“Airin!” Arie dan Lenzy berlari menuju ranjang di mana putri mereka tengah terbaring tak berdaya di sana.“Ya ampun, Sayang. Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?” Lenzy menangis memeluk tubuh putrinya yang penuh dengan luka.“Mami?” Airin cukup terkejut ketika kedua orangtuanya berada di sana. Setelah siuman, ini pertama kali kedua orang itu datang untuk bertemu dengannya. Di tengah malam seperti itu pula.Robin tidak main-main dengan ucapannya. Setelah meluapkan amarahnya pada Leonel beberapa saat yang lalu, ia segera menghubungi teman baiknya untuk memberitahu mereka mengenai kondisi Airin saat ini. Tentu saja mereka sangat terkejut sekaligus marah, sebab lebih dari seminggu sudah Airin dirawat dan baru malam ini mereka diberitahu mengenai kondisi wanita itu.Arie sangat marah saat tahu bahwa berita tentang putrinya itu benar adanya. Ia cukup kecewa pada Robin yang telah merahasiakan kondisi putrinya. Ia juga sangat kecewa karena orang yang ia percaya tidak bisa menjaga Airin seperti
“Kau selalu melarangku untuk meninggalkan jejak itu dalam percintaan kita. Sekarang aku tidak lagi penasaran seperti apa rasanya.” Livy berucap dengan senyuman. Senyum yang terlihat begitu jahat.Leonel mengeluarkan ponsel, memotret lehernya untuk memastikan sejelas apa bekasnya. Jemarinya meremas ponsel dengan begitu keras. Dadanya bergemuruh seakan ada api yang membara di sana. Ciuman Livy di lehernya hanya sekejap, tapi meninggalkan bekas yang begitu jelas terlihat. Itu membuktikan jika Livy memang sudah sangat lihai dalam hal itu. Apalagi ketika percintaan pertama mereka waktu itu, dia tidak lagi suci. Tidak seharusnya Leonel menaruh hati pada wanita yang tidak bisa menjaga kesucian semacam Livy.Bisa-bisanya mata hatinya tertutup, sehingga lebih memilih serbuk marimas seperti Livy dibanding serbuk emas seperti Airin.“Aku akan menghabisimu jika ini memberikan masalah dalam hidupku.” Leonel mengusap lehernya, berharap dengan itu bisa menyamarkan bekas merah di sana.Livy tertawa k
“Pi, Mas Leo sudah dikasih tau kalau Airin dipindah ke sini kan?” Airin bertanya dengan sangat lemah pada ayahnya. Bibir wanita itu tampak sangat pucat dan pecah-pecah.“Sudah, Sayang. Sudah papi kasih tahu kok.” Arie menjawab dengan senyuman. Diusapnya lembut ubun-ubun Airin dengan penuh kasih sayang. Ia terpaksa berbohong, sebab tidak ingin Airin bertemu kembali dengan Leonel. Apalagi ia mengetahui perselingkuhan lelaki itu dari Robin.Ayah mana yang tidak akan marah ketika tahu jika putri yang begitu ia sayangi disakiti hingga sedalam itu? Sedikit pun tidak akan ia beri ampun jika ia bertemu kembali dengan Leonel. Tidak akan ia beri maaf sedikit pun untuk Leonel meski lelaki itu bersujud memohon ampun di kakinya.“Pi … Mas Leonel belum datang, ya?” Airin tampak menunggu suaminya. Dari ranjang ruang VVIP itu ia selalu menoleh pada pintu ruangan, berharap Leonel segera datang. Ini sudah mulai larut malam, tapi ia tidak kunjung tidur karena menunggu Leonel menemuinya.“Jangan ditunggu
Leonel membuka aplikasi pesan. Ia cari nomor Airin yang sudah ia arsipkan. Kembali ia baca semua pesan yang ia terima dari Airin. Ada banyak pesan manis dari wanita itu dan jarang sekali ia beri balasan. Dengan alasan baterai habis, sibuk, hingga masalah jaringan. Kini ia berharap Airin mengirimkan pesan. Sebuah keinginan yang begitu mustahil terkabulkan.Lagi, Leonel menghela napas dengan kasar. ia bangkit dari ranjang, lalu beranjak ke meja televisi yang ada di kamar. Ia buka laci meja itu, mencari sesuatu di sana.Ada banyak DVD film dewasa, juga beberapa alat bantu seksu*l yang pernah ia belikan untuk Airin. Ternyata alat itu masih terbungkus dengan sempurna di kotaknya. Airin tidak pernah menggunakannya.Leonel mengeluarkan semuanya. Ia bawa barang-barang itu ke halaman belakang, lalu membakarnya. Bodoh sekali ia yang telah mengambil keputusan yang salah. Enam bulan bukan waktu yang sebentar bagi Airin untuk hidup tanpa sentuhan dari suaminya. Namun, wanita itu masih tetap setia.
