Mengandung Anak Majikan 17Shafira berdiri, dengan luapan emosi di dalam dadanya, ia menggebrak meja yang dipenuhi berbagai macam jualan Budhe Darmi."Shafira nggak seperti yang dituduhkan ibu-ibu semua. Shafira bukan perempuan nakal!" Suaranya melengking.Shafira pun akhirnya meninggalkan warung Budhe Darmi. Ia tak jadi membeli rujak, hilang sudah keinginannya untuk menikmati seporsi rujak yang segar.Sementara itu, ibu-ibu yang masih berkumpul di warung rujak, masih saja membicarakan tentang Shafira.Hari berganti dengan cepat.Tak terasa, kehamilan Shafira telah memasuki usia 5 bulan. Sebagaimana kehamilan pada umumnya, maka perut Shafira pun sudah terlihat membesar.Seiring terlihatnya perut Shafira yang membesar itu, maka semakin deraslah cemoohan dan hinaan para tetangga, khususnya ibu-ibu, yang selalu diterima Shafira setiap hari. Sehingga membuat Shafira takut dan tak berani keluar dari rumah.Hari-hari dilalui Shafira hanya dengan mengurung diri di dalam kamarnya saja. Hanya
Mengandung Anak Majikan 18"Hah ... coba ulangi, siapa nama mantan suami kamu itu, Shafira?" tanya Bu Merry sedikit kaget."Samudra Danureja." Shafira mengulang nama itu dengan keras.Hal itu membuat Mbok Jum terperangah. Tentu saja. Karena mereka berdua sudah berjanji di hadapan Tuan Danureja, bahwa mereka tak boleh membuka rahasia pernikahan Shafira dengan Samudra di hadapan masyarakat luas."Samudra anak dari Tuan Danureja pemilik perusahaan Karya Cipta itu maksud kamu, Shafira?" Ibu-ibu itu serempak bertamya, karena mereka sungguh tak mempercayai omongan Shafira."Iya, betul."Tanpa dikomando, Bu Merry dan ibu-ibu lainnya pun seketika tertawa terbahak-bahak dibuatnya."Hey ... Shafira, kalau ngomong itu dipikir dulu. Mana mungkin, sih, Samudra mau nikah sama kamu? Secara kan, kamu itu orang miskin. Sedangkan Samudra itu anak horang kayah!" sambar Bu Merry."Lagi ngelantur kali nih anak." timpal Bu Ida."Ngelantur sih ngelantur, tapi jangan segitunya, dong," sinis Bu Atun.'Kamu it
Mengandung Anak Majikan 19 Mbok Jum dan Shafira terlonjak kaget, begitu mereka mendengar ada benda jatuh yang menimpa atap rumah mereka. Mereka pun saling pandang."Ah, itu paling buah belimbing yang matang di pohon lalu jatuh menimpa atap, Mbok." Shafira sudah tak kaget lagi.Ada sebuah pohon belimbing setinggi empat meter di halaman rumah mereka yang sempit. Pohon itu sedang banyak buahnya. Mungkin beberapa cabang yang ada buahnya menjulur hingga ke atap rumah, sehingga mereka jatuh jika tertiup angin atau pun karena sudah matang di pohon."Kalau dibiarin berjatuhan di atap, lama-lama bisa berlubang itu atapnya, Nduk.""Iya. Habisnya, mau gimana lagi, Mbok."Shafira duduk termangu di atas ranjangnya. Begitu pun sang ibu."Mbok, sebelum warga sini mengusir kita, lebih baik kalau kita secepatnya pindah!""Nggak, Nduk. Kita harus bertahan dulu." Mbok Jum lagi-lagi menolak rencana Shafira."Warga mulai keras terhadap kita, Mbok. Apa lagi yang kita tunggu?" "Sabar aja, Shafira!""Mau s
Mengandung Anak Majikan 20Wajah Tuan Danureja tampak memerah karena menahan amarah yang berkecamuk di dalam dadanya. Ia menyayangkan tindakan Shafira perihal nama Samudra yang dibawa-bawanya. Bahkan, hingga tetangganya pun bisa sampai menemui dirinya di kantor.Tentu saja Bu Merry memperhatikan perubahan mimik wajah Tuan Danureja sedemikian rupa. Dalam hatinya, Bu Merry sudah bersorak karena dianggapnya dirinya menang banyak."Apakah kamu percaya begitu saja dengan omongan mantan pembantu saya itu?" Meskipun dalam dadanya ingin meledak, tetapi Tuan Danureja berusaha untuk bisa meredam amarahnya dan bersikap sewajar mungkin di hadapan tamunya itu."Sebenarnya sih, saya nggak percaya sama omongan Shafira, Pak Presdir. Makanya saya langsung datang menemui Bapak untuk menanyakan tentang kebenarannya itu.""Bagus kalau kamu tidak mempercayainya. Karena apa yang keluar dari mulutnya itu, sudah dipastikan adalah hoax semata. Itu lah mengapa ia dan ibunya kami pecat, karena mereka telah mela
