat satu langkah kaki Kavi kembali mengayun, hendak meninggalkan unit apartemen itu.

"Hmm, ya ..., kenapa?"

"Tidak apa-apa. Hati-hati!" Felicia, kikuk. Mendadak lidahnya kelu.

"Ok, sampai jumpa nanti."

"Ya!"

Felicia pun memastikan daun pintu apartemennya tertutup dengan baik, terkunci aman. Lalu melangkah menuju dapur kecilnya. Ia memang terbangun karena rasa lapar yang tiba-tiba menyerang. Maklum saja, ibu menyusui memang biasanya akan lebih banyak makan dari wanita pada umumnya.

Langkah Felicia seketika terhenti, saat dihadapannya terlihat menu lengkap yang siap di santap. Kembali ia pun menoleh ke arah daun pintu, menatap lekat. Membuat air matanya ikut menetes pelan.

"Kamu gak pernah berubah, Mas," gumam Felicia, pelan, seraya menghapus airmatanya. Melanjutkan langkah menuju meja kecil pantry tersebut dan mulai menikmati jamuan yang Kavi sediakan khusus untuknya dengan rasa haru dan bahagia yang bercampur jadi satu.

***

"Lama banget?" Romi menyambut Kavi dengan protes. Pasalnya, saat ini Investor yang telah lama mereka tunggu kata sepakatnya telah berada di ruang rapat VVIP perusahaan ini sejak sepuluh menit yang lalu.

"Ngurusin anak sama calon istri dulu, lah!" Balas Kavi sumringah, tanpa beban, tanpa takut kalau-kalau penyumbang dana terbesar perusahaan mereka mengurungkan niatnya karena keterlambatannya kali ini.

Romi menghentikan langkahnya hingga tertinggal beberapa langkah di belakang Kavi. Mencerna ucapan calon istri dari sahabat sekaligus atasannya tersebut dengan dahi berkerut.

"Calon istri?"Romi bermonolog.

"Cepat Rom, kalau sampai gagal ... ini semua salahmu!" Kavi berseru, penuh senyum.

"Hei! Enak aja, kau yang terlambat dari tadi, yaaaaa ...."

...

Tepat pukul 14.00 wib, Kavi kembali tiba di apartemen Felicia. Wanita itu sedang menonton drama Korea, sembari memompa ASI yang nantinya akan dinikmati Richie.

"Santai, Fel?" Suara Kavi lembut menyapa. Namun, kehadirannya yang tiba-tiba itu tetap saja mengejutkan Felicia dan hampir membuat satu 120 ml Asi terbuang percuma.

"Haiiis, bikin kaget aja, sih." Felicia, mencebik. Kesal.

Kavi tertawa, lalu ikut duduk di samping Felicia yang kini berbenah menutup dadanya.

"Udah makan siang?"

"Hmm, sudah."

"Pake apa?"

"Pake lauk yang tadi pagi kamu masak."

"Enak?"

"Hmm, enak ..., terima kasih."

Kavi mengangguk. "Sama-sama."

"Mas ... Maaf, apa aku boleh minta sesuatu?" Felicia bertanya dengan ragu-ragu. Wajahnya yang putih susu itupun ikut bersemu merah jambu.

Kavi mengerutkan dahinya. "Hmm, apa?" Jawab Kavi penasaran.

"Aku ingin keluar apartemen berbelanja, mengisi lemari es dengan bahan makanan." Felicia terlihat malu-malu dan canggung mengutarakannya.

Pasalnya, ia tak punya cukup camilan untuk menuntaskan rasa lapar yang sering datang beberapa waktu ini. Bila terus makan nasi juga rasa kenyang itu pun tak terlalu nyaman di perut.

Kavi tersenyum geli. Ia tak menyangka, Felicia akan sesungkan ini. "Kartu yang kemaren?"

"Ada, kok. Masih utuh belum aku gunakan," Felicia buru-buru menjelaskan. Takut Kavi salah paham. "Aku bukan minta uang lagi. Aku hanya ingin minta izin keluar," imbuh Felicia kembali, menjelaskan.