Bugh!Sebuah pukulan keras menghantam wajah Leonel ketika ia berbalik dan hendak beranjak pergi. Pukulan-pukulan lainnya menyusul dengan begitu brutal. Leonel tidak diberi izin untuk menghela napas sama sekali, apalagi untuk membela diri. Lelaki itu terjatuh ke lantai. Arie langsung menindih perutnya dan kembali memberikan pukulan demi pukulan.“Bajingan! Sialan! Ini yang kau inginkan?! Mati saja kau, Brengsek! Neraka tempat yang pantas untukmu!” Arie memaki dengan terus memberikan hantaman tiada henti. Wajahnya terlihat begitu menakutkan. Napasnya terdengar sangat memburu. Manik matanya menyorot dengan sangat tajam, seakan hendak menikam. Jika sorot matanya berupa bilah pisau, Leonel sudah habis ditusuk ratusan kali.“Om … aku bisa jelaskan.” Leonel berusaha menghentikan Arie yang tengah menghajarnya. Namun, Arie tidak ingin mendengar sama sekali. Ia terus saja melayangkan pukulan secara beruntun. Ia sangat brutal, sehingga tidak ada yang berani menghentikan.“Tidak ada yang perlu ka
Leonel terbangun setelah mendapat perawatan di rumah sakit. Ia hanya di ruang UGD dengan jarum infus yang menancap di punggung tangan. Kata dokter, ia tidak perlu rawat inap di sana. Setelah sedikit membaik nanti, ia bisa lekas pulang. Di pelipis kanannya ada tiga jahitan karena luka terbuka akibat hantaman Arie. Bibirnya juga pecah, bahkan hidungnya kembali patah. Hampir dari seluruh wajahnya bengkak dan biru lebam. Tulang rahangnya retak, ada tiga luka pecah di kulit jidatnya.Leonel sedikit sulit untuk membuka mata, sebab matanya yang bengkak.Terdengar helaan napas kasar yang berasal dari Robin. “Kau lihat, Arie yang begitu lembut bisa berubah menjadi sangat buas karena kau menyakiti putrinya.” Robin berucap dengan perasaan entah.Leonel hanya diam. Ia tidak menanggapi sama sekali. Sebab, mulutnya tidak bisa dibuka.“Kau dan Airin akan bercerai. Itu adalah keputusannya.” Robin memberitahu. Ia tahu Leonel telah sadar meski kedua matanya masih tertutup dengan rapat.Ada tetes air ma
Setelah tiga minggu dirawat di rumah sakit, akhrinya Airin diperbolehkan untuk pulang. Kondisinya memang sudah mulai membaik, tapi tidak dengan jiwanya. Wanita itu lebih banyak murung dan diam. Ia jadi jarang tersenyum. Sorot matanya menunjukkan jika ia enggan untuk menjalani kehidupan.“Hati-hati, Sayang.” Arie membantu Airin untuk turun dari mobil. Ia merangkul pinggang putrinya memasuki rumah mewah milik mereka.Airin seperti mayat hidup. Hanya diam dengan wajah yang pucat. Ia melangkah mengikuti langkah ayahnya. Ia dipandu melangkah menuju kamar di ruang tengah. Kamar lamanya berada di lantai dua, tapi karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk naik turun tangga, terpaksa ia menghuni kamar tamu untuk sementara waktu.Lenzy menyiapkan bantal. Ia ikut membantu ketika Arie membaringkan Airin di ranjang dengan begitu lembut. Ditariknya selimut, lalu ia tutupi tubuh mungil milik Airin.“Kalau butuh apa-apa, kasih tahu mami, ya.” Lenzy berpesan.Airin hanya diam dengan wajah yang b
Peristiwa menjijikkan itu kembali terekam dengan jelas di otaknya. Ia merasa sangat kotor, jijik, dan benci terhadap diri sendiri karena tidak bisa menjaga diri. Kali ini ia tidak lagi ingin mengalami hal yang serupa.Ketiga orang itu berjalan mendekat dengan tatapan nyalang yang bersiap untuk menerkam. Airin kehabisan senjata untuk menyerang. Barang-barang yang ada di nakas telah ia lempar semuanya. Tangannya dengan pelan membuka laci nakas. Di sana ada sebuah gunting yang bisa ia jadikan sebagai alat pelindung diri.“Jangan mendekat!” Airin mengarahkan ujung gunting pada tiga orang itu secara bergantian.“Pergi!” Airin terus berucap sekuat tenaga.“Mami! Papi!” Airin mulai histeris ketika ketiga orang itu semakin mendekat. Tangisnya begitu kuat.“Airin!” Pintu kamar terbuka dengan kemunculan kedua orang tua Airin.Seketika ketiga orang itu menghilang setelah orangtuanya datang.“Sayang, kenapa?” Arie berlari menghampiri, membawa sang putri ke dalam dekapan untuk menenangkan. Gunting