Mengandung Anak Majikan 21"Iya, betul. Hari ini juga kita harus ngusir mereka. Makin lama makin eneg saya lihat mereka itu. Udah lah miskin, songong lagi!" sungut Bu Atun yang rumahnya pas mepet tembok demgan rumah Shafira."Bisa-bisanya memfitnah anak Pak Presdir yang telah menghamilinya. Kurang ajar kan itu namanya? Huh, ntar kualat baru tahu rasa dia." Bu Merry merasa semakin membenci Shafira setelah ia menemui Tuan Danureja kemarin."Iih, kalau aku jadi Pak Presdir itu, sih, pasti udah kujeblosin ke penjara tu Shafira, dengan jerat pasal pencemaran nama baik. Iya nggak sih, ibu-ibu?" Bu Ida semakin memercikkan rasa benci kepada Shafira."Nah, iya betul. Berani-beraninya memfitnah orang penting segala."Ibu-ibu itu pun merencanakan pengusiran Shafira, yang akan dilaksanakan nanti sore.*Shafira memperlihatkan surat yang ia terima dari Tuan Danureja kepada ibunya. Tak ketinggalan cek dengan nominal yang banyak itu."Tunggu apa lagi Mbok? Kita harus secepatnya pindah dari sini, Mbo
Mengandung Anak Majikan 22"Uugh ... sakit." Shafira meringis kesakitan tatkala ia jatuh terduduk di lantai. Tangannya memegang perutnya yang terlihat membuncit di usia kehamilan yang memasuki bulan keenam itu."Astaghfirullaoh, Shafiraaa!" jerit Mbok Jum.Mbok Jum berjongkok di depan Shafira, "Gimana, Nduk?" tanya perempuan tua itu khawatir."Sakit dikit, Mbok.""Ayo, Mbok bantu berdiri." Mbok Jum membantu Shafira untuk berdiri. Sementara itu, rombongan warga berhenti sejenak ketika mereka melihat Shafira jatuh. Ketika Shafira sudah berdiri dan dirasa tak mengalami cedera apa pun, warga pun merangsek untuk masuk lagi ke dalam rumah kecil itu.Melihat gelagat dan kondisi yang sangat menjepit, akhirnya Mbok Jum berteriak dengan lantang, "Berhenti semuanya, berhenti!"Teriakan nyaring yang keluar dari mulut Mbok Jum mampu menghentikan sejenak aksi warga tersebut."Baik lah, demi keselamatan nyawa kami, kami akan meninggalkan rumah ini sekarang juga!' Bergetar hebat, saat Mbok Jum berka
Mengandung Anak Majikan 23"Astaghfirulloh. Ada darah segar di celana dalamku." Shaira terkejut bercampur takut melihat hal itu.Ingin rasanya Shafira memberi tahu ibunya perkara tersebut, akan tetapi diurungkannya. Ia tak mau sang ibu khawatir dengan dirinya. Oleh karena itu, setelah membersihkan diri dan mengganti celananya, ia pun memutuskan untuk tidur saja. Siapa tahu nanti pendarahan itu berhenti dengan sendirinya. Begitu pikirnya.Sementara itu, Mbok Jum masih disibukkan dengan bersih-bersih rumah. Tak banyak sampah atau pun kotoran yang berserak di rumah itu, mungkin karena selalu dirawat dan dibersihkan secara berkala oleh sang pemilik rumah.Tak butuh waktu yang lama, Mbok Jum pun telah menyelesaikan pekerjaan beberes rumah itu. Ia mencari keberadaan anaknya, karena tak terlihat sedari tadi."Oh, rupanya sedang tidur dia," gumam Mbok Jum saat dilihatnya Shafira sedang tidur di atas dipan kayu, tanpa kasur.Mbok Jum mendekati Shafira. Dipandanginya wajah sang anak, "Ah, nasib
Mengandung Anak Majikan 24Samudra menoleh ke belakang mobil begitu Warso menyebut bahwa ia melihat Mbok Jum dan Shafira terlihat di halte. Samudra celingukan mencari sosok mereka dari balik kaca mobil."Mana, So, kamu bilang tadi melihat mereka?" tanya Samudra yang duduk di belakang Warso."Tadi ada, Den. Dekat halte," jawab Warso."Menepi dulu, aku mau menemui mereka!" perintah Samudra kepada sopirnya itu.Warso mencari ruang kosong di pinggir jalan untuk menghentikan mobilnya.Samudra bergegas keluar dari mobil, lantas berjalan menuju halte yang telah terlewati beberapa meter di belakangnya.Di saat yang bersamaan, sebuah bis kota datang dari arah berlawanan dan berhenti di halte. Shafira dan Mbok Jum segera naik ke dalam bis kota itu. Beberapa penumpang lain pun tampak memasuki bis berbadan besar itu. Pintu bis kota tertutup kemudian melaju meninggalkan halte.Samudra berlari-lari kecil mengejar bis kota itu, akan tetapi sayangnya bis itu telah melaju pergi sebelum Samudra sampai