Kami menyentuh kedua pundak Felicia dengan erat. "Tempat ini bukan penjara buat kamu. Jadi, lakukan apa yang kamu mau, tanpa merasa terbebani. Buatlah apapun selama itu membuatmu nyaman." Manik hitam pekat Kavi itu pun bersirobok dengan manik cokelat madu Felicia yang kini sendu.

"Hmm, te-rima ka-sih," balas Felicia gugup, terbata.

Kavi mengangguk. "Yook, kita belanja. Aku antar, aku temani." Kavi menarik pergelangan tangan Felicia untuk bangkit dari tempat duduknya.

"Mas ..., tunggu-tunggu, aku ganti baju dulu ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Masih Adakah Rasa Itu?

    "Mas?" Felicia cukup terkejut dengan kehadiran Kavi di pagi buta. "Ada apa?" "Richie gimana?" Felicia mengejar Kavi dengan pertanyaan-pertanyaan dan rasa penasarannya. "Kamu butuh susu untuk Richie?" Bukannya menjawab pertanyaan Felicia untuk kesekian kalinya itu, Kavi justru melemparkan tubuhnya di atas sofa yang berhadapan langsung dengan televisi berukuran besar itu. Napasnya berat, tampilannya juga sangat kusut. "Mas!" Felicia kembali menyeru, kali ini bahkan dengan nada tinggi. "Kamu kenapa?" "Hhhh." Sekali lagi Kavi mengesah berat. Napasnya seolah benar tertahan di dalam dadanya, sulit untuk di bebaskan. Terpenjara bersama dengan isi kepala yang semakin kacau. Felicia ikut mengesah, menggelengkan kepalanya beberapa kali melihat Kavi yang terlihat sangat kacau kali ini. "Mau kopi?" Tawar Felicia akhirnya, sembari berjalan tanpa menunggu jawaban Kavi. Ia tahu, saat ini pria yang pernah menjadi cinta pertamanya itu sedang tak bisa di ajak bicara. "Felicia, pul

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Urgent

    "Fel!" Kavi kembali menyerukan namanya. "Ngelamun?" Imbuhnya sembari menaik-turunkan tangannya di depan wajah Feli yang kini terlihat gugup. "Hmm, ya, ..., kenapa?" "Ck! Emang beneran ngelamun? Kenapa?" "Apanya yang kenapa?" "Kamu kenapa, Fel?" Kavi memutar bola matanya malas. Feli menggeleng. "Gak apa-apa, emang kenapa? Kamu tadi bilang apa?" "Hmm, kamu mau gak, ikut aku ketemu sama temenku itu." Kavi kembali mengulang pertanyaannya. Feli kembali hening, ia belum yakin bertemu dengan orang-orang di dekat Kavi saat ini. "Masalah itu, kita bicarakan nanti ya. Ini sudah malam dan Richie baik-baik saja. Aku juga ingin istirahat," ujar Felicia mengalihkan pembicaraan. "Hmm, oke deh, kalau gitu. Sampai ketemu esok, ya." Kavi lalu mematikan sambungan telepon mereka dan bersiap membersihkan diri dan beristirahat.***Sementara itu di apartemennya, Felicia tak benar-benar tidur. Tubuhnya benar rebah di atas ranjang. Namun, matanya tak kunjung terpejam. Pikirannya masih berkelana, men

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Kamu, Mau?

    Kavi bergegas meninggalkan apartemen. Dengan kecepatan tinggi mobilnya membelah jalanan malam, setelah sang ibu memberikan kabar bahwa Richie putranya mendadak demam, panas tinggi. Padahal tadi pagi semuanya masih baik-baik saja.Tiba di rumah keluarganya, Kavi menerobos masuk ke dalam dan berlari menaiki anak tangga menuju kamar Richie yang telah di periksa oleh dokter keluarga. "Gimana, Fer?" Kavi langsung menyerang Feri sahabatnya yang juga dokter anak itu dengan pertanyaan. Feri yang tengah berbincang dengan Ratna itupun kini membalikkan tubuhnya, menatap langsung ke arah Kavi. "It's oke. Cuma kayaknya ada masalah sama botol susu-nya yang kurang steril atau proses menghangatkan susu. Jadi buat dia kembung. Tapi, tenang aja, aku bakal periksa secara keseluruhan di rumah sakit nanti dari hasil darah yang aku ambil tadi," terang Feri, sejelas-jelasnya. Tak ingin sahabatnya itu semakin panik dan khawatir. Kavi mengangguk lemah dan kembali melangkah mendekati tempat tidur Richie.

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   10. Keluarga Kita

    Sementara itu di sepanjang perjalanan Rizka terus mengingat-ingat wajah wanita yang tadi bersama dengan mantan menantunya. Wajah yang sangat tak asing menurutnya. "Kenapa, Ma?" Hasto, suaminya bertanya. Sejak masuk ke dalam mobil, ekspresi wajah Rizka memang tak dapat menutupi rasa penasarannya. Rizka menatap sekilas suaminya sebelum kembali menghadap jendela dan menjawab. "Aku bertemu Kavi dengan seorang wanita di restoran tadi." Hasto hening sejenak, dahinya sesat berkerut. Namun, kemudian justru tersenyum tipis. "Terus, masalahnya?" Tanya Hasto seolah itu bukan masalah besar. "Maksud Mas?" Rizka balik bertanya dengan nada yang jelas tak suka. "Putri kita belum empat puluh hari dan dia sudah bersama dengan perempuan lain?" Marah Rizka tak terima. "Bisa saja itu rekan bisnisnya atau ...." "Cih! Rekan bisnis apa? Aku memperhatikan gelagatnya sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menegur dan menghampiri. Kavi begitu perhatian, tatapannya pada perempuan itu jelas lebih hangat d

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Gimana?

    Kavi seketika bangkit dari tempat duduknya, terkejut dengan kehadiran sang mantan ibu mertua yang kini berdiri dengan tatap penuh selidik dihadapannya. "Ma-ma?" Kavi terbata menyapa wanita bergaun emerald. "Hmm." "Ini temen aku, Ma." Terang Kavi dengan nada suara yang lebih stabil. Riska, menatap lekat Felicia yang kini menunduk dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Wajahnya yang sendu mengingatkannya pada seseorang. Riska seolah tidak asing dengan Felicia. "Duduk, Ma. Kita makan bareng?" Tawar Kavi santun, seraya menarik satu juga kursi di sisinya, berhadapan dengan Felicia yang semakin resah. "Hmm, gak usah. Mama mau langsung pulang. Tadi ke sini, cuma pengen beli dessert aja." Tolak Riska tanpa mengalihkan pandangannya pada Felicia. "Ah, ya." "Richie apa kabar Kav?" "Baik, Ma. Sehat." "Hmm, syukurlah. Sesekali kamu bawa lah dia ke rumah. Jangan lupakan kalau Mama ini juga neneknya." "Iya, Ma." "Hmm, bawa saat peringatan kematian Sylvi." "Iya,

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Siapa Dia

    "Ada lagi?" Tanya Kavi, lembut. Memastikan bahwa semua kebutuhan Felicia yang sebagian besar merupakan makanan ringan dan bahan makan sehat itu memenuhi trolley yang mereka bawa. Felicia menggeleng malu. Tersirat senyum yang dikulum, menandakan rasa bahagia dan sungkan yang jelas berbaur menjadi satu dalam debaran jantungnya yang kini berirama tak beraturan. "Buah, sayur, daging, ikan segar, Snack, sereal, susu, perbumbuan duniawi," Kavi mengecek kembali isi keranjang dorongnya itu, untuk Felicia simak kembali. "Udah Mas, udah cukup," ujar Felicia, menghentikan tangan Kavi yang masih hendak menambah isi keranjang mereka dengan makanan ringan kesukaan Felicia. "Sekalian, buat stok! Kamu bilang kalau menyusui gampang laper? Nanti kalau gak di isi bisa masuk angin, dong. Terus ASI-nya jadi campur angin, Richie ikut gak nyaman," ucap Kavi yang seketika kembali menyadarkan Felicia, bahwa perhatian Kavi padanya saat ini semata-mata hanya untuk kebutuhan putranya, Richie. Felicia yang